Paket
Fasilitas
Galeri
Chat me
Rajab: Kaitan Erat dengan Ka’bah hingga Keagungannya

Rajab: Kaitan Erat dengan Ka’bah hingga Keagungannya

Ka'bah sebagai kiblat umat muslim dunia beribadah
Sumber: pinterest.com

Bulan Rajab merupakan salah satu dari empat bulan haram dalam kalender Hijriyah lho~ Keistimewaan yang dimiliki bulan Rajab disebabkan karena pada bulan ini terdapat banyak keutamaan serta peristiwa penting dalam sejarah Islam. Sebut saja peristiwa Isra’ Mi’raj dan pemindahan kiblat umat Islam dari Masjid Al-Aqsa ke Ka’bah. Wah, dua peristiwa besar Islam tersebut terjadi di bulan ketujuh Hijriah ini, menarik sekali bukan?

Pemindahan Kiblat Umat Islam Terjadi di Bulan Rajab

Ka’bah merupakan simbol penyatuan umat Islam di seluruh dunia. Pada awal masa Islam, Nabi Muhammad Saw. mengajak para pemeluk agama Islam menghadap Masjid Al-Aqsa di Yerusalem saat melaksanakan shalat. Hal tersebut sesuai dengan kebiasaan Nabi Ibrahim AS dan para nabi sebelumnya. Namun, setelah beberapa waktu, Allah Swt. memerintahkan Nabi Muhammad Saw. untuk mengubah arah kiblat menuju Ka’bah di Mekkah. Tahukah kamu mengapa?

Hmm, peristiwa pemindahan kiblat tersebut terjadi pada tahun kedua Hijriyah, di bulan Rajab. Masa tersebut adalah masa setelah umat Islam mengalami banyak ujian dan tantangan di Madinah. Nabi Muhammad Saw. saat itu menerima wahyu dari Allah Swt. yang memerintahkan untuk mengalihkan arah kiblat dari Masjid Al-Aqsa ke Ka’bah di Mekkah. Masjid Al-Aqsa telah menjadi kiblat umat Islam sejak zaman Nabi Ibrahim AS.

Al-Aqsa sebagai kiblat umat Islam sebelum Ka'bah
Sumber: pinterest.com

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 144:

“Kami lihat wajahmu menengadah ke langit, maka Kami palingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Oleh karena itu, palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arahnya…” 

Nah, setelah turunnya ayat tersebut, kiblat yang semula menghadap Masjid Al-Aqsa, berganti menghadap Ka’bah. Hal tersebut bukan hanya mengubah arah fisik dalam shalat, tetapi juga memiliki makna yang mendalam terkait dengan identitas umat Islam. Dengan menghadap Ka’bah, umat Islam menunjukkan bahwa mereka mengikuti petunjuk Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. Selain itu, menunjukkan pula pembeda antara umat Islam dengan umat lainnya, seperti Yahudi dan Nasrani, yang juga memiliki kiblat masing-masing.

Simbol Kemandirian dan Identitas Islam

Dengan pemindahan kiblat, umat Islam menunjukkan identitas mereka sebagai umat yang mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya, terpisah dari pengaruh agama-agama sebelumnya.

Kesatuan Umat Islam

Ka’bah sebagai pusat ibadah umat Islam menyatukan mereka dalam satu arah, sehingga umat Islam di seluruh dunia dapat menghadap Ka’bah saat melaksanakan shalat.

Penguatan Simbol Ka’bah

Sebagai tempat pertama yang dibangun untuk menyembah Allah oleh Nabi Ibrahim AS, Ka’bah menjadi pusat ibadah yang sangat mulia, dan pemindahan kiblat semakin meneguhkan kedudukannya.

Meskipun tidak ada amal ibadah khusus yang diwajibkan atau dikhususkan di bulan Rajab, namun banyak hadits yang mengajarkan untuk memperbanyak doa dan istighfar (memohon ampunan) selama bulan ini. Salah satu doa yang sering dibaca oleh umat Islam di bulan Rajab adalah:

اللّهُمّ بارِكْ لَنَا فِي رَجَب وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan.”

Pemindahan kiblat pada bulan Rajab merupakan peristiwa penting dalam sejarah Islam yang mengubah arah ibadah umat Islam, sekaligus memberikan makna yang lebih dalam terkait dengan identitas dan kesatuan umat Islam. Ka’bah yang terletak di Makkah menjadi kiblat utama umat Islam, dan peristiwa ini menegaskan bahwa Ka’bah adalah tempat yang dipilih Allah SWT untuk disembah, baik oleh umat Islam maupun oleh umat sebelumnya.

Nah, setelah mengetahui keutamaan beriring keberkahan bulan Rajab ini, yuk kita perbanyak kegiatan yang mendekatkan diri kepada Allah!

Info travel umrah terpercaya klik disini.

 

Penulis: Nur Kumalatuz Zahroh

 

DOWNLOAD KATALOG UMROH 2025, Klik Disini

Mengenal Hijr Ismail

Mengenal Hijr Ismail

Hijir Ismail adalah sebuah tempat sebelah utara bangunan Ka’bah, berbentuk setengah lingkaran, dibangun oleh Nabi Ismail alaihissalam, termasuk bangunan suci umat Islam. Ka’bah sendiri secara keseluruhan dibangun oleh Nabi Ibrahim, kemudian datanglah nabi Ismail membantu bapaknya, dengan membawa batu. Batu-batu yang dikumpulkan, dalam bahasa Arab disebut hijir. Oleh karena itu bagian ka’bah yang dibangun oleh nabi Ismail dinamakan Hijir Ismail alahissalam.

Sejarah

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘Alaihimassalam telah membangun Ka’bah secara sempurna termasuk di dalamnya Hijir ini. Kemudian dinding Ka’bah sempat roboh akibat bekas kebakaran dan banjir yang menerjangnya. Kemudian pada tahun 606 M, kaum Quraisy merobohkan sisa dinding Ka’bah lalu merenovasi kembali. Akan tetapi, karena kekurang dana yang halal untuk menyempurnakan pembangunan sesuai fondasi yang dibangun Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Alaihimassalam, akhirnya mereka mengeluarkan bagian bangunan Hijir dan sebagai gantinya mereka membangun dinding pendek, sebagai tanda bahwa ia termasuk di dalam Ka’bah. Hal ini dilakukan karena mereka telah memberikan syarat pada diri mereka sendiri untuk tidak akan menggunakan dana untuk pembangunan Ka’bah kecuali dari dana yang halal. Mereka tidak menerima biaya dari hasil pelacuran, tidak juga jual beli riba dan tidak juga dana dari menzalimi seseorang.

Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang dinding (maksudnya Hijir Ismail) “Apakah ia termasuk Ka’bah?” Dia menjawab, “Ya.” Saya bertanya, “Kenapa mereka tidak memasukkan ke dalam Ka’bah?” Dia menjawab, “Sesungguhnya kaummu kekurangan dana.”

— Bukhari (1584) dan Muslim (1333)

Beribadah di Hijir Ismail

Hijir Ismail adalah salah satu tempat dimakbulkannya sebuah do’a. Adapun beribadah di dalam Hijir Ismail hukumnya Sunnah, seperti yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah,

Aku pernah minta kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar diberi izin masuk Ka’bah untuk shalat didalamnya. Lalu dia membawa aku ke Hijir Ismail dan bersabda: “Salatlah di sini kalau ingin salat di dalam Ka’bah karena Hijir Ismail ini termasuk bagian Ka’bah.”

Kesunnahan ibadah di sini sifatnya berdiri sendiri, tidak ada kaitan dengan ibadah haji, seperti thawaf, dll.

 

Umroh murah, mudah, dan terpercaya, klik :

 

Source : Wikipedia

Pentingnya Meluruskan Niat Haji

Pentingnya Meluruskan Niat Haji

Pentingnya Meluruskan Niat Haji. Salah satu hal yang sangat penting untuk dijaga dan benar-benar diperhatikan dengan baik oleh semua jamaah haji yang hendak menunaikan rukun Islam kelima itu adalah perihal niat. Sebab, niat memiliki peran yang sangat penting dalam suatu perbuatan atau ibadah manusia. Dengan niat, semua jamaah haji dapat mengetahui keinginan dan arah yang ditujunya, sehingga ia bisa mencapai kesadaran diri untuk meraih apa yang telah menjadi tujuan intinya.

Jika tujuan ibadah hajinya sudah benar dari awal, maka semua rukun dan syarat haji akan dilakukan dengan penuh ikhlas. Begitu juga sebaliknya, ibadah haji yang dilakukan dengan niat yang tidak benar, maka semua rukun dan syaratnya akan dilakukan dengan penuh ketidak-ikhlasan. Di sinilah pentingnya memperbaiki niat.

Oleh karena itu, Rasulullah sudah memprediksi sejak beberapa abad yang lalu perihal keberadaan orang-orang yang akan melakukan ibadah haji dengan tujuan yang tidak benar. Misalnya, mereka yang kaya akan berhaji dengan tujuan untuk healing, berwisata, jalan-jalan dan lainnya; mereka yang memiliki pendapatan sedang-sedang saja (menengah) akan berhaji dengan tujuan untuk berdagang, mencari uang, bekerja, dan lainnya; mereka yang terhormat akan berhaji dengan tujuan pamer dan sombong; dan fakir akan berhaji dengan tujuan untuk mengemis. Dalam salah satu haditsnya, nabi bersabda :

يَأْتِي على النَّاسِ زَمَانٌ يحجُّ أغنياؤهُم للنّزْهَةِ وَأَوْسَاطُهُمْ للتّجَارَةِ وَأَغْلَبُهُمْ للرِّيَاءِ والسُّمْعَةِ وفُقَرَاؤُهُمْ للمَسْأَلَةِ  

Artinya, “Akan datang pada manusia suatu masa, di mana orang-orang kaya menunaikan ibadah haji untuk berwisata, orang-orang menengah untuk berdagang, orang-orang pandai untuk mendapatkan pujian dan pamer, dan orang-orang fakir untuk meminta-minta.” (HR Anas bin Malik).

Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali (wafat 505 H) dalam karya monumentalnya menjelaskan bahwa tujuan-tujuan dalam hadits di atas merupakan tujuan duniawi yang manusia upayakan dengan cara melakukan ibadah haji, bahkan bisa menjadi penghalang untuk mendapatkan kemuliaan ibadah haji. Dalam karyanya al-Ghazali menyebutkan :

فَكُلُّ ذَلِكَ مِمَّا يَمْنَعُ فَضِيْلَةَ الْحَجِّ وَيُخْرِجُهُ عَنْ حَيْزِ حَجِّ الْخُصُوْصِ

Artinya, “Semua itu (tujuan-tujuan dunia) termasuk sesuatu yang bisa menjadi penghalang dari keutamaan haji, dan mengeluarkannya dari status hajinya orang-orang istimewa.” (al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah: tt], juz I, halaman 262).

Berdasarkan hadits dan penjelasan di atas, sudah seharusnya para jemaah haji benar-benar memperhatikan dan memperbaiki niatnya ketika hendak menunaikan kewajiban rukun Islam yang kelima tersebut. Sebab, niat yang benar akan menjadi modal utama untuk mencapai haji yang mabrur dan meraih predikat sebagai haji orang-orang istimewa. Lantas, seperti apa niat yang benar ketika hendak menunaikan ibadah haji? Berikut penjelasannya.

Niat yang Benar dalam Ibadah Haji

Niat yang benar adalah dengan cara menjadikan Allah swt sebagai satu-satunya tujuan dalam melaksanakan ibadah haji, dan mengesampingkan tujuan-tujuan lain yang bisa mempengaruhi ketulusan dan keikhlasan itu, seperti agar bisa jalan-jalan, rekreasi, ingin dipanggil pak haji atau ibu hajah, tujuan berdagang, untuk mengemis, sombong dan lainnya. Menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam ibadah haji sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman :

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ

Artinya, “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (QS Al-Baqarah [2]: 196).

Syekh Nawawi Banten dalam salah satu karya tafsirnya menjelaskan bahwa ayat di atas menjelaskan perihal kewajiban menyempurnakan semua rukun-rukun dan syarat-syarat ibadah haji dan umrah, juga menjauhi semua hal-hal yang diharamkan saat menunaikannya. Semua itu harus dilakukan dengan tulus ikhlas, murni untuk beribadah kepada Allah semata, tanpa dicampur dengan tujuan-tujuan duniawi. (Syekh Nawawi Banten, Mirah Labid li Kasyfi Ma’nal Qur’anil Majid, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 1417 H], juz I, halaman 65).

Senada dengan pendapat tersebut, Syekh Sulaiman bin Umar al-Bujairami asy-Syafi’i (wafat 1221 H) dalam salah satu karyanya menjelaskan sebab adanya kata “lillah” pada ayat di atas, yaitu sebagai bentuk isyarah bahwa ibadah haji dan umrah harus dilakukan dengan niat yang ikhlas dan benar. Sebab, tidak sedikit dari orang-orang yang menunaikan ibadah haji dengan tujuan untuk mendapatkan pujian dari orang lain,

قوله (وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ) إِنَّمَا أُتِيَ بِلَفْظِ لِلهِ إِشَارَةٌ إِلَى أَنَّهُ يُطْلَبُ فِيْهِمَا إِخْلَاصُ النِّيَةِ، وَذَلِكَ لِأَنَّ الْغَالِبَ فِيْهِمَا الرِّيَاءُ وَالسُّمْعَةُ. قَالَ الدَّمِيرِيُّ: وَيَجِبُ عَلَيْهِ تَصْحِيحُ النِّيَّةِ فِيهِمَا، وَهُوَ أَنْ يُرِيدَ بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

Artinya, “(Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah) sebab adanya lafal “lillah-karena Allah” (pada ayat tersebut), sebagai bentuk isyarah perihal diharuskannya niat ikhlas ketika menunaikan ibadah haji dan umrah. Hal itu disebabkan, karena pada umumnya dalam menunaikan kedua ibadah tersebut terdapat tujuan ingin dipuji dan pamer. Imam ad-Darimi berkata: wajib bagi orang yang beribadah haji untuk membenarkan niat dalam menunaikan keduanya, yaitu dengan bertujuan karena Allah semata.” (Syekh Bujairami, Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khatib, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz III, halaman 181).

Demikian penjelasan perihal pentingnya membenarkan dan memperbaiki niat ketika hendak menunaikan ibadah haji, agar bisa meraih pahala yang mabrur dari rukun Islam yang kelima tersebut. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

 

Umroh murah, mudah, dan terpercaya, klik :

 

Source : nu.or.id

Doa Masuk Masjidil Haram

Doa Masuk Masjidil Haram

Doa Masuk Masjidil Haram. Masjidil Haram merupakan masjid terbesar di dunia yang terletak di kota Makkah, Arab Saudi. Masjid yang juga disebut Masjid Al-Haram ini adalah tujuan utama umat muslim dalam ibadah haji. Masjidil Haram artinya masjid yang memiliki tanah haram. Menurut sejumlah ulama, dinamakan tanah haram karena di dalam tanah tersebut berlaku berbagai ketentuan yang mengharamkan kita melakukan banyak hal, seperti berburu, mengangkat senjata, mematahkan tumbuhna, serta dimasuki oleh kafir.

Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 28 yang berbunyi:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini,” (QS. At-Taubah: 28).

Masjid ini dibangun mengelilingi Ka’bah yang merupakan arah kiblat bagi umat Islam di seluruh dunia dalam menjalankan ibadah salat. Oleh karena itu, umat Islam yang akan masuk ke rumah Allah SWT tersebut sangat dianjurkan untuk membaca doa terlebih dahulu.

Lantas, bagaimana doa ketika masuk Masjidil Haram? Begini bunyinya :

اللَّهُمَّ أَنتَ السَّلاَمُ وَ مِنكَ السَّلاَمُ وَاِلَيكَ يَعُودُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا يَا رَبَّنّا بِالسَّلاَمِ وَ أَدخِلنَا الجَنَّةَ دَارَ السَّلاَمِ تَبَارَكتَ رَبَّنَا وَ تَعَالَيتَ يَا ذَاالجَلاَلِ وَالاِكرَام

للَّهُمَّ افْتَحْ لِي أبْوَابَ رَحْمَتِكَ. بِاسْمِ اللَّهِ وَالحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ

Allahumma antas salaam wa minkas salaam fahayyinaa rabbana bis salaam wa adkhilnal jannah daaras salaam, tabaarakta wa fa?aalaita yaa dzal jalaali wal ikraam. Allahummaf tah lii abwaaba rahmatik wa maghfiratik wa adkhilnii fiihaa. Bismillaah wal hamdulillah was shalaatu was salaamu ‘alaa rasuulillah.

Artinya : “Ya Allah, Engkau sumber keselamatan dan dari-Mu lah datangnya keselamatan, hidupkanlah kami wahai Tuhan kami dengan keselamatan, dan tempatkanlah kami pada surga, negeri keselamatan. Maha banyak anugerah-Mu dan Maha Tinggi Engkau wahai Tuhan yang memiliki keagungan dan kehormatan. Ya Allah amunilah dosa-dosaku dan bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu. (Aku masuk masjid ini) dengan nama Allah disertai segala puji bagi Allah, serta salawat dan selamat untuk Rasulullah SAW.”

Umroh murah, mudah, dan terpercaya, klik :

Source : Medcom.id

Niat Badal Umroh

Niat Badal Umroh

Niat Badal Umroh. Sejumlah lembaga menyediakan layanan badal haji dan umrah untuk masyarakat yang memerlukan jasa tersebut. Lembaga ini menjalankan praktik peribadatan haji dan umrah seorang jamaah yang dibadalkan.

Badal haji atau umrah dapat dilakukan dengan syarat orang yang membadalkan sudah pernah menjalankan ibadah haji dan orang yang dibadalkan sudah uzur baik karena sakit, renta/lansia, atau wafat seperti keterangan riwayat hadits berikut ini :

أن النبي صلى الله عليه وسلم سمع رجلا يقول لبيك عن شبرمة، فقال: من شبرمة؟ قال: أخ لي أو قريب لي، قال: حججت عن نفسك؟ قال: لا، قال: حج عن نفسك ثم حج عن شبرمة

Artinya, “Rasulullah SAW mendengar seorang sahabat melafalkan talbiyah, ‘Labbayka untuk Syabramah.’ Ia bertanya, ‘Syabramah siapa?’ ‘saudara atau kerabatku,’ kata orang tersebut. ‘Kau sudah berhaji?’ ‘Belum,’ jawabnya. ‘Kau sendiri harus berhaji terlebih dahulu, kemudian boleh membadalkan,’” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Dalam pembadalan haji atau umrah, semua ketentuan ibadah keduanya berlaku, termasuk anjuran pelafalan niat badal haji atau badal umrah. Pelafalan niat dianjurkan untuk kemantapan niat di dalam hati.

ويستحب التلفظ بالنية التي يريدها مما مر، لتأكد ما في القلب كسائر العبادات فيقول بقلبه وجوبا وبلسانه ندبا

Artinya, “(Jamaah) dianjurkan untuk melafalkan niat ibadah (haji atau umrah) yang dia kehendaki sebagaimana penjelasan telah lalu untuk memantapkan hatinya, sebagaimana ibadah yang lain. Ia wajib menyatakan niat dalam hatinya, dan sunah melafalkan dengan lisannya,” (Lihat Syekh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin, Busyral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 1433-1434 H/2012 M], juz II, halaman 517).

Adapun berikut ini adalah lafal niat badal umrah yang dapat dibaca oleh lembaga atau relawan yang akan melaksanakan badal umrah orang lain :

نَوَيْتُ العُمْرَةَ عَنْ فُلَانٍ وَأَحْرَمْتُ بِهاَ للهِ تَعَالَى

Nawaytul ‘umrata ‘an fulān (sebut nama jamaah umrah yang dibadalkan) wa ahramtu biha lillāi ta‘ālā.  

Artinya, “Aku menyengaja ibadah umrah untuk si fulan (sebut nama jamaah yang dibadalkan) dan aku ihram umrah karena Allah ta‘ala.”  

Sementara berikut ini adalah lafal alternatif niat badal umrah :

نَوَيْتُ العُمْرَةَ وَأَحْرَمْتُ بِهاَ للهِ تَعَالَى عَنْ فُلَانٍ

Nawaytul ‘umrata wa ahramtu biha lillāi ta‘ālā ‘an fulān (sebut nama jamaah umrah yang dibadalkan).

Artinya, “Aku menyengaja ibadah umrah dan aku ihram umrah karena Allah ta‘ala untuk si fulan (sebut nama jamaah yang dibadalkan).”

Lafal niat badal umrah ini dapat ditarik dari keterangan Syekh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin dalam karyanya Busyral Karim.

وإن حج أو اعتمر عن غيره قال نويت الحج أو العمرة عن فلان وأحرمت به لله تعالى ولو أخر لفظ عن فلان عن وأحرمت به لم يضر على المعتمد إن كان عازما عند نويت الحج مثلا أن يأتي به وإلا وقع للحاج نفسه

Artinya, “Jika seseorang melaksanakan ibadah haji atau umrah untuk membadalkan orang lain, maka ia mengatakan, ‘Nawaytul hajja awil ‘umrata ‘an fulān wa ahramtu bihī lillāi ta‘ālā.’ Tetapi jika ia meletakkan kata ‘an fulān’ setelah kata ‘wa ahramtu bihī,’ maka tidak masalah menurut pandangan muktamad dengan catatan ia merencanakan pelafalannya di akhir. Tetapi jika tidak bermaksud melafalkannya, maka ibadah haji atau umrah yang dia lakukan jatuh untuk dirinya, (bukan untuk jamaah yang dibadalkannya),” (Lihat Syekh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin, Busyral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 1433-1434 H/2012 M], juz II, halaman 517).

Semoga lafal niat badal umrah ini membantu atau setidaknya mengingatkan lembaga, keluarga, atau relawan yang membadalkan umrah orang lain. Wallahu a‘lam.

 

Umroh murah, mudah, dan terpercaya :

Source : nu.or.id

5 Rukun Umroh

5 Rukun Umroh

5 Rukun Umroh. Salah satu ibadah yang sangat diimpikan oleh semua umat Islam di berbagai lapisan dunia adalah bisa melaksanakan ibadah umrah ke Makkah al-Mukarramah, sebagai salah satu manifestasi ketaatan seorang hamba untuk beribadah di tempat yang sangat dimuliakan oleh Allah, dan juga bentuk kerinduan pada salah satu tempat dilahirkannya manusia termulia dan paling agung, yaitu Nabi Muhammad saw.

Ibadah umrah pada dasarnya tidak memiliki perbedaan dengan ibadah haji pada umumnya. Beberapa kewajiban-kewajiban dalam ibadah haji juga menjadi kewajiban dalam umrah, hanya saja terdapat beberapa teknis yang berbeda, di antaranya adalah rukun Umrah dan rukun haji.

Rukun umrah merupakan salah satu kewajiban bagi orang yang beribadah umrah yang tidak boleh dianggap remeh. Sebab, jika rukun-rukun tersebut tidak terpenuhi, maka umrahnya tidak sah, atau bisa sah jika masih ada kemungkinan untuk mengganti beberapa rukun yang tertinggal. Jika tidak, maka ia harus membayar denda (dam) atas kelalaian dalam ibadah tersebut, sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh Khatib asy-Syarbini,

مَنْ تَرَكَ وَاجِبًا مِنْ وَاجِبَاتِ الْحَجِّ أَوْ الْعُمْرَةِ لَزِمَهُ بِتَرْكِهِ دَمٌ

Artinya, “Barangsiapa meninggalkan salah satu kewajiban dari beberapa kewajiban haji atau umrah, maka wajib baginya disebabkan meninggalkannya untuk membayar denda.” (Asy-Syarbini, al-Iqna’ lisy Syarbini, [Beirut, Darul Fikr: 1415], juz I, halaman 262).

Demikian pentingnya mengetahui beberapa kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang-orang yang sedang umrah. Hal itu tidak lain agar ibadanya menjadi semurna dan tentu tidak memiliki tanggungan membayar denda baginya. Lantas, apa saja rukun-rukun umrah yang haru dipenuhi ?

Para ulama masih berbeda pendapat perihal rukun-rukun umrah yang harus dipenuhi oleh orang-orang yang beribadah umrah, misalnya Imam Ibnu Qasim al-Ghazi (wafat 918 H) dalam kitab Fathul Qarib mengatakan ada tiga rukun, sementara ulama yang lain mengatakan empat rukun, dan ada yang mengatakan lima rukun.

Akan tetapi, dalam hal ini penulis akan mengutip pendapat terakhir yang mengatakan rukun umrah ada lima. Hal ini sebagai bentuk kehati-hatian agar umrah yang dilakukan bisa terlaksana dengan lebih sempurna.

Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairami al-Mishri (wafat 1221 H) dalam kitabnya mengatakan bahwa rukun umrah yang harus dipenuhi oleh orang yang sebadang beribadah umrah ada lima, sebagaimana yang ia katakana

الْأَوَّلُ الْإِحْرَامُ وَ الثَّانِي الطَّوَافُ وَ الثَّالِثُ السَّعْيُ وَ الرَّابِعُ الْحَلْقُ فِي أَحَدِ الْقَوْلَيْنِ الْقَائِلُ بِأَنَّهُ نُسُكٌ وَهُوَ الْأَظْهَرُ وَمِثْلُهُ التَّقْصِيرُ وَالْخَامِسُ التَّرْتِيبُ فِي جَمِيعِ أَرْكَانِهَا

Artinya, “(Rukun umrah ada lima) (1) ihram; (2) thawaf; (3) sa’i; (4) mencukur dalam salah satu pendapat yang mengatakan bahwa mencukur merupakan ibadah adalah pendapat yang lebih ungguh, dan sama dengannya yaitu menggundul; dan (5) berurutan dalam semua rukunnya. (Al-Bujairami, Hasiyah al-Bujairami ‘alal Khatib, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz VII, halaman 115).

Rukun pertama, ihram. Yaitu niat masuk atau niat memulai ibadah umrah.

Rukun kedua, Thawaf. Yaitu mengelilingi baitullah tujuh kali, dengan memposisikan ka’bah di samping kirinya saat melakukan thawaf, dan harus dimulai dari Hajar Aswad, jika tidak, maka tidak dihitung.

Rukun ketiga, sa’i. Yaitu berjalan tujuh kali antara bukit Shafa dan bukit Marwah. Adapun syarat sa’i adalah memulainya dari bukit Shafa dan mengakhirinya di bukit Marwah. Perjalanan dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali, dan kembali ke Shafa dihitung kali yang lain.

Rukun keempat adalah mencukur. Dalam hal ini, lebih baik bagi laki-laki untuk menggundul rambutnya, sedangkan untuk wanita mencukur pendek. Adapun minimal mencukur adalah menghilangkan tiga rambut dari kepala, baik dengan menggundul, memendekkan, mencabut, atau memotongnya.

Rukun yang kelima yaitu melakukan semua rukun-rukun umrah sesuai urutannya, dengan mendahulukan rukun yang harus didahulukan, dan mengakhirkan rukun yang harus diakhirkan.

Kewajiban-kewajiban Umrah

Selain mengerjakan semua rukun-rukun umrah, orang yang melakukan ibadah umrah juga harus mengerjakan kewajiban-kewajiban lainnya, yaitu ihram dari miqat dan menjauhi semua yang diharamkan bagi orang ihram, sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Abu Bakar Syata ad-Dimyathi,

وَأَمَّا وَاجِبَاتُ الْعُمْرَةِ فَشَيْئَانِ: الْإِحْرَامُ مِنْ الْمِيقَاتِ، وَاجْتِنَابُ مُحَرَّمَاتِ الْإِحْرَامِ

Artinya, “Adapun kewajiban-kewajiban umrah itu ada dua, (1) ihram dari miqat; dan (2) menjauhi keharaman-keharaman ihram.” (Syata ad-Dimyathi, Hasiyah I’anah at-Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 1997], juz II, halaman 341)

Syekh Zakaria al-Anshari (wafat 926 H) dalam kitabnya mengatakan, “Miqat terbagi menjadi dua, (1) miqat zamani; dan (2) miqat makani. Miqat zamani adalah batasan waktu yang digunakan untuk ibadah haji, terhitung daru bulan Syawal hingga pagi hari raya kurban. Sementara miqat zamani bagi orang yang melakukan ibadah umrah semua tahun tanpa dibatasi oleh waktu-waktu tertentu. (Al-Anshari, Asnal Mathalib fi Syarhi Raudhit Thalib, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 2000], juz I, halaman 458)

Keharaman Bagi Orang Ihram

Adapun hal-hal yang diharamkan bagi orang ihram itu ada sepuluh, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Qasim al-Ghazi, yaitu: (1) menggunakan pakaian yang dijahit; (2) menutup kepala bagi laki-laki; (3) menutup wajah bagi perempuan; (4) mengurai rambut; (5) mencukur rambut; (6) memotong kuku; (7) mengenakan wewangian; (8) membunuh binatang buruan; (9) melangsungkan akad nikah; dan (10) berhubungan badan, demikian juga bermesraan dengan syahwat. (Ibnu Qasim, Fathul Qarib, halaman 64).

Demikian penjelasan seputar rukun, kewajiban, dan hal-hal yang diharamkan bagi orang yang sedang beribadah umrah. Dengan mengetahuinya, semoga bisa melaksanakan ibadah umrah dengan sempurna, dan yang belum melaksanakan bisa segera melaksanakannya.

 

Umroh murah, mudah, dan terpercaya, klik :

Keutamaan Haji, Dari Ampunan Hingga Syafaat

Keutamaan Haji, Dari Ampunan Hingga Syafaat

Keutamaan Haji, Dari Ampunan Hingga Syafaat. Imam Al-Hafizh Zakiyyuddin Abdul Azhim bin Abdul Qawiy Al-Mundziri dalam At-Targhib wat Tarhib minal Haditsis Syarif menghimpun hadits Nabi Muhammad saw seputar keutamaan ibadah haji.

Dalam kitabnya yang terkenal itu, banyak keutamaan haji disebutkan di antaranya ampunan bagi jamaah haji dan orang-orang yang dimintakan ampun oleh jamaah haji tersebut, pengabulan doa, surga, hak member syafaat kepada keluarga. (Al-Mundziri, At-Targhib wat Tarhib, [Beirut, Darul Fikr: 1998 M/1418 H], juz II, halaman 69).

Kami akan mengutip sebagian riwayat yang dikumpulkan oleh Imam Al-Mundziri sebagai berikut :

1. Penghapusan dosa bagi jamaah haji yang tidak berbuat maksiat.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah ra, dari Nabi Muhammad saw, ia bersabda, ‘Siapa saja yang berhaji, lalu tidak berkata keji dan tidak berbuat dosa, niscaya ia pulang (suci) seperti hari dilahirkan oleh ibunya,’” (HR Bukhari, Muslim, An-Nasai, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

2. Surga bagi jamaah haji yang mabrur.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَاتٌ لِمَا بَيْنَهُما، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah ra, dari Nabi Muhammad saw, ia bersabda, ‘Umrah ke umrah merupakan kafarah (dosa) di antara keduanya. Sedangkan haji mabrur tiada balasan baginya kecuali surga,’” (HR Malik, Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Al-Asbihani).

3. Pemberian syafaat pada 400 anggota keluarganya

عَنْ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ، رَفَعَهُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، قَالَ الْحَاجُّ يَشْفَعُ فِي أَرْبَعِ مِائَةِ أَهْلِ بَيْتٍ، أَوْ قَالَ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، وَيَخْرُجُ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Artinya, “Dari sahabat Abu Musa Al-Asy’ari ra dengan marfu dari Rasulullah saw, ‘Orang yang berhaji dapat memberikan syafaat kepada 400 orang keluarga atau keluarganya dan  ia akan keluar dari dosanya seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya,’” (HR Al-Bazzar).

4. Catatan pahalan dan penghapusan dosa serta pengangkatan derajat pada setiap jejak kendaraan jamaah haji.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا يَرْفَعُ إِبِلُ الْحَاجِّ رِجْلًا وَلَا يَضَعُ يَدًا إِلَّا كَتَبَ اللهُ لَهُ بِهَا حَسَنَةً، أَوْ مَحَى عَنْهُ سَيِّئَةً، أَوْ رَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً

Artinya, “Dari sahabat Ibnu Umar ra, ia mendengar Nabi Muhammad saw bersabda, ‘Tidaklah unta yang dikendarai jamaah haji menaikkan kaki belakang dan menurunkan kaki depannya melainkan Allah mencatatnya sebagai kebaikan, sebagai penghapusan dosa, atau sebagai pengangkatan satu derajat baginya,’” (HR Al-Baihaqi). Baca Juga Kisah PNS Jujur Mimpi Jumpa Nabi dan Naik Haji

5. Mereka adalah tamu Allah yang doanya mustajab.

عن جابر رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ الْحُجَّاجُ وَالْعُمَّارُ وَفْدُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، دَعَاهُمْ فَأَجَابُوْهُ وَسَأَلُوْهُ فَأَعْطَاهُمْ

Artinya, “Dari sahabat Jabir ra, Nabi Muhammad saw bersabda, ‘Jamaah haji dan umrah adalah tamu Allah. Allah memanggil mereka, lalu mereka memenuhi panggilan-Nya dan mereka meminta kepada-Nya, lalu Allah memberikan permintaan mereka,’” (HR Al-Bazzar).

6. Terbukanya pengampunan dosa.

عَن أَبِي هُرَيْرَةَ عَن رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ الْحُجَّاجُ وَالْعُمَّارُ وَفْدُ اللَّهِ إِنْ دَعَوْهُ أَجَابَهُمْ وَإِنْ اسْتَغْفَرُوهُ غَفَرَ لَهُمْ

Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad saw bersabda, ‘Jamaah haji dan umrah adalah tamu Allah. Jika mereka berdoa, Allah memenuhi permintaan mereka dan jika mereka meminta ampun kepada-Nya, niscaya Allah mengampuni mereka,’” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).

7. Garansi ampunan bagi orang yang dimintakan ampun oleh jamaah haji.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْحَاجِّ وَلِمَنِ اسْتَغْفَرَ لَهُ الْحَاجُّ

Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad saw pernah berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah jamaah haji dan orang yang dimintakan ampun oleh jamaah tersebut,’” (HR Al-Hakim).

8. Jaminan kesehatan lahir dan batin di dunia.

عن أبي ذر أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عليه وسلم قال إِنَّ دَاوُدَ النَّبِيَّ عليه السلام قال إِلَهِيْ مَا لِعِبَادِكَ عَلَيْكَ إِذَا هُمْ زَارُوْكَ فِي بَيْتِكَ قال إِنَّ لِكُلِّ زَائِرٍ عَلَى المَزُوْرِ حَقًّا يَا دَاوُدُ إِنَّ لَهُمْ عَلَيَّ أَنْ أُعَافِيَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَأَغْفِرَ لَهُمْ إِذَا لَقِيْتُهُمْ

Artinya, “Dari sahabat Abu Zarr ra, Nabi Muhammad saw bercerita, ‘Nabi Dawud as pernah berdoa, ‘Tuhanku, apa yang didapat hamba-Mu bila mereka mengunjungi-Mu pada rumah-Mu?’ Allah menjawab, ‘Setiap pengunjung memiliki hak atas yang dikunjungi. Wahai Dawud, sungguh mereka berhak mendapatkan kesembuhan di dunia dan ampunan dari-Ku ketika kelak Kujumpai mereka (di akhirat),’’” (HR At-Thabarani).

9. Jaminan bebas hisab

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ خَرَجَ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ بِحَجٍّ، أَوْ بِعُمْرَةٍ فَمَاتَ فِيهِ، لَمْ يُعْرَضْ وَلَمْ يُحَاسَبْ، وَقِيلَ لَهُ ادْخُلِ الْجَنَّةَ, قَالَتْ وَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ اللَّهَ يُبَاهِي بِالطَّائِفِينَ

Artinya, “Dari sayyidah Aisyah ra, Nabi Muhammad saw bersabda, ‘Siapa saja yang keluar berhaji atau umrah melalui jalan ini, lalu meninggal di dalamnya, niscaya ia tidak ditampakkan dan tidak dihisab, lalu dikatakan kepadanya, ‘Masuklah kamu ke surga.’ Aisyah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, ‘Sungguh Allah bangga terhadap orang-orang yang thawaf,’” (HR At-Thabarani, Abu Ya’la, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi).

10. Jaminan Allah berupa pahala

عن جابر أَنَّ النَبِيَّ صلى الله عليه وسلم قال إِنَّ هَذَا البَيْتَ دِعَامَةٌ مِنْ دَعَائِمِ الإِسْلَامِ فَمَنْ حَجَّ البَيْتَ أَوْ اعْتَمَرَ فَهُوَ ضَامِنٌ عَلَى اللهِ فَإِنْ مَاتَ أَدْخَلَهُ الجَنَّةَ وَإِنْ رَدَّهُ إِلَى أَهْلِهِ رَدَّهُ بِأَجْرٍ وَغَنِيْمَةٍ

Artinya, “Nabi Muhammad saw bersabda, ‘Sungguh Ka’bah ini merupakan salah satu tiang Islam. Siapa saja yang berhaji mengunjungi Ka‘bah atau berumrah, maka ia menjadi tanggungan Allah. Jika ia meninggal, maka Allah memasukkannya ke surga. Jika Allah mengembalikannya kepada keluarganya, niscaya Allah memulangkannya dengan pahala dan ghanimah,’” (HR At-Thabarani).

11. Jamaah haji yang meninggal dibangkitkan dengan talbiyah

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ بَيْنَا رَجُلٌ وَاقِفٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِعَرَفَةَ فَوَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَأَوْقَصَتْهُ أَوْ وَقَصَتْهُ فَمَاتَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ فِى ثَوْبَيْنِ وَلاَ تُحَنِّطُوهُ وَلاَ تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ فَإِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا

Artinya, “Dari sahabat Ibnu Abbas ra, ia bercerita, ketika sedang (wukuf) bersama Rasulullah di Arafah, seseorang tiba-tiba terjatuh dari kendaraannya, lalu membuat lehernya patah, kemudian meninggal dunia. Rasulullah saw mengatakan, ‘Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, kafankanlah pada dua lapis. Jangan berikan obat pengawet dan jangan tutup kepalanya karena Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah,” (HR Bukhari, Muslim, dan Ibnu Khuzaimah).

Demikian sejumlah keutamaan ibadah haji yang dihimpun oleh Imam Al-Mundziri dari berbagai riwayat. Sejumlah keutamaan ini kiranya cukup untuk memotivasi umat Islam dalam menjalankan ibadah haji secara benar sesuai pedoman haji yang diatur dalam kitab-kitab fiqih. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan).

 

Umroh murah, mudah, dan terpercaya, klik :

Mengenal Lempar Jumroh

Mengenal Lempar Jumroh

Mengenal Lempar Jumroh. Calon jemaah haji sebaiknya mengetahui tata cara melempar jumrah agar ibadahnya di Tanah Suci sempurna kepada Allah SWT. Sebab, lempar jumrah merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan jemaah ketika menunaikan rangkaian ibadah haji di Tanah Suci. Berikut penjelasannya seperti dirangkum dari Buku Materi Manasik Haji Seri 4 Kementerian Agama.

Pengertian Lempar Jumrah

Lempar jumrah adalah kegiatan melemparkan batu kerikil ke tiang yang berada di kompleks Jembatan Jumrah di Kota Mina yang terletak di timur Kota Mekkah, Arab Saudi.

Hal ini sesuai dengan yang dilakukan Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Muslim seperti dikutip dari Nahdlatul Ulama (NU) berikut.

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْمِى اَلْجَمْرَةَ ضُحًى يَوْمَ النَّحْرِ وَحْدَهُ وَرَمَى بَعْدَ ذَلِكَ بَعْدَ زَوَالِ الشَّمْسِ -رواه مسلم

Artinya : Jabir berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melontar satu jumrah saja (jumrah aqabah) pada waktu dhuha hari Nahar. Dan sesudah itu hari-hari berikutnya (tanggal 11 sampa dengan 13 Dzulhijah) beliau melempar (tiga jumrah) setelah tergelincir matahari.”

Lempar jumrah harus dilakukan sesuai dengan waktu, tempat, dan jumlah yang telah ditentukan dalam Islam.

Terkait waktu, lempar jumrah dilakukan pada 10 Dzulhijah sampai tiga hari tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijah. Pada 10 Dzulhijah, lempar jumrah dapat dilakukan sejak lewat tengah malam, namun lebih utamanya setelah matahari terbit.

Namun karena ibadah haji biasanya dipadati begitu banyak jemaah dari berbagai negara, maka jemaah dapat melempar jumrah sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh Pemerintah Arab Saudi.

Lempar jumrah dilakukan di Mina. Sementara jumlah lempar jumrah sebanyak tujuh batu kerikil. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW pada masa lalu.

Tata Cara Melempar Jumrah

Berikut tata cara melempar jumrah :

1. Lemparkan jumrah kubra atau aqabah sebanyak tujuh kali lontaran batu kerikil, bukan dengan benda lain.

2. Lempar jumrah dilakukan dengan melontarkan batu kerikil satu per satu sambil membaca doa melempar jumrah berikut ini.

بِسمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ

Bismillahi Allahu akbar

Artinya : “Dengan nama Allah dan Allah yang Maha Besar.”

3. Lempar jumrah dilakukan dengan melontarkan batu kerikil ke dinding marma. Usahakan agar batu kerikil mengenai dinding marma hingga masuk ke lubang.

4. Saat melempar jumrah, lontarkan batu dengan penuh rasa santun, tidak emosi, tidak saling menyakiti jemaah secara fisik, dan tidak berebut tempat antarsesama jemaah.

5. Membaca takbir dan talbiyah setelah melempar jumrah.

6. Jika ingin mewakili orang lain untuk melempar jumrah, pastikan telah melempar jumrah untuk diri sendiri terlebih dahulu.

 

Umroh murah, mudah, dan terpercaya :

 

Source : CNN Indonesia

Tahallul Haji dan Umroh

Tahallul Haji dan Umroh

Tahallul Haji dan Umroh. Tahallul adalah ibadah haji adalah salah satu rukun Islam, tepatnya rukun Islam yang kelima. Artinya, ibadah haji wajib dilakukan oleh umat Islam yang mampu melaksanakannya. Mampu di sini artinya mampu secara materi atau finansial serta mampu secara fisik.

Ketika seorang muslim melaksanakan ibadah haji, maka orang tersebut perlu mengikuti rangkaian proses haji sesuai dengan rukun-rukunnya, sehingga ibadah haji yang dilakukan sah.

Pada rangkaian proses ibadah haji, ada satu tahapan bernama tahallul yang dilakukan oleh seorang muslim pada akhir rangkaian kegiatan ibadah haji maupun ketika melaksanakan umroh.

Tahap tahallul ini hanya boleh dilakukan jika rangkaian ibadah haji maupun umroh telah diselesaikan. Karena tahallul merupakan rangkaian terakhir atau dapat disebut pula sebagai penutup dari proses ibadah haji dan umroh.

Apa itu tahallul? Bagaimana cara pelaksanaannya dan apa makna di baliknya? Simak penjelasan tahallul berikut ini.

Pengertian Tahallul

Tahallul adalah salah satu rukun haji yang wajib dipenuhi oleh seorang muslim yang sedang melaksanakan haji. Tahallul dilaksanakan tidak hanya bagi seseorang yang melaksanakan haji saja, akan tetapi juga pada seseorang yang melakukan ibadah umroh.

Menurut buku Ajar Studi Fiqih yang ditulis oleh Adila Septiana dan Firman Setiawan, tahallul secara bahasa artinya adalah menjadi boleh atau menjadi halal. Sedangkan tahallul menurut istilah syara’ artinya adalah dibebaskan atau diperbolehkannya seseorang dari larangan ihram.

Menurut ilmu fiqih, kata tahallul adalah keluar dari keadaan ihram, sebab telah melangsungkan amalan haji secara menyeluruh maupun sebagian. Rangkaian ibadah haji selesai ditandai dengan menggunting maupun mencukur beberapa helai rambut minimal tiga helai rambut yang dipotong untuk tahallul.

Sedangkan menurut Jumhur Ulama selain Syafi’iyah, tahallul hukumnya wajib dilaksanakan dan menurut ulama Syafi’iyah tahallul adalah rukun haji. Menurut pendapat dari ulama yang lain, tahallul adalah pelepasan, pembebasan, penghalalan dan pengampunan yang ditandai dengan menggunting maupun mencukur sebagian rambut dan sekurang-kurangnya sebanyak tiga helai.

Dasar hukum dari tahallul sebagaimana Allah berfirman yang artinya adalah, “Sesungguhnya kamu tetap memasuki Masjidil Haram (pada masa ditentukan) dalam keadaan yang aman dan menyempurnakan ibadah mu dengan cara mencukur kepala kamu dan jika tidak pun, maka kamu bisa menggunting sedikit rambutnya.” (Surat Al Fath ayat 27)

Sesuai dengan dalil tersebut, ayat 27 surat Al -Fath menjelaskan bahwa latar belakang atau seluk beluk hukum tahallul berawal ketika Nabi Muhammad serta para sahabatnya memasuki Mekah ketika Mekah telah dalam keadaan aman, tanpa ada rasa takut dari perlakuan buruk yang sebelumnya dilakukan oleh orang-orang musyrik.

Makna Tahallul, Bukan Sekadar Potong Rambut

Bercukur atau tahallul merupakan salah satu proses ibadah haji yang sangat penting serta tidak boleh ditinggalkan, terutama bagi umat muslim yang menganut madzhab Syafi’i.

Meskipun bercukur ini terkesan remeh, akan tetapi apabila ditinggalkan maka seseorang yang melaksanakan ibadah haji perlu mengulang hajinya di tahun depan, sebab ibadah haji yang ia laksanakan dinilai tidak sah. Sehingga artinya, tahallul merupakan proses yang wajib dilaksanakan agar ibadah haji sah.

Kemudian, kenapa hal yang dianggap remeh justru memiliki konsekuensi yang besar apabila tidak dilakukan? Hal ini tentu menjadi isyarat, bahwa sebenarnya tahallul memiliki makna yang lebih besar dibandingkan hanya bercukur. Selain itu, perintah tahallul ini menjadi isyarat bahwa otak dan kelebihan yang dimiliki oleh manusia semuanya berada dalam kuasa Allah.

Dengan diwajibkannya tahallul dalam rangkaian haji maupun umroh, Allah sejatinya ingin mengajarkan pada manusia bahwa meskipun manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan sempurna, akan tetapi mereka hanya manusia.

Manusia perlu sadar bahwa selamanya mereka adalah makhluk dan hamba Allah. Manusia perlu bersikap khusyuk, tawadhu atau rendah hati serta khudhu’. Ketiga sikap tersebut akan mengantarkan manusia menjadi makhluk yang dicintai oleh Allah.

Di sisi lain, rambut merupakan simbol dari mahkota seorang insan. Rambut merupakan perhiasan seseorang serta menjadi lambang ketampanan maupun kegagahan. Bertahallul atau mencukur rambut merupakan simbol bahwa seseorang bersedia meletakkan mahkotanya.

Artinya, orang tersebut akan bersedia menanggalkan kesombongan yang membuat dirinya merasa sangat tinggi hati dibandingkan orang lain. Rontoknya rambut ketika bertahallul menjadi simbol keangkuhan dan kesombongan seseorang yang ikut rontok dan membuat orang tersebut menjadi lebih rendah diri.

Sesuai dengan seluk-beluk atau dalilnya, maka dapat diartikan bahwa tahallul merupakan simbol agar seseorang yang melaksanakannya dapat terbebas dari segala kecemasan, ketakutan maupun ketidaknyamanan yang ada dalam hidupnya.

Sementara itu, Quraish Shihab berpendapat bahwa tahallul merupakan salah satu proses yang dapat dimaknai sebagai manusia yang diminta untuk memotong atau mencukur seluruh aibnya yang ada di masa lalu.

Manusia diminta untuk membuka lembaran baru kehidupannya dan lebih menyesuaikan perbuatan atau perangainya dengan tuntutan yang telah diridhoi oleh Allah. Tahallul juga dapat dimaknai sebagai simbol atau upaya untuk membersihkan diri serta menghapus cara berpikir yang kotor.

Macam-Macam Tahallul

Secara umum, tahallul dibedakan menjadi dua macam yaitu tahallul umroh dan tahallul haji. Berikut penjelasan tentang macam-macam tahallul.

1. Tahallul Umrah

Tahallul umroh adalah proses rangkaian yang dilakukan ketika seseorang melaksanakan ibadah umroh. Apabila seorang jemahaan telah menyelesaikan seluruh proses rangkaian ibadah umroh, maka mereka wajib memotong atau mencukur rambutnya beberapa helai.

Tahallul umroh menjadi penanda bahwa telah gugur larangan atas jamaah umroh tersebut yang dilakukan selama ia melaksanakan ibadah umroh serta diperbolehkan untuk melaksanakan aktivitas yang sebelumnya dilarang ketika sedang umroh.

2. Tahallul Haji

Tahallul yang kedua adalah tahallul haji yang dilaksanakan ketika seseorang melaksanakan ibadah haji. Pada tahallul haji, ada dua macam tahallul yaitu tahallul awal dan akhir. Berikut penjelasan tahallul haji.

a. Tahallul Ashghar atau Tahallul Awal

Tahallul ashghar atau tahallul awal adalah tahallul atau bercukur yang dilakukan pada tahap pertama dan ditandai dengan gugurnya sebagian larangan untuk para jamaah haji.

Tahallul awal dapat dilaksanakan dengan dua dari tiga cara yaitu dengan bercukur, thawaf ifadhah dan melempar jumrah aqabah pada 10 Dzulhijjah.

Jika telah melaksanakan ketiga amalan tersebut, maka seluruh larangan ihram telah diperbolehkan, kecuali untuk melaksanakan jima’ atau hubungan suami istri serta hal-hal yang mendorong untuk melakukan perbuatan tersebut, contohnya seperti menyentuh dengan syahwat dan mencium.

Tata cara melaksanakan tahallul awal adalah dengan bercukur atau dengan menggunting rambut yang dilakukan lebih awal ketika jamaah haji telah sampai di Minda setelah mabit dari Muzdalifah pada 10 Dzulhijjah, kemudian dilanjutkan dengan melempar jumratul aqabah.

Untuk jamaah haji, kebanyakan melaksanakan tahallul awal dengan cara di atas. Akan tetapi ada pula beberapa jamaah haji yang melakukan dengan cara kedua maupun ketiga.

Cara di atas dinilai lebih berat, sebab jamaah haji harus berangkat ke Mekah. Sementara itu kendaraan dari Mina ke Mekah cukup sulit. Kesulitan kedua adalah setelah selesai melaksanakan tahallul di Masjidil Haram, maka jamaah harus segera kembali ke Mina untuk menginap atau mabit serta melempar jumroh pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Jamaah haji harus sudah sampai di Mina sebelum matahari tenggelam. Karena jika ia sampai di Mina setelah matahari tenggelam maka mereka wajib membayar dam.

Sehingga dalam satu hari tersebut, jamaah harus bolak-balik dari Mina ke Mekah dan sebaliknya. Meskipun memiliki banyak kesulitan dalam pelaksanaannya, akan tetapi tahallul awal cara ini memiliki kelebihan.

Kelebihannya adalah dapat melaksanakan sholat Idul Adha di Masjidil Haram.

b. Tahallul Tsani atau Tahallul Akhir

Tahallul tsani, tahallul akbar atau tahallul akhir dilaksanakan jika telah telah terpenuhi seluruh proses pada rangkaian ibadah haji. Tahallul akhir akan tercapai apabila damaah melakukan tiga rangkaian yang lengkap yaitu bercukur, thawaf ifadhah dan melempar jumrah. Dengan melaksanakan tahallul akhir, maka seluruh larangan ketika ihram telah diperbolehkan kembali.

Ada yang berpendapat, bahwa tahallul akhir dilakukan dengan melontar jamratul aqabah, tawaf ifadah dan melakukan sai. Tahallul akhir dilakukan setelah jamaah haji melaksanakan thawaf dan sai haji, setelah kembali ke Mekah dan selesai wukuf di Arofah.

Atau setelah melaksanakan seluruh rukun haji, termasuk satu rukun wajib haji yaitu dengan melempar jumratul aqabah. Meskipun belum melempar tiga jamrah serta bermalam di Mina, maka tetap halal seluruh larangan ihram.

Itulah kedua macam tahallul. Dalam kitab fiqih, dijelaskan bahwa kedua macam tahallul memiliki perbedaan.

Menurut ulama Syafi’iyah perbedaan pada kedua macam tahallul tersebut ada pada tata cara melaksanakan tahallulnya. Berikut perbedaan di antara keduanya.

  • Pertama, tahallul awal telah dinilai dilaksanakan apabila seseorang telah melaksanakan dua di antara tiga hal berikut ini, yaitu melempar jumrah aqabah, menyembelih hewan kurban dan mencukur atau memotong rambut.
  • Kedua, tahallul kedua dinilai terlaksana apabila telah melakukan tiga hal berikut dengan sempurna, yaitu melempar jumrah aqabah, mencukur atau memendekan rambut serta melaksanakan thawaf ifadhah.
  • Ketiga, tahallul akbar dinilai telah terlaksana apabila melakukan tiga hal berikut dengan sempurna yaitu melempar jumrah aqabah, mencukur atau memendekan rambut dan melaksanakan thawaf ifadah setelah melaksanakan sai lebih dulu.

Tata Cara Melaksanakan Tahallul

Bagi jamaah laki-laki, disunnahkan untuk mencukur seluruh rambut dalam serangkaian proses tahallul. Menurut pendapat dari Syaikh Abu Bakar Syatha yang ada pada kitab I’anatut Thalibin menjelaskan bahwa dengan menggundulkan seluruh rambut bagi jamaah haji selain perempuan adalah lebih utama apabila, menurut kesepakatan dari para ulama.

Sedangkan bagi jamaah haji perempuan tidak dianjurkan mencukur habis rambutnya. Akan tetapi memotong rambutnya hingga sepanjang ujung jari saja. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al Mughni, dijelaskan bahwa seorang perempuan dapat memotong rambutnya hingga sepanjang ruas jemarinya yaitu sepanjang ujung ruas jemari saja.

Dianjurkan untuk perempuan tidak digundul dan tidak dicukur pendek. Tata cara tahallul bagi perempuan ini tidak memiliki perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Imam Ahmad mengatakan, bahwa mencukur setiap ujung rambut sepanjang rusa jari.

Sedangkan Abu Daud berpendapat bahwa dirinya mendengar Ahmad ditanyai oleh perempuan tentang mencukur pendek setiap rambutnya dan ia menjawab dengan mengumpulkan seluruh rambutnya di arah depan yang kemudian dipotong bagian ujung-ujung rambutnya dengan sepanjang ruas jari.

Lalu bagaimana dengan jamaah haji yang telah memotong atau mencukur rambutnya sampai habis atau botak? Karena tahallul merupakan rukun haji yang tidak dapat ditinggalkan dan tidak dapat diganti dengan membayar fidyah atau membayar denda menurut madzhab syafi’i.

Standar minimal dari melaksanakan tahallul adalah dengan menghilangkan tiga helai rambut dengan berbagai macam cara, bisa dengan mencukur habis rambut, memotong sebagian saja, mencabut rambut atau bahkan membakar dan lainnya.

Bagi laki-laki atau jamaah haji yang telah memiliki kepala botak atau plontos sebelum melangsungkan ibadah haji, maka tidak perlu melaksanakan proses tahallul. Artinya syariat mencukur atau memotong rambut sebagai bagian dari rukun haji atau umroh tidak berlaku.

Orang yang memiliki kepala botak, tidak perlu menunggu hingga rambutnya tumbuh untuk melaksanakan proses tahallul. Akan tetapi mereka tetap disunnahkan untuk melaksanakan tahallul secara simbolis dengan menggunakan alat cukur. Caranya adalah berpura-pura menggunakan alat cukur di kepalanya seperti ketika ia hendak mencukur rambut. Hal tersebut dilakukan agar menyerupai orang-orang yang melaksanakan tahallul dengan mencukur habis rambutnya.

Menurut Imam al- Adzra’i, sunah ini hanya berlaku bagi laki-laki saja, sebab perempuan tidak disunnahkan untuk mencukur habis rambut di kepalanya.

Syekh Ibnu Hajar al Haitami mengatakan, yang artinya adalah “orang yang melaksanakan ihram dan tidak memiliki rambut di kepalanya, bisa karena bawaan dari lahir atau telah dicukur sebelumnya atau telah melaksanakan umrah setelahnya, disunahkan bagi dirinya untuk menjalankan alat di atas kepala menurut kesepakatan ulama. Sebab menyerupai orang-orang yang sedang mencukur rambutnya.

Imam al-Adzra’i menyampaikan bahts sunnah tersebut berlaku khusus untuk jamaah laki-laki. Karena mencukur rambut tidak disyariatkan untuk selain laki-laki.” (Syekh Ibnu Hajar al Haitami.)

Selain menjalankan alat cukur dengan simbolis, disunnahkan pula untuk mengambil atau memotong sebagian dari rambut kumis ataupun jenggot. Hal ini dijelaskan oleh Syekh Khatib al-Syarbini.

“Disunnahkan untuk mengambil sebagian dari kumis ataupun rambut jenggotnya, agar muhrim atau orang yang melaksanakan ihram menanggalkan bagian dari rambutnya karena Allah.” (Al-Syarbini: II/269).

Maka kesimpulannya, orang yang botak atau plontos tidak perlu menunggu rambutnya tumbuh untuk melaksanakan umrah atau haji atau menunggu rambut tumbuh untuk melaksanakan tahallul. Sebab, hukum tahallul menjadi tidak wajib pada orang yang memiliki kepala botak.

Sementara itu, bagi laki-laki yang tidak botak maka tetap memiliki kewajiban untuk melaksanakan tahallul dengan memotong sebagian atau mencukur rambutnya. Akan tetapi disunnahkan untuk mencukur habisnya rambutnya. Bagi jamaah perempuan, maka diwajibkan untuk melaksanakan tahallul dengan memotong sebagian rambutnya, minimal tiga helai sepanjang ruas jari saja.

Demikianlah penjelasan tentang tahallul adalah memotong atau mencukur rambut kepala dan salah satu rukun haji dan umrah yang wajib dilaksanakan serta tidak dapat digantikan dengan membayar fidyah.

 

Umroh murah, mudah, dan terpercaya : 

Source : gramedia.com

Sabun Mandi Termasuk Pewangi Dalam Ihram ?

Sabun Mandi Termasuk Pewangi Dalam Ihram ?

Sabun Mandi Termasuk Pewangi Dalam Ihram ? Ada beberapa hal yang dilarang dalam ihram, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Di antaranya adalah memakai wewangian. Jika larangan ini dilanggar maka pelakunya harus membayar dam. Namun bagaimana jika mandi dengan sabun. Dalam konteks ini para ulama berbeda pendapat.

Menurut Madzhab Syafi’i dan Hanbali orang yang dalam kondisi ihram boleh saja mandi dengan sabun, namun menurut Madzhab Hanafi tidak boleh. Sedangkan Madzhab Maliki membolehkan mandi hanya untuk mendingingkan badan bukan membersihkannya. Hal ini sebagaimana dikemukakan Wahbah az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu.

وَالْخُلَاصَةُ تَحْرِيمُ مَسِّ الطِّيبِ بِالْاِتِّفَاقِ وَكَذَا قَصْدُ شَمِّهِ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ وَيُكْرَهُ عِنْدَ غَيْرِهِمْ، وَتَحْرِيمُ الْإِدْهَانِ بِالزُّيُوتِ مُطْلَقاً عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ وَالْمَالِكِيَّةِ، وَبِالدُّهْنِ الْمُطَيِّبِ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ دُونَ غَيْرِ الْمُطَيِّبِ، وَدُهْنِ الشَّعْرِ وَالرَّأْسِ فَقَطْ مُطْلَقاً عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَلَوْ بِغَيْرِ مُطَيِّبِ. وَيَجُوزُ الْاِغْتِسَالُ وَلَوْ بِالصَّابُونِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ، وَلَا يَجُوزُ بِالصَّابُونِ وَنَحْوِهِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ، وَيَغْتَسِلُ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ لِلتَّبَرُّدِ لَا لِلتَّنْظِيفِ  

“Kesimpulannya adalah keharaman memakai wewangian sesuai kesepakatan para ulama. Begitu juga haram menciumnya menurut Madzhab Hanbali dan makruh menurut yang lainnya. Dan haram secara mutlak meminyaki dengan minyak menurut Abu Hanifah dan Madzhab Maliki dan meminyaki dengan minyak yang berbau wangi menurut Madzhab Hanbali bukan minyak yang tidak berbau wangi, dan minyak rambut dan kepala saja secara mutlak menurut Madzhab Syafi’i walau pun tidak wangi. Boleh mandi (bagi orang yang dalam ihram) dengan sabun menurut Madzhab Syafi’i dan Hanbali, tidak boleh menurut Madzhab Hanafi mandi dengan sabun dan sejenisnya. Sedang menurut Madzhab Maliki boleh mandi untuk mendinginkan badan bukan untuk membersihkan.” (Lihat Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus-Dar al-Fikr, cet ke-2, 1305 H/1985 M, juz, 3, h. 239)

Titik perbedaan perbedaan pendapat di atas adalah apakah sabun dikategorikan sebagai wewangian atau bukan. Atau apakah orang yang mandi dengan sabun dikategorikan ia memakai wewangian apa tidak. Dalam pandangan Madzhab Syafi’i dan Hanbali sabun bukan masuk kategori wewangian. Sebab, orang yang mandi dengan sabun tidak dinamakan orang yang memakai wewangian. Karenanya, orang yang sedang dalam kondisi ihram boleh mandi dengan sabun.

Hal ini tentunya berbeda dengan Madzhab Hanafi yang cenderung memahami sabun sebagai salah satu wewangian. Artinya orang yang mandi dengan sabun sama dengan orang yang memakai wewangian sehingga tidak diperbolehkan bagi orang yang sedang ihram.

Dari penjelasan singkat di atas maka setidaknya bisa ditarik kesimpulan bahwa jika kita menganggap bahwa sabun adalah termasuk wewangian maka orang yang sedang dalam kondisi ihram tidak boleh mandi dengan sabun. Sebab semua ulama sepakat bahwa orang yang dalam kondisi ihram tidak boleh memakai wewangian.

Tetapi jika kita memahami bahwa sabun bukan masuk kategori wewangian maka boleh bagi orang yang sedang dalam kondisi ihram mandi dengan sabun. Kami termasuk yang sependapat dengan ini. Sebab sabun diperlukan untuk sekedar membersihkan badan. Namun tetap kami sarankan pilih sabun yang bau wanginya tidak terlalu menyengat dan dipakai seperlunya saja.

Demikian penjelasan yang dapat kami kemukakan, semoga bisa menjadi panduan. Dan saran kami dalam menjalankan ibadah haji pilihlah pendapat yang sekiranya tidak memberatkan diri sepanjang itu tidak merusak haji dan bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat. Sebab, ibadah haji adalah ibadah yang sangat berat baik fisik maupun non fisik. Dan jangan lupa untuk selalu memperhatikan kesehatan. (Mahbub Ma’afi Ramdlan)

 

Umroh murah, mudah, dan terpercaya :

 

Source : nu.or.id

Agen Travel Umroh Surabaya terpercaya dengan pembimbing terbaik, menjadikan perjalanan ibadah Anda lebih bermakna.

Nomor Izin U.491 Tahun 2021

Email
admin@nhumroh.com

Follow Kami :

Lokasi

Head Office :
Perum IKIP Gunung Anyar B48, Surabaya

Copyright © 2024 PT Nur Hamdalah Prima Wisata