Paket
Fasilitas
Galeri
Chat me
Bulan Persiapan Haji: Makna dan Nilai-Nilai Universal

Bulan Persiapan Haji: Makna dan Nilai-Nilai Universal

Bulan-bulan haji merupakan masa yang penuh berkah dan pengingat akan salah satu rukun Islam yang agung, yakni ibadah haji. Sebagaimana yang kita ketahui, Allah SWT telah menetapkan bulan-bulan tertentu sebagai waktu pelaksanaan dan persiapan haji, yaitu dimulai sejak bulan Syawwal, Dzulqa’dah, dan sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Ini bukan hanya sekadar penanda waktu, melainkan juga pengantar bagi umat Islam untuk mempersiapkan diri secara spiritual, fisik, dan sosial menuju puncak ibadah yang penuh nilai-nilai universal.

Dalam artikel ini, kita akan membahas makna bulan persiapan haji serta nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya. Tidak hanya untuk mereka yang akan berhaji, tetapi juga bagi seluruh umat Islam di mana pun berada.

Makna Bulan Persiapan Haji dalam Syariat Islam

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 197 yang mana berbunyi:

ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌۭ مَّعْلُومَـٰتٌۭ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ

Artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Maka barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (kata-kata kotor), berbuat fasik, dan bertengkar dalam masa mengerjakan haji.”(QS. Al-Baqarah: 197)

Ayat ini menunjukkan bahwa ibadah haji bukan hanya sekadar ritual fisik, tetapi juga mengandung unsur penyucian diri dan akhlak, yang harus dimulai sejak masa persiapan. Para ulama menafsirkan bahwa bulan-bulan ini—Syawwal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah—adalah masa yang disyariatkan untuk berniat, memulai ihram, dan menata hati menuju Baitullah.

Nilai-Nilai Universal dalam Ibadah Haji dan Bulan Persiapannya

1. Kesatuan dan Persaudaraan Umat Islam

Dalam pelaksanaan ibadah haji, umat Islam dari seluruh dunia berkumpul tanpa memandang ras, warna kulit, bahasa, ataupun status sosial. Ini adalah manifestasi dari nilai persatuan dan ukhuwah Islamiyah.

Nabi Muhammad Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadits yang di riwayatkan oleh Hadits Ahmad yang mana berbunyi:

إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، كُلُّكُمْ لِآدَمَ، وَآدَمُ مِنْ تُرَابٍ، أَكْرَمُكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ

Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kalian satu, dan ayah kalian satu. Kalian semua berasal dari Adam, dan Adam diciptakan dari tanah. Yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa” (HR. Ahmad, Hasan)

Ibadah haji menghapuskan sekat-sekat duniawi dan mengajarkan bahwa kita semua adalah hamba di hadapan-Nya.

2. Kedisiplinan dan Tertib dalam Beragama

Persiapan haji mengajarkan umat Islam untuk disiplin dalam niat, waktu, dan amal. Mereka yang akan berhaji harus mematuhi berbagai aturan dan rukun yang telah ditetapkan.

Nabi Muhammad Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadits yang di riwayatkan oleh Hadits Muslim yang berbunyi:

خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ

Artinya: “Ambillah dariku tata cara manasik kalian.”(HR. Muslim)

Ini mengandung pelajaran bahwa ibadah tidak bisa dilakukan sesuka hati, tetapi harus mengikuti tuntunan syariat.

3. Kesabaran dan Keikhlasan

Bulan persiapan haji menuntut seseorang untuk sabar dalam menghadapi ujian, mulai dari pengeluaran harta, kesehatan, hingga waktu dan tenaga. Semua itu dilakukan semata-mata untuk Allah.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 110 yang mana berbunyi:

وَمَا تُقَدِّمُوا۟ لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍۢ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌۭ

Artinya: “Dan apa saja kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, niscaya kamu akan mendapat pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 110)

4. Pelajaran Bagi yang Tidak Berhaji

Meskipun tidak semua umat Islam berkesempatan menunaikan ibadah haji, bulan-bulan ini tetap menjadi momen refleksi bagi seluruh umat. Kita dapat meneladani:

5. Semangat ibadah dan taubat nasuha.

6. Menumbuhkan rasa ukhuwah dan peduli kepada sesama.

7. Berdoa dan menghidupkan amalan sunnah, seperti puasa di awal Dzulhijjah.

Nabi Muhammad Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadits yang di riwayatkan oleh Hadits Bukhari yang mana berbunyi:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ» يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ

Artinya: “Tidak ada hari-hari di mana amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah).” (HR. Bukhari)

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bulan-bulan persiapan haji adalah masa yang sarat dengan nilai spiritual dan kemanusiaan. Bukan hanya bagi para tamu Allah yang akan menunaikan ibadah haji, tetapi juga bagi seluruh umat Islam untuk meningkatkan ketakwaan, kesadaran sosial, dan penghambaan yang murni kepada Allah.

Melalui momentum ini, kita diajak untuk kembali kepada nilai-nilai Islam yang luhur: keikhlasan, persatuan, kesabaran, dan ketaatan kepada syariat. Mari kita maksimalkan bulan-bulan ini dengan memperbanyak amal, mendoakan saudara-saudara kita yang berhaji, serta memohon kepada Allah agar suatu saat diberikan kesempatan menjadi tamu-Nya di Tanah Suci.

اللهم ارزقنا حجاً مبروراً وزيارةً إلى بيتك الحرام

Artinya: “Ya Allah, anugerahkan kepada kami haji yang mabrur dan kunjungan ke rumah-Mu yang suci.”

Demikianlah yang dapat kita sampaikan semoga bermanfaat.

Source : radarseluma.com

📌Info Pendaftaran Umroh dan Haji

📱Official WA: 0812 3382 7372

🌏nhumroh.com

Hikmah di Balik Ibadah Haji: Jalan Menuju Keikhlasan dan Kesabaran

Hikmah di Balik Ibadah Haji: Jalan Menuju Keikhlasan dan Kesabaran

Ibadah haji bukan sekadar perjalanan fisik ke Tanah Suci, melainkan juga sebuah perjalanan spiritual yang penuh makna dan pelajaran hidup. Setiap rangkaian ibadah yang dilakukan selama haji mengandung nilai-nilai luhur yang dapat membentuk karakter, meningkatkan keimanan, dan memperkuat hubungan manusia dengan Allah SWT maupun sesama.

Berikut beberapa hikmah di balik ibadah haji:

  1. Pengampunan Dosa dan Pembersihan Diri:
    Ibadah haji dianggap sebagai sarana untuk membersihkan dosa-dosa masa lalu, sehingga jemaah yang menunaikannya dengan penuh kesungguhan dapat kembali seperti bayi yang baru lahir, bersih dari dosa-dosa kecil. 
  2. Meningkatkan Keimanan dan Ketakwaan:
    Melalui ibadah haji, seseorang dapat memperkuat keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Ritual-ritual haji, seperti thawaf dan wuquf di Arafah, mengingatkan akan kebesaran Allah dan pentingnya mendekatkan diri kepada-Nya.
  3. Menumbuhkan Rasa Persaudaraan Umat Islam:
    Haji mempertemukan umat Islam dari seluruh dunia, tanpa memandang ras, suku, atau status sosial. Hal ini menciptakan rasa persaudaraan dan persatuan yang kuat di antara umat Islam.
  4. Pengingat Sejarah Nabi Ibrahim dan Perjuangan Beliau:
    Ibadah haji mengingatkan umat Islam pada perjuangan Nabi Ibrahim AS dan keluarganya dalam membangun Ka’bah. Hal ini menjadi inspirasi untuk terus berusaha dan berbuat baik, seperti yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim.
  5. Menyaksikan Kiblat Umat Islam:
    Jemaah haji dapat menyaksikan langsung kiblat umat Islam, yaitu Ka’bah di Masjidil Haram. Hal ini menjadi pengingat bahwa umat Islam di seluruh dunia bersatu dalam ibadah dan mengarahkan diri kepada satu tujuan, yaitu Allah SWT.
  6.  Menjadikan Tamu Allah: 
    Orang yang berhaji menjadi tamu Allah dan berkesempatan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ibadah haji juga memberikan kesempatan untuk menikmati rahmat dan keberkahan Allah.
  7. Menjadikan Contoh Perjuangan dan Keteladanan:
    Haji mengingatkan pada perjuangan dan keteladanan Nabi Ibrahim, Ismail, dan Hajar dalam menghadapi cobaan dan perintah Allah. Hal ini menjadi inspirasi untuk terus berusaha dan berbuat baik, seperti yang ditunjukkan oleh para tokoh tersebut. 
📌Info Pendaftaran Umroh dan Haji
📱 Official WA: 0812 3382 7372
🌏 nhumroh.com
Tips Produktif Ala Muslim: Menata Waktu Sesuai Sunnah

Tips Produktif Ala Muslim: Menata Waktu Sesuai Sunnah

Produktivitas dalam Islam tidak hanya soal banyaknya aktivitas, tapi juga bagaimana waktu digunakan secara berkah dan bermanfaat. Rasulullah SAW adalah contoh sempurna dalam manajemen waktu: seimbang antara ibadah, kerja, keluarga, dan istirahat. Berikut beberapa tips agar waktu kita lebih berkah dan produktif ala sunnah:

1. Mulai Hari Lebih Pagi

Rasulullah SAW bersabda: “Ya Allah, berkahilah umatku di waktu pagi mereka.” (HR. Tirmidzi)

Bangun sebelum subuh memberi kesempatan untuk salat tahajud, membaca Al-Qur’an, dan mempersiapkan hari tanpa tergesa-gesa. Ini juga waktu yang sangat penuh keberkahan.

2. Susun Prioritas Harian

Gunakan prinsip niat lillah (untuk Allah) dalam setiap aktivitas. Buat daftar tugas harian, bedakan mana yang wajib, sunnah, dan mubah. Fokus dulu pada yang paling penting dan berdampak.

3. Sisipkan Ibadah di Tengah Aktivitas

Shalat lima waktu menjadi “break time” yang menyegarkan fisik dan hati. Usahakan untuk salat tepat waktu, karena itu juga cara menjaga ritme harian tetap teratur.

4. Hindari Waktu Terbuang dengan Hal Sia-Sia

Termasuk tanda kebaikan seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat (HR. Tirmidzi). Kurangi scroll media sosial berlebihan, obrolan kosong, atau menunda-nunda pekerjaan.

5. Gunakan Waktu Malam untuk Evaluasi Diri

Sebelum tidur, biasakan muhasabah: apa saja yang sudah dilakukan hari ini? Sudahkah cukup amal kebaikan? Evaluasi ini membuat hari esok lebih baik.

6. Istirahat yang Cukup dan Sunnah

Tidur siang (qailulah) sejenak sebelum Zuhur adalah sunnah Nabi yang membantu tubuh tetap segar dan fokus. Tidur malam pun hendaknya tidak terlalu larut dan diawali dengan wudhu serta doa.

 

📌Info Pendaftaran Umroh dan Haji
📱 Official WA: 0812 3382 7372
🌏 nhumroh.com

Umrah sebagai Pengingat Tujuan Hidup: Menemukan Makna dan Arah dalam Setiap Langkah Ibadah

Umrah sebagai Pengingat Tujuan Hidup: Menemukan Makna dan Arah dalam Setiap Langkah Ibadah

Umrah, sebagai ibadah yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah, memiliki makna yang sangat mendalam bagi setiap Muslim yang melaksanakannya. Di balik setiap langkah yang diambil dalam rangkaian ibadah ini, tersimpan pesan-pesan besar tentang tujuan hidup yang seringkali terlupakan di tengah kesibukan duniawi. Umrah bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan ruhani yang mengingatkan kita kembali kepada tujuan hidup yang sesungguhnya, yaitu untuk beribadah dan mencari ridha Allah SWT.

Umrah sebagai Pengingat Tujuan Hidup

Menurut Al-Qur’an, Allah menciptakan manusia dengan tujuan yang jelas, yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Dalam Surah Adh-Dhariyat ayat 56, Allah berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Ibadah adalah tujuan hidup yang mencakup segala aspek kehidupan manusia, dan umrah merupakan salah satu cara untuk mewujudkan tujuan tersebut. Dengan melakukan ibadah umrah, seorang Muslim kembali disadarkan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara, dan yang abadi adalah kehidupan di akhirat. Setiap langkah dalam ibadah umrah membawa seorang hamba untuk merenung dan berusaha memperbaiki diri agar selalu berjalan di jalan yang diridhai Allah.

Umrah adalah pengingat yang sangat penting bagi setiap Muslim tentang tujuan hidupnya. Di tengah kehidupan yang sering kali dipenuhi oleh kebingungan, godaan dunia, dan kesibukan sehari-hari, umrah menjadi sarana untuk kembali fokus pada tujuan utama hidup, yaitu beribadah kepada Allah. Setiap bagian dari umrah mengajarkan kita untuk menjauhkan diri dari kesenangan dunia yang sementara, dan berusaha untuk memperoleh ridha Allah yang kekal.

Dalam setiap tahapan umrah, kita kembali diingatkan bahwa hidup ini bukan tentang mengejar harta atau popularitas, tetapi tentang bagaimana kita bisa memperbaiki diri, memperkuat iman, dan terus mendekatkan diri kepada Allah. Umrah mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam kehidupan duniawi yang melupakan tujuan akhir, yaitu kehidupan yang kekal di akhirat.

Umrah dan Peranannya dalam Kehidupan Seorang Muslim

Bagi mereka yang menjalankannya, umrah memberikan kesan mendalam yang bertahan lama. Umrah tidak hanya memberikan kesenangan fisik dan emosional, tetapi juga memberikan kesegaran spiritual yang mengingatkan kita akan tujuan hidup yang sejati. Ketika kita menunaikan umrah, kita melangkah dengan penuh kesadaran bahwa tujuan hidup kita lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan duniawi, tetapi untuk mencari ridha Allah dan mempersiapkan diri untuk kehidupan yang kekal di akhirat.

Umrah terdiri dari beberapa rangkaian ibadah, masing-masing memiliki makna dan hikmah tersendiri yang mengingatkan kita pada tujuan hidup.

  1. Ihram: Menanggalkan Segala Duniawi
    Proses ihram mengajarkan kita untuk melepaskan segala keterikatan duniawi. Sebelum memasuki Tanah Suci, jemaah mengenakan pakaian ihram sebagai simbol kesucian dan kerendahan hati. Ihram mengingatkan kita bahwa pada akhirnya, kita semua akan kembali kepada Allah dengan tangan hampa, tanpa membawa apapun kecuali amal perbuatan.

  2. Thawaf: Melingkari Ka’bah sebagai Pusat Kehidupan
    Thawaf, mengelilingi Ka’bah tujuh kali, bukan hanya sebuah ritual, tetapi sebuah pengingat bahwa segala sesuatu dalam hidup harus berputar mengelilingi Allah. Ka’bah sebagai kiblat umat Islam mengajarkan bahwa segala aktivitas hidup, baik dalam pekerjaan, keluarga, maupun pergaulan, harus mengarah kepada tujuan yang satu, yaitu keridhaan Allah.

  3. Sa’i: Ikhtiar dan Tawakal
    Sa’i, berlari-lari kecil antara Safa dan Marwah, mengingatkan kita akan perjuangan dan harapan. Ini adalah simbol dari ikhtiar yang harus dilakukan seorang Muslim dalam mencapai tujuan hidupnya. Seperti halnya Siti Hajar yang mencari air untuk anaknya, kita juga diajarkan untuk berusaha sekuat tenaga, namun tetap dengan tawakal kepada Allah.

  4. Tahallul: Mengikuti Sunnah Nabi
    Proses tahallul, yaitu mencukur rambut setelah selesai melakukan ibadah umrah, mengingatkan kita untuk membersihkan hati dan diri dari dosa. Ini adalah langkah simbolis yang menunjukkan kesiapan untuk memulai kehidupan baru yang lebih baik dan lebih dekat dengan Allah.

Umrah adalah kesempatan emas untuk merasakan ketenangan hati dan kedekatan kepada Allah SWT. Melalui ibadah ini, jemaah tidak hanya menjalankan ritual, tetapi juga mendapatkan pengalaman spiritual yang mendalam. Dengan menjaga semangat dan nilai-nilai yang diperoleh selama Umrah, kita dapat terus mendekatkan diri kepada Allah dan menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Semoga setiap langkah kita selalu dalam lindungan dan bimbingan-Nya

Informasi Umroh Musim Baru :
📱 Official WA: 0812 3382 7372
🌏 nhumroh.com

Tips Mengatasi Malas Ibadah dalam Islam

Tips Mengatasi Malas Ibadah dalam Islam

 

Malas ibadah adalah ujian yang sering dialami oleh setiap Muslim. Bahkan orang yang tampak taat sekalipun pasti pernah merasakan futur (turunnya semangat beribadah). Rasulullah SAW pun pernah mengingatkan bahwa iman itu bisa naik dan turun. Yang penting adalah bagaimana kita menyikapinya dan mencari solusi agar tidak larut dalam rasa malas tersebut.

Berikut beberapa tips Islami untuk mengatasi rasa malas ibadah:

1. Ingat Tujuan Hidup: Ibadah adalah Esensi Kehidupan

Allah berfirman: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Menguatkan niat dan menyadari bahwa hidup ini hanya sementara bisa menjadi pemantik semangat untuk kembali beribadah. Tanyakan pada diri sendiri: “Untuk apa aku hidup kalau bukan untuk Allah?”

2. Perbanyak Doa Minta Kekuatan Iman

Rasulullah SAW mengajarkan doa:  “Yaa Muqallibal Quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinika.”
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi)

Minta kepada Allah agar hati kita selalu diberi taufik untuk semangat beribadah, karena hidayah itu milik-Nya.

3. Mulai dari yang Kecil tapi Konsisten

Rasulullah SAW bersabda: “Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang terus menerus dilakukan walaupun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jangan menunggu semangat dulu baru beribadah. Mulailah dari hal-hal kecil: shalat tepat waktu, dzikir pagi-sore, atau membaca satu halaman Al-Qur’an per hari.

4. Jauhi Dosa dan Lingkungan yang Melemahkan Iman

Dosa-dosa yang dilakukan terus-menerus bisa menjadi penyebab hati gelap dan malas ibadah. Begitu juga dengan lingkungan yang tidak mendukung, bisa mempengaruhi semangat ruhani kita.

Carilah teman-teman yang shalih/shalihah dan lingkungan yang mendekatkanmu pada Allah.

5. Dengarkan Kajian atau Baca Buku Islami

Ilmu adalah bahan bakar iman. Seringkali kita merasa malas karena hati kosong dari ilmu. Mendengarkan ceramah para ulama seperti Ust. Hanan Attaki, Ust. Adi Hidayat, atau membaca buku dari Imam Al-Ghazali atau Ibnul Qayyim bisa membangkitkan semangat beribadah.

6. Ingat Kematian dan Kehidupan Akhirat

Malas ibadah seringkali muncul karena hati terlalu sibuk dengan dunia. Padahal dunia ini fana.

Rasulullah SAW bersabda: “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan, yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi)

Ingat bahwa setiap hari kita mendekat pada hari kematian—apakah kita sudah siap bertemu Allah?

 

Kesimpulan :

Rasa malas beribadah adalah hal manusiawi, namun bukan untuk dibiarkan. Dengan niat yang kuat, upaya yang konsisten, dan dukungan dari lingkungan yang positif, semangat ibadah bisa kembali tumbuh. Jangan tunggu hati siap dulu untuk ibadah, tapi gunakan ibadah sebagai cara untuk menyiapkan hati.

 

Informasi Umroh Musim Baru :
📱 Official WA: 0812 3382 7372
🌏 nhumroh.com


 

Rajab: Kaitan Erat dengan Ka’bah hingga Keagungannya

Rajab: Kaitan Erat dengan Ka’bah hingga Keagungannya

Ka'bah sebagai kiblat umat muslim dunia beribadah
Sumber: pinterest.com

Bulan Rajab merupakan salah satu dari empat bulan haram dalam kalender Hijriyah lho~ Keistimewaan yang dimiliki bulan Rajab disebabkan karena pada bulan ini terdapat banyak keutamaan serta peristiwa penting dalam sejarah Islam. Sebut saja peristiwa Isra’ Mi’raj dan pemindahan kiblat umat Islam dari Masjid Al-Aqsa ke Ka’bah. Wah, dua peristiwa besar Islam tersebut terjadi di bulan ketujuh Hijriah ini, menarik sekali bukan?

Pemindahan Kiblat Umat Islam Terjadi di Bulan Rajab

Ka’bah merupakan simbol penyatuan umat Islam di seluruh dunia. Pada awal masa Islam, Nabi Muhammad Saw. mengajak para pemeluk agama Islam menghadap Masjid Al-Aqsa di Yerusalem saat melaksanakan shalat. Hal tersebut sesuai dengan kebiasaan Nabi Ibrahim AS dan para nabi sebelumnya. Namun, setelah beberapa waktu, Allah Swt. memerintahkan Nabi Muhammad Saw. untuk mengubah arah kiblat menuju Ka’bah di Mekkah. Tahukah kamu mengapa?

Hmm, peristiwa pemindahan kiblat tersebut terjadi pada tahun kedua Hijriyah, di bulan Rajab. Masa tersebut adalah masa setelah umat Islam mengalami banyak ujian dan tantangan di Madinah. Nabi Muhammad Saw. saat itu menerima wahyu dari Allah Swt. yang memerintahkan untuk mengalihkan arah kiblat dari Masjid Al-Aqsa ke Ka’bah di Mekkah. Masjid Al-Aqsa telah menjadi kiblat umat Islam sejak zaman Nabi Ibrahim AS.

Al-Aqsa sebagai kiblat umat Islam sebelum Ka'bah
Sumber: pinterest.com

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 144:

“Kami lihat wajahmu menengadah ke langit, maka Kami palingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Oleh karena itu, palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arahnya…” 

Nah, setelah turunnya ayat tersebut, kiblat yang semula menghadap Masjid Al-Aqsa, berganti menghadap Ka’bah. Hal tersebut bukan hanya mengubah arah fisik dalam shalat, tetapi juga memiliki makna yang mendalam terkait dengan identitas umat Islam. Dengan menghadap Ka’bah, umat Islam menunjukkan bahwa mereka mengikuti petunjuk Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. Selain itu, menunjukkan pula pembeda antara umat Islam dengan umat lainnya, seperti Yahudi dan Nasrani, yang juga memiliki kiblat masing-masing.

Simbol Kemandirian dan Identitas Islam

Dengan pemindahan kiblat, umat Islam menunjukkan identitas mereka sebagai umat yang mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya, terpisah dari pengaruh agama-agama sebelumnya.

Kesatuan Umat Islam

Ka’bah sebagai pusat ibadah umat Islam menyatukan mereka dalam satu arah, sehingga umat Islam di seluruh dunia dapat menghadap Ka’bah saat melaksanakan shalat.

Penguatan Simbol Ka’bah

Sebagai tempat pertama yang dibangun untuk menyembah Allah oleh Nabi Ibrahim AS, Ka’bah menjadi pusat ibadah yang sangat mulia, dan pemindahan kiblat semakin meneguhkan kedudukannya.

Meskipun tidak ada amal ibadah khusus yang diwajibkan atau dikhususkan di bulan Rajab, namun banyak hadits yang mengajarkan untuk memperbanyak doa dan istighfar (memohon ampunan) selama bulan ini. Salah satu doa yang sering dibaca oleh umat Islam di bulan Rajab adalah:

اللّهُمّ بارِكْ لَنَا فِي رَجَب وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan.”

Pemindahan kiblat pada bulan Rajab merupakan peristiwa penting dalam sejarah Islam yang mengubah arah ibadah umat Islam, sekaligus memberikan makna yang lebih dalam terkait dengan identitas dan kesatuan umat Islam. Ka’bah yang terletak di Makkah menjadi kiblat utama umat Islam, dan peristiwa ini menegaskan bahwa Ka’bah adalah tempat yang dipilih Allah SWT untuk disembah, baik oleh umat Islam maupun oleh umat sebelumnya.

Nah, setelah mengetahui keutamaan beriring keberkahan bulan Rajab ini, yuk kita perbanyak kegiatan yang mendekatkan diri kepada Allah!

Info travel umrah terpercaya klik disini.

 

Penulis: Nur Kumalatuz Zahroh

 

DOWNLOAD KATALOG UMROH 2025, Klik Disini

Mengenal Hijr Ismail

Mengenal Hijr Ismail

Hijir Ismail adalah sebuah tempat sebelah utara bangunan Ka’bah, berbentuk setengah lingkaran, dibangun oleh Nabi Ismail alaihissalam, termasuk bangunan suci umat Islam. Ka’bah sendiri secara keseluruhan dibangun oleh Nabi Ibrahim, kemudian datanglah nabi Ismail membantu bapaknya, dengan membawa batu. Batu-batu yang dikumpulkan, dalam bahasa Arab disebut hijir. Oleh karena itu bagian ka’bah yang dibangun oleh nabi Ismail dinamakan Hijir Ismail alahissalam.

Sejarah

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘Alaihimassalam telah membangun Ka’bah secara sempurna termasuk di dalamnya Hijir ini. Kemudian dinding Ka’bah sempat roboh akibat bekas kebakaran dan banjir yang menerjangnya. Kemudian pada tahun 606 M, kaum Quraisy merobohkan sisa dinding Ka’bah lalu merenovasi kembali. Akan tetapi, karena kekurang dana yang halal untuk menyempurnakan pembangunan sesuai fondasi yang dibangun Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Alaihimassalam, akhirnya mereka mengeluarkan bagian bangunan Hijir dan sebagai gantinya mereka membangun dinding pendek, sebagai tanda bahwa ia termasuk di dalam Ka’bah. Hal ini dilakukan karena mereka telah memberikan syarat pada diri mereka sendiri untuk tidak akan menggunakan dana untuk pembangunan Ka’bah kecuali dari dana yang halal. Mereka tidak menerima biaya dari hasil pelacuran, tidak juga jual beli riba dan tidak juga dana dari menzalimi seseorang.

Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang dinding (maksudnya Hijir Ismail) “Apakah ia termasuk Ka’bah?” Dia menjawab, “Ya.” Saya bertanya, “Kenapa mereka tidak memasukkan ke dalam Ka’bah?” Dia menjawab, “Sesungguhnya kaummu kekurangan dana.”

— Bukhari (1584) dan Muslim (1333)

Beribadah di Hijir Ismail

Hijir Ismail adalah salah satu tempat dimakbulkannya sebuah do’a. Adapun beribadah di dalam Hijir Ismail hukumnya Sunnah, seperti yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah,

Aku pernah minta kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar diberi izin masuk Ka’bah untuk shalat didalamnya. Lalu dia membawa aku ke Hijir Ismail dan bersabda: “Salatlah di sini kalau ingin salat di dalam Ka’bah karena Hijir Ismail ini termasuk bagian Ka’bah.”

Kesunnahan ibadah di sini sifatnya berdiri sendiri, tidak ada kaitan dengan ibadah haji, seperti thawaf, dll.

 

Umroh murah, mudah, dan terpercaya, klik :

 

Source : Wikipedia

Pentingnya Meluruskan Niat Haji

Pentingnya Meluruskan Niat Haji

Pentingnya Meluruskan Niat Haji. Salah satu hal yang sangat penting untuk dijaga dan benar-benar diperhatikan dengan baik oleh semua jamaah haji yang hendak menunaikan rukun Islam kelima itu adalah perihal niat. Sebab, niat memiliki peran yang sangat penting dalam suatu perbuatan atau ibadah manusia. Dengan niat, semua jamaah haji dapat mengetahui keinginan dan arah yang ditujunya, sehingga ia bisa mencapai kesadaran diri untuk meraih apa yang telah menjadi tujuan intinya.

Jika tujuan ibadah hajinya sudah benar dari awal, maka semua rukun dan syarat haji akan dilakukan dengan penuh ikhlas. Begitu juga sebaliknya, ibadah haji yang dilakukan dengan niat yang tidak benar, maka semua rukun dan syaratnya akan dilakukan dengan penuh ketidak-ikhlasan. Di sinilah pentingnya memperbaiki niat.

Oleh karena itu, Rasulullah sudah memprediksi sejak beberapa abad yang lalu perihal keberadaan orang-orang yang akan melakukan ibadah haji dengan tujuan yang tidak benar. Misalnya, mereka yang kaya akan berhaji dengan tujuan untuk healing, berwisata, jalan-jalan dan lainnya; mereka yang memiliki pendapatan sedang-sedang saja (menengah) akan berhaji dengan tujuan untuk berdagang, mencari uang, bekerja, dan lainnya; mereka yang terhormat akan berhaji dengan tujuan pamer dan sombong; dan fakir akan berhaji dengan tujuan untuk mengemis. Dalam salah satu haditsnya, nabi bersabda :

يَأْتِي على النَّاسِ زَمَانٌ يحجُّ أغنياؤهُم للنّزْهَةِ وَأَوْسَاطُهُمْ للتّجَارَةِ وَأَغْلَبُهُمْ للرِّيَاءِ والسُّمْعَةِ وفُقَرَاؤُهُمْ للمَسْأَلَةِ  

Artinya, “Akan datang pada manusia suatu masa, di mana orang-orang kaya menunaikan ibadah haji untuk berwisata, orang-orang menengah untuk berdagang, orang-orang pandai untuk mendapatkan pujian dan pamer, dan orang-orang fakir untuk meminta-minta.” (HR Anas bin Malik).

Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali (wafat 505 H) dalam karya monumentalnya menjelaskan bahwa tujuan-tujuan dalam hadits di atas merupakan tujuan duniawi yang manusia upayakan dengan cara melakukan ibadah haji, bahkan bisa menjadi penghalang untuk mendapatkan kemuliaan ibadah haji. Dalam karyanya al-Ghazali menyebutkan :

فَكُلُّ ذَلِكَ مِمَّا يَمْنَعُ فَضِيْلَةَ الْحَجِّ وَيُخْرِجُهُ عَنْ حَيْزِ حَجِّ الْخُصُوْصِ

Artinya, “Semua itu (tujuan-tujuan dunia) termasuk sesuatu yang bisa menjadi penghalang dari keutamaan haji, dan mengeluarkannya dari status hajinya orang-orang istimewa.” (al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah: tt], juz I, halaman 262).

Berdasarkan hadits dan penjelasan di atas, sudah seharusnya para jemaah haji benar-benar memperhatikan dan memperbaiki niatnya ketika hendak menunaikan kewajiban rukun Islam yang kelima tersebut. Sebab, niat yang benar akan menjadi modal utama untuk mencapai haji yang mabrur dan meraih predikat sebagai haji orang-orang istimewa. Lantas, seperti apa niat yang benar ketika hendak menunaikan ibadah haji? Berikut penjelasannya.

Niat yang Benar dalam Ibadah Haji

Niat yang benar adalah dengan cara menjadikan Allah swt sebagai satu-satunya tujuan dalam melaksanakan ibadah haji, dan mengesampingkan tujuan-tujuan lain yang bisa mempengaruhi ketulusan dan keikhlasan itu, seperti agar bisa jalan-jalan, rekreasi, ingin dipanggil pak haji atau ibu hajah, tujuan berdagang, untuk mengemis, sombong dan lainnya. Menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam ibadah haji sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman :

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ

Artinya, “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (QS Al-Baqarah [2]: 196).

Syekh Nawawi Banten dalam salah satu karya tafsirnya menjelaskan bahwa ayat di atas menjelaskan perihal kewajiban menyempurnakan semua rukun-rukun dan syarat-syarat ibadah haji dan umrah, juga menjauhi semua hal-hal yang diharamkan saat menunaikannya. Semua itu harus dilakukan dengan tulus ikhlas, murni untuk beribadah kepada Allah semata, tanpa dicampur dengan tujuan-tujuan duniawi. (Syekh Nawawi Banten, Mirah Labid li Kasyfi Ma’nal Qur’anil Majid, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 1417 H], juz I, halaman 65).

Senada dengan pendapat tersebut, Syekh Sulaiman bin Umar al-Bujairami asy-Syafi’i (wafat 1221 H) dalam salah satu karyanya menjelaskan sebab adanya kata “lillah” pada ayat di atas, yaitu sebagai bentuk isyarah bahwa ibadah haji dan umrah harus dilakukan dengan niat yang ikhlas dan benar. Sebab, tidak sedikit dari orang-orang yang menunaikan ibadah haji dengan tujuan untuk mendapatkan pujian dari orang lain,

قوله (وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ) إِنَّمَا أُتِيَ بِلَفْظِ لِلهِ إِشَارَةٌ إِلَى أَنَّهُ يُطْلَبُ فِيْهِمَا إِخْلَاصُ النِّيَةِ، وَذَلِكَ لِأَنَّ الْغَالِبَ فِيْهِمَا الرِّيَاءُ وَالسُّمْعَةُ. قَالَ الدَّمِيرِيُّ: وَيَجِبُ عَلَيْهِ تَصْحِيحُ النِّيَّةِ فِيهِمَا، وَهُوَ أَنْ يُرِيدَ بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

Artinya, “(Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah) sebab adanya lafal “lillah-karena Allah” (pada ayat tersebut), sebagai bentuk isyarah perihal diharuskannya niat ikhlas ketika menunaikan ibadah haji dan umrah. Hal itu disebabkan, karena pada umumnya dalam menunaikan kedua ibadah tersebut terdapat tujuan ingin dipuji dan pamer. Imam ad-Darimi berkata: wajib bagi orang yang beribadah haji untuk membenarkan niat dalam menunaikan keduanya, yaitu dengan bertujuan karena Allah semata.” (Syekh Bujairami, Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khatib, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz III, halaman 181).

Demikian penjelasan perihal pentingnya membenarkan dan memperbaiki niat ketika hendak menunaikan ibadah haji, agar bisa meraih pahala yang mabrur dari rukun Islam yang kelima tersebut. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

 

Umroh murah, mudah, dan terpercaya, klik :

 

Source : nu.or.id

Doa Masuk Masjidil Haram

Doa Masuk Masjidil Haram

Doa Masuk Masjidil Haram. Masjidil Haram merupakan masjid terbesar di dunia yang terletak di kota Makkah, Arab Saudi. Masjid yang juga disebut Masjid Al-Haram ini adalah tujuan utama umat muslim dalam ibadah haji. Masjidil Haram artinya masjid yang memiliki tanah haram. Menurut sejumlah ulama, dinamakan tanah haram karena di dalam tanah tersebut berlaku berbagai ketentuan yang mengharamkan kita melakukan banyak hal, seperti berburu, mengangkat senjata, mematahkan tumbuhna, serta dimasuki oleh kafir.

Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 28 yang berbunyi:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini,” (QS. At-Taubah: 28).

Masjid ini dibangun mengelilingi Ka’bah yang merupakan arah kiblat bagi umat Islam di seluruh dunia dalam menjalankan ibadah salat. Oleh karena itu, umat Islam yang akan masuk ke rumah Allah SWT tersebut sangat dianjurkan untuk membaca doa terlebih dahulu.

Lantas, bagaimana doa ketika masuk Masjidil Haram? Begini bunyinya :

اللَّهُمَّ أَنتَ السَّلاَمُ وَ مِنكَ السَّلاَمُ وَاِلَيكَ يَعُودُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا يَا رَبَّنّا بِالسَّلاَمِ وَ أَدخِلنَا الجَنَّةَ دَارَ السَّلاَمِ تَبَارَكتَ رَبَّنَا وَ تَعَالَيتَ يَا ذَاالجَلاَلِ وَالاِكرَام

للَّهُمَّ افْتَحْ لِي أبْوَابَ رَحْمَتِكَ. بِاسْمِ اللَّهِ وَالحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ

Allahumma antas salaam wa minkas salaam fahayyinaa rabbana bis salaam wa adkhilnal jannah daaras salaam, tabaarakta wa fa?aalaita yaa dzal jalaali wal ikraam. Allahummaf tah lii abwaaba rahmatik wa maghfiratik wa adkhilnii fiihaa. Bismillaah wal hamdulillah was shalaatu was salaamu ‘alaa rasuulillah.

Artinya : “Ya Allah, Engkau sumber keselamatan dan dari-Mu lah datangnya keselamatan, hidupkanlah kami wahai Tuhan kami dengan keselamatan, dan tempatkanlah kami pada surga, negeri keselamatan. Maha banyak anugerah-Mu dan Maha Tinggi Engkau wahai Tuhan yang memiliki keagungan dan kehormatan. Ya Allah amunilah dosa-dosaku dan bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu. (Aku masuk masjid ini) dengan nama Allah disertai segala puji bagi Allah, serta salawat dan selamat untuk Rasulullah SAW.”

Umroh murah, mudah, dan terpercaya, klik :

Source : Medcom.id

Niat Badal Umroh

Niat Badal Umroh

Niat Badal Umroh. Sejumlah lembaga menyediakan layanan badal haji dan umrah untuk masyarakat yang memerlukan jasa tersebut. Lembaga ini menjalankan praktik peribadatan haji dan umrah seorang jamaah yang dibadalkan.

Badal haji atau umrah dapat dilakukan dengan syarat orang yang membadalkan sudah pernah menjalankan ibadah haji dan orang yang dibadalkan sudah uzur baik karena sakit, renta/lansia, atau wafat seperti keterangan riwayat hadits berikut ini :

أن النبي صلى الله عليه وسلم سمع رجلا يقول لبيك عن شبرمة، فقال: من شبرمة؟ قال: أخ لي أو قريب لي، قال: حججت عن نفسك؟ قال: لا، قال: حج عن نفسك ثم حج عن شبرمة

Artinya, “Rasulullah SAW mendengar seorang sahabat melafalkan talbiyah, ‘Labbayka untuk Syabramah.’ Ia bertanya, ‘Syabramah siapa?’ ‘saudara atau kerabatku,’ kata orang tersebut. ‘Kau sudah berhaji?’ ‘Belum,’ jawabnya. ‘Kau sendiri harus berhaji terlebih dahulu, kemudian boleh membadalkan,’” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Dalam pembadalan haji atau umrah, semua ketentuan ibadah keduanya berlaku, termasuk anjuran pelafalan niat badal haji atau badal umrah. Pelafalan niat dianjurkan untuk kemantapan niat di dalam hati.

ويستحب التلفظ بالنية التي يريدها مما مر، لتأكد ما في القلب كسائر العبادات فيقول بقلبه وجوبا وبلسانه ندبا

Artinya, “(Jamaah) dianjurkan untuk melafalkan niat ibadah (haji atau umrah) yang dia kehendaki sebagaimana penjelasan telah lalu untuk memantapkan hatinya, sebagaimana ibadah yang lain. Ia wajib menyatakan niat dalam hatinya, dan sunah melafalkan dengan lisannya,” (Lihat Syekh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin, Busyral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 1433-1434 H/2012 M], juz II, halaman 517).

Adapun berikut ini adalah lafal niat badal umrah yang dapat dibaca oleh lembaga atau relawan yang akan melaksanakan badal umrah orang lain :

نَوَيْتُ العُمْرَةَ عَنْ فُلَانٍ وَأَحْرَمْتُ بِهاَ للهِ تَعَالَى

Nawaytul ‘umrata ‘an fulān (sebut nama jamaah umrah yang dibadalkan) wa ahramtu biha lillāi ta‘ālā.  

Artinya, “Aku menyengaja ibadah umrah untuk si fulan (sebut nama jamaah yang dibadalkan) dan aku ihram umrah karena Allah ta‘ala.”  

Sementara berikut ini adalah lafal alternatif niat badal umrah :

نَوَيْتُ العُمْرَةَ وَأَحْرَمْتُ بِهاَ للهِ تَعَالَى عَنْ فُلَانٍ

Nawaytul ‘umrata wa ahramtu biha lillāi ta‘ālā ‘an fulān (sebut nama jamaah umrah yang dibadalkan).

Artinya, “Aku menyengaja ibadah umrah dan aku ihram umrah karena Allah ta‘ala untuk si fulan (sebut nama jamaah yang dibadalkan).”

Lafal niat badal umrah ini dapat ditarik dari keterangan Syekh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin dalam karyanya Busyral Karim.

وإن حج أو اعتمر عن غيره قال نويت الحج أو العمرة عن فلان وأحرمت به لله تعالى ولو أخر لفظ عن فلان عن وأحرمت به لم يضر على المعتمد إن كان عازما عند نويت الحج مثلا أن يأتي به وإلا وقع للحاج نفسه

Artinya, “Jika seseorang melaksanakan ibadah haji atau umrah untuk membadalkan orang lain, maka ia mengatakan, ‘Nawaytul hajja awil ‘umrata ‘an fulān wa ahramtu bihī lillāi ta‘ālā.’ Tetapi jika ia meletakkan kata ‘an fulān’ setelah kata ‘wa ahramtu bihī,’ maka tidak masalah menurut pandangan muktamad dengan catatan ia merencanakan pelafalannya di akhir. Tetapi jika tidak bermaksud melafalkannya, maka ibadah haji atau umrah yang dia lakukan jatuh untuk dirinya, (bukan untuk jamaah yang dibadalkannya),” (Lihat Syekh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin, Busyral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 1433-1434 H/2012 M], juz II, halaman 517).

Semoga lafal niat badal umrah ini membantu atau setidaknya mengingatkan lembaga, keluarga, atau relawan yang membadalkan umrah orang lain. Wallahu a‘lam.

 

Umroh murah, mudah, dan terpercaya :

Source : nu.or.id

Agen Travel Umroh Surabaya terpercaya dengan pembimbing terbaik, menjadikan perjalanan ibadah Anda lebih bermakna.

Nomor Izin U.491 Tahun 2021

Email
admin@nhumroh.com

Follow Kami :

Lokasi

Head Office :
Perum IKIP Gunung Anyar B48, Surabaya

Copyright © 2024 PT Nur Hamdalah Prima Wisata