Wisata kebun kurma masih menjadi daya tarik bagi para jemaah haji dan umrah Indonesia. Di sana pengunjung bisa bersantai sambil menikmati suasana kebun kurma. Usai bersantai pengunjung bisa membeli beberapa jenis kurma yang dipanen dari perkebunan tersebut.
Ketika kaki melangkah menyusuri kebun kurma, mata pengunjung akan dimanjakan dengan hamparan pohon-pohon kurma yang tinggi menjulang dan kekar dengan dahan melambai-lambai. Kian menambah kesejukan di area kebun yang cukup luas itu.
Deretan spanduk-spanduk yang menjelaskan tentang beragam jenis kurma dan manfaatnya dipasang di sisi kiri jalan perkebunan.
Setidaknya ada 250 jenis kurma yang dihasilkan dari perkebunan Zahrani. Pohon-pohon kurma di sini memiliki usia yang beragam, mulai dari 90 tahun hingga 35 tahun. Beberapa pohon ditempeli nama kurma, usia, dan berat produksi kurma yang dihasilkan.
Di salah satu sisi perkebunan ini terdapat pula sebuah air terjun mungil nan cantik. Air bening yang mengalir 24 jam nonstop dari sumber air itu membasahi lahan-lahan kurma sehingga tetap basah dan segar. Sumber air buatan itu dihasilkan dari pengeboran air sedalam 300 meter.
Menariknya, pihak pengunjung juga bisa menyantap kurma langsung di kebun ini. Pihak pengelola Kebun Zahrani menyediakan beragam jenis kurma yang sudah dikemas ke dalam kantong.
Untuk pengunjung yang ingin belanja oleh-oleh, pengelola perkebunan juga menyediakan pasar kurma mini. Pasar yang tepat berada di tengah-tengah perkebunan itu menjajakan aneka kurma, cokelat, dan manisan dengan harga variatif.
Di penghujung kunjungan, biasanya para jemaah akan dijamu segelas minuman teh khas Arab Saudi yang beraroma harum dan nikmat rasanya.
Lokasi wisata kebun kurma
Berkunjung ke kebun kurma dilakukan setelah para jemaah dibawa ke Masjid Quba. Setelah melakukan salat sunah di masjid tersebut, jemaah dibawa ke kebun kurma yang lokasinya tidak terlalu jauh. Di kebun kurma itulah, jemaah asal Indonesia bisa menikmati sejuknya udara Kota Madinah.
Siapa yang tak kenal buah kurma ? buah yang menjadi khas Negara Arab ini memiliki cita rasa yang sangat lezat dan manis. Selain rasanya yang nikmat, buah kurma pun ternyata merupakan salah satu buah kesukaan Rasulullah saw semasa beliau hidup.
Memiliki segudang manfaat bagi kesehatan tubuh membuat buah kurma selalu di konsumsi oleh sebagian orang dan menjadi buah tangan yang paling dicari oleh para jamaah haji dan umroh maupun turis yang sedang berwisata. Salah satu tempat wisata yang sering dikunjungi para jamaah haji/umroh di sela-sela menunaikan ibadah adalah kebun kurma yang berada di Madinah. Tahukah anda bahwa Madinah dikenal sebagai penghasil buah kurma terbesar di dunia ? Sehingga sudah dipastikan jika anda berkujung kesini akan ada banyak pohon kurma yang tumbuh di kota ini.
Keutamaan Badal Umroh – Umroh merupakan salah satu ibadah sunnah dalam Islam yang sangat dianjurkan untuk ditunaikan bagi umat Muslim. Ibadah ini hanya dapat dilaksanakan di tanah suci saja.
ditinjau dari segi etimologi, umroh berarti az ziyarah atau berkunjung. Sedangkan menurut istilah dalam agama Islam, umrah adalah berziarah atau berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan serangkaian rukun dan sunnah-sunnah umrah.
Ibadah umroh dimulai dengan berihram dari miqat makani. Kemudian masuk ke kota Mekah melakukan thawaf, sa’i dan diakhiri dengan tahallul (memotong rambut paling sedikit tiga helai) serta dilakukan dengan tertib. Ibadah umroh ini termasuk ke dalam salah satu ibadah sunnah yang sangat dianjurkan. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis dari Abdullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. An Nasai no. 2631, Tirmidzi no. 810, Ahmad 1/387)
Karena anjurannya yang disangatkan, umroh dapat dilaksanakan dengan cara badal umroh. Badal umroh adalah menggantikan seseorang yang tidak mampu secara fisik untuk menunaikan umroh. Hukum badal umroh adalah diperbolehkan.
Tak hanya itu, dengan menunaikan badal umroh juga dapat mendatangkan pahala untuknya sebagaimana sedekah yang bisa juga akan mendapatkan pahala dari semua rangkaian ibadah yang dilakukannya terutama pahala dari semua amalan-amalan tambahan di luar rukun dan wajib umroh.
Syarat-syarat Melaksanakan Badal Umroh
Setelah mengetahui pengertian umroh dan badal umroh, Sahabat juga perlu menyimak syarat-syarat yang wajib dipenuhi dalam melaksanakan badal umroh berikut ini.
Badal umroh dapat dilakukan jika orang yang akan diwakilkan tidak dapat melakukan umroh karena secara fisik tidak memungkinkan. Mereka yang masih mampu secara fisik tidak bisa diwakilkan untuk melakukan ibadah umroh.
Jika seorang umat Muslim mampu melakukannya dan tak terkendala secara finansial dan fisik, ibadah haji dan umroh wajib untuk untuk dilaksanakan. Namun, bila ia tidak mampu untuk salah satunya, maka ia tidak diwajibkan untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, badal umroh tidak boleh dilakukan jika seseorang masih tergolong mampu dari segi ekonomi dan fisik.
Badal umroh hanya boleh dilakukan untuk orang yang mengalami sakit keras. Bahkan jika orang itu memiliki kemungkinan sembuh yang kecil.
Badal umroh boleh dilakukan untuk orang yang sudah meninggal dunia atau wafat.
Orang yang melaksanakan badal umroh harus sudah menjalankan ibadah umroh terlebih dahulu.
Laki-laki dapat membadalkan umroh untuk perempuan, begitu pula sebaliknya, perempuan juga dapat membadalkan umroh untuk laki-laki.
Badal umroh hanya boleh dilakukan satu orang dalam satu kali perjalanan umroh. Itu berarti seseorang hanya bisa membadalkan umroh seseorang saja dalam setiap perjalanan umrohnya.
Sejarah Ka’bah dari Masa ke Masa. Ka’bah atau lengkapnya Al-Kaʿbah Al-Musyarrafah, adalah sebuah bangunan di tengah-tengah masjid paling suci dalam agama Islam, Masjidilharam, di Makkah, Arab Saudi. Tempat ini adalah tempat yang paling disucikan dalam agama Islam. Ka’bah juga disebut sebagai Baitullah atau Bait Allah (Rumah Allah), serta merupakan kiblat untuk orang Islam di seluruh dunia saat mendirikan sholat.
Saat Islam pertama kali muncul, Muslim dahulu menghadap ke arah Yerusalem saat mendirikan salat, sebelum akhirnya dipindahkan ke Ka’bah, berdasarkan wahyu Al-Qur’an kepada nabi Islam Muhammad.
Menurut sejarah, Ka’bah telah dibangun kembali beberapa kali, khususnya oleh nabi Islam Ibrahim dan putranya, Ismail, saat Ibrahim kembali ke Makkah setelah meninggalkan istrinya Hajar dan Ismail atas perintah Allah. Tawaf, berjalan keliling Ka’bah sebanyak tujuh kali, merupakan rukun haji dan umrah. Bidang di sekitar Ka’bah tempat jamaah tawaf disebut juga mataf.
Setiap hari Ka’bah dan mataf selalu dikunjungi oleh jamaah haji dan umrah, kecuali tanggal 9 Zulhijah (Hari Arafah), saat kain yang menutupinya, kiswah, diganti. Akan tetapi peningkatan jumlah jamaah terjadi pada Ramadan dan Haji, ketika jutaan jamaah melakukan Tawaf. Menurut Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, 6.791.100 jamaah dari penjuru dunia datang untuk melaksanakan umrah pada 1439H (2017/2018 M).
Penamaan
Bangunan Ka’bah beberapa kali disebutkan dalam Alquran dan Hadits, seperti Bait (Rumah), Bait ul Haram (Rumah Suci), Bait Ullah (Rumah Allah), Bait al-Ateeq (Rumah Tua), dan Awal ul Bait (Rumah pertama). Kata bahasa Arab Bait juga disamakan dalam bahasa Ibrani Bait, juga berarti “Rumah”. (Kata Ibrani “Beit” berarti “Rumah-“, dalam penggunaannya seperti Beit HaMikdash (Rumah suci) dan Beit El/Bethel (Rumah Tuhan).). Kata bahasa Arab Ka’bah berarti persegi atau kubus. Alquran juga menyebut Bait al-Ma’mur, Rumah Allah di Surga dan Ka’bah dibawahnya, disebut dalam Hadits para Malaikat melakukan Tawaf dan Salat.
Sejarah perkembangan
Isyarat pembangunan Ka’bah disebutkan dalam Al-Qur’an pada Surah Ali Imran ayat ke-96. Ayat ini menjelaskan bahwa Ka’bah dibangun di Makkah untuk umat manusia sebagai tempat ibadah yang pertama. Ayat ini memberikan keterangan bahwa Ka’bah pertama kali dibangun oleh makhluk lain selain manusia. Pernyataan pembangunan Ka’bah untuk manusia juga mengisyaratkan bahwa Ka’bah telah dibangun sebelum adanya umat manusia. Dalam artian bahwa Ka’bah telah dibangun sebelum keberadaan Nabi Adam di Bumi. Beberapa pendapat menganggap Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang membangun Ka’bah. Hal ini dianggap keliru, karena di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa keduanya hanya bertugas meninggikan bangunan Ka’bah. Ayatnya yaitu Surah Al-Baqarah ayat ke-127. Ayat tersebut menyatakan bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail hanya meninggikan pondasi Ka’bah.
Ka’bah yang juga dinamakan Bayt al-Atiq adalah bangunan yang dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah Nabi Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, surah 14:37 tersirat bahwa situs suci Ka’bah telah ada sewaktu Nabi Ibrahim menempatkan Hajar dan bayi Ismail di lokasi tersebut.
Pada masa Nabi Muhammad ﷺ berusia 30 tahun (sekitar 600 M dan belum diangkat menjadi rasul pada saat itu), bangunan ini direnovasi kembali akibat banjir bandang yang melanda kota Mekkah pada saat itu. Sempat terjadi perselisihan antar kepala suku atau kabilah ketika hendak meletakkan kembali batu Hajar Aswad pada salah satu sudut Ka’bah, namun berkat penyelesaian Muhammad ﷺ perselisihan itu berhasil diselesaikan tanpa pertumpahan darah dan tanpa ada pihak yang dirugikan.
Pada saat menjelang Muhammad ﷺ diangkat menjadi nabi sampai kepindahannya ke kota Madinah, bangunan Ka’bah yang semula rumah ibadah agama monotheisme (tauhid) ajaran Nabi Ibrahim telah berubah menjadi kuil pemujaan bangsa Arab yang di dalamnya diletakkan sekitar 360 berhala/patung yang merupakan perwujudan tuhan-tuhan politheisme bangsa Arab ketika masa kegelapan pemikiran (jahilliyah) padahal sebagaimana ajaran Nabi Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan bangsa Yahudi serta ajaran Nabi Musa terhadap kaum Yahudi, Allah Sang Maha Pencipta tidak boleh dipersekutukan dan disembah bersamaan dengan benda atau makhluk apapun juga dan tidak memiliki perantara untuk menyembahNya serta tunggal tidak ada yang menyerupaiNya dan tidak beranak dan tidak diperanakkan (Surah Al-Ikhlas dalam Al-Qur’an). Ka’bah akhirnya dibersihkan dari patung-patung agama politheisme ketika Nabi Muhammad membebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah dan dikembalikan sebagai rumah ibadah agama tauhid (Islam).
Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Syaibah sebagai pemegang kunci Ka’bah dan administrasi serta pelayanan haji diatur oleh pemerintahan baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi yang bertindak sebagai pelayan dua kota suci, Mekkah dan Madinah.
Bangunan Ka’bah
Bangunan Ka’bah pada masa hidup Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail terdiri atas dua pintu. Letak kedua pintunya berada di permukaan tanah. Letak pintunya tidak seperti sekarang yang pintunya terletak agak tinggi. Pada saat Muhammad ﷺ berusia 30 tahun dan belum diangkat menjadi rasul, dilakukan renovasi pada Ka’bah akibat bencana banjir. Pada saat itu terjadi kekurangan biaya, maka bangunan Ka’bah dibuat hanya satu pintu. Adapula bagiannya yang tidak dimasukkan ke dalam bangunan Ka’bah, yang dinamakan Hijir Ismail, yang diberi tanda setengah lingkaran pada salah satu sisi Ka’bah. Saat itu pintunya dibuat tinggi letaknya agar hanya pemuka suku Quraisy yang bisa memasukinya, karena suku Quraisy merupakan suku atau kabilah yang dimuliakan oleh bangsa Arab saat itu.
Nabi Muhammad ﷺ pernah mengurungkan niatnya untuk merenovasi kembali Ka’bah karena kaumnya baru saja masuk Islam, sebagaiman tertulis dalam sebuah hadits perkataannya: “Andaikata kaumku bukan baru saja meninggalkan kekafiran, akan aku turunkan pintu Ka’bah dan dibuat dua pintunya serta dimasukkan Hijir Ismail ke dalam Ka’bah”, sebagaimana fondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim.
Ketika masa Abdullah bin Zubair memerintah daerah Hijaz, bangunan itu dibangun kembali menurut perkataan Nabi Muhammad ﷺ, yaitu di atas fondasi Nabi Ibrahim. Namun ketika terjadi peperangan dengan Abdul Malik bin Marwan penguasa daerah Syam (Suriah, Yordania dan Lebanon sekarang) dan Palestina, terjadi kebakaran pada Ka’bah akibat tembakan peluru pelontar (onager) yang dimiliki pasukan Syam. Abdul Malik bin Marwan yang kemudian menjadi khalifah, melakukan renovasi kembali Ka’bah berdasarkan bangunan pada masa Nabi Muhammad ﷺ dan bukan berdasarkan fondasi Nabi Ibrahim. Ka’bah dalam sejarah selanjutnya beberapa kali mengalami kerusakan sebagai akibat dari peperangan dan karena umur bangunan.
Ketika masa pemerintahan khalifah Harun Al Rasyid pada masa kekhalifahan Abbasiyyah, khalifah berencana untuk merenovasi kembali Ka’bah sesuai fondasi Nabi Ibrahim dan yang diinginkan Nabi Muhammad ﷺ namun segera dicegah oleh salah seorang ulama terkemuka yakni Imam Malik karena dikhawatirkan nanti bangunan suci itu dijadikan ajang bongkar pasang para penguasa sesudah dia. Sehingga bangunan Ka’bah tetap sesuai masa renovasi khalifah Abdul Malik bin Marwan sampai sekarang.
Terdapat beberapa bagian dalam Ka’bah. Bagian-bagian Ka’bah yang ternama antara lain Maqam Ibrahim, Hijir Ismail, Hajar Aswad dan Rukun (sudut) Ka’bah.
Penentuan arah kiblat
Untuk menentukan arah kiblat dengan cukup presisi dapat dilakukan dengan merujuk pada kordinat Bujur / Lintang dari lokasi Ka’bah di Mekkah terhadap masing-masing titik lokasi orientasi dengan menggunakan perangkat GPS. Untuk kebutuhan tersebut dapat digunakan hasil pengukuran kordinat Ka’bah berikut sebagai referensi penentuan arah kiblat. Lokasi Ka’bah adalah°25‘21.2“ Lintang Utara, 039°49‘34.1“ Bujur Timur, dan ketinggian 304 meter dpl
Adapun cara sederhana dapat pula dilakukan untuk melakukan penyesuaian arah kiblat. Pada saat-saat tertentu dua kali satu tahun, Matahari tepat berada di atas Mekkah (Ka’bah). Sehingga jika pengamat pada saat tersebut melihat ke Matahari, dan menarik garis lurus dari Matahari memotong ufuk/horizon tegak lurus, pengamat akan mendapatkan posisi tepat arah kiblat tanpa harus melakukan perhitungan sama sekali, asal pengamat tahu kapan tepatnya Matahari berada di atas Mekkah. Tiap tahun, Matahari berada pada posisi tepat di atas Mekkah pada tanggal 28 Mei pukul 16.18 WIB dan tanggal 16 Juli pukul 16.27 WIB.
Bumi berputar pada sumbu rotasinya dengan periode 24 jam. Bagi pengamat yang berada di Bumi, efek yang diamati dari gerak rotasi adalah benda-benda langit terlihat seolah-olah berputar mengelilingi Bumi dengan arah gerak berlawanan dengan arah rotasi Bumi. Bintang-bintang terlihat bergerak dari timur ke barat. Ini mirip dengan gerak pohon-pohon yang diamati saat mengendarai mobil, seolah-olah pohon-pohon itu bergerak berlawanan arah dengan gerak mobil. Efek rotasi ini menyebabkan pengamat mengamati benda-benda langit (termasuk Matahari) terbit di timur dan terbenam di barat.
Sementara itu, Bumi mengedari Matahari dengan periode 1 tahun. Akibatnya, relatif terhadap bintang-bintang pada bola langit, Matahari sendiri terlihat berubah posisinya dari hari ke hari, dan setelah satu tahun, kembali ke posisi semula. Matahari bergerak kurang lebih ke arah timur. Namun karena bidang edar Bumi (ekliptika) tidak sebidang dengan bidang rotasi Bumi (Ekuator langit), maka gerak Matahari tadi pun tidak tepat ke arah timur, tetapi membentuk sudut 23,5º, sesuai dengan besar sudut antara ekliptika dan ekuator langit.
Dari Bumi, pengamat melihat seolah-olah Matahari mengitari Bumi. Pengamat melihat Matahari mengitari Bumi pada bidang ekliptika. Karena Bidang ekliptika membentuk sudut terhadap bidang ekuator Bumi, dalam interval satu tahun itu, Matahari pada satu saat berada di utara ekuator, dan disaat yang lain berada di selatan ekuator. Matahari bisa sampai sejauh 23,5º dari ekuator ke arah utara pada sekitar tanggal 22 Juni. Enam bulan kemudian, sekitar tanggal 22 Desember, Matahari berada 23,5º dari ekuator ke arah selatan. Antara 22 Juni dan 22 Desember, Matahari bergerak ke arah selatan ekuator, bergerak relatif terhadap bintang-bintang. Sedangkan antara tanggal 22 Desember dan 22 Juni, Matahari bergerak ke arah utara ekuator.
Karena gerak tahunannya tersebut dikombinasikan dengan gerak terbit terbenam Matahari akibat rotasi Bumi, maka Matahari menyapu daerah-daerah yang memiliki lintang antara 23,5º LU dan 23,5º LS. Pada daerah-daerah di permukaan Bumi yang memiliki lintang dalam rentang tersebut, Matahari dua kali setahun akan berada kurang lebih tepat di atas kepala. Karena Mekkah memiliki lintang 21º 26′ LU, yang berarti berada dalam daerah yang disebutkan di atas, maka dua kali dalam setahun, Matahari akan tepat berada di atas kota Mekkah. Kapan hal ini terjadi, bisa dilihat dalam almanak, misalnya Astronomical Almanac.
Penentuan arah kiblat dengan cara melihat langsung posisi Matahari seperti yang disebutkan di atas (pada tanggal-tanggal tertentu yang disebutkan di atas), tidaklah bisa dilakukan di semua tempat. Sebabnya karena bentuk Bumi yang bundar. Tempat-tempat yang bisa menggunakan cara di atas untuk penentuan arah kiblat adalah tempat-tempat yang terpisah dengan Mekkah kurang dari 90º. Pada tempat-tempat yang terpisah dari Mekkah lebih dari 90º, saat Matahari tepat berada di Mekkah, Matahari (dilihat dari tempat tersebut) telah berada di bawah horizon. Misalnya untuk posisi pengamat di Bandung, saat Matahari tepat di atas Mekkah (tengah hari), dilihat dari Bandung, posisi Matahari sudah cukup rendah, kira-kira 18º di atas horizon.
Sedangkan bagi daerah-daerah di Indonesia Timur, saat itu Matahari telah terbenam, sehingga praktis momen itu tidak bisa digunakan di sana. Bagi tempat-tempat yang saat Matahari tepat berada di atas Ka’bah, Matahari telah berada di bawah ufuk/horizon, bisa menunggu 6 bulan kemudian. Pada tiap tanggal 28 November 21.09 UT (29 November 04.09 WIB) dan 16 Januari 21.29 UT (17 Januari 04.29 WIB), Matahari tepat berada di bawah Ka’bah. Artinya, pada saat tersebut, jika pengamat tepat menghadap ke arah Matahari, pengamat tepat membelakangi arah kiblat. Jika pengamat memancangkan tongkat tegak lurus, maka arah jatuh bayangan tepat ke arah kiblat.
Bukti Peninggalan Islam di Spayol – Islam mulai masuk ke wilayah benua Eropa pada abad ke-8, ditandangi dengan penaklukkan Semenanjung Iberia. Adapun kawasan Iberia yang ditaklukkan Bani Umayyah di bawah pimpinan Walid bin Abdul Malik terdiri dari Spanyol, Portugal, Andora, Gibraltar, dan sebagian wilayah Perancis. Apabila ditelusuri, Islam tidak hanya menorehkan sejarah di Spanyol, tetapi juga mencapai masa kejayaannya. Namun, Islam kembali terusir dari Spanyol pada abad ke-15, setelah Kerajaan Granada diruntuhkan oleh pasukan Kristen.
sejarah peradaban islam di spanyol
Sejarah masuknya Islam di Spanyol Usaha penaklukan Spanyol pertama kali dilakukan oleh Tharif bin Malik, sebagai utusan Gubernur Afrika Utara, Musa bin Nushair. Tharif bin Malik dengan empat kapalnya menyeberangi selat yang memisahkan Maroko dengan Eropa, kemudian melakukan penaklukan.
Setelah serbuan pertama Tharif bin Malik, Musa bin Nushair memerintahkan Thariq bin Ziyad ke Spanyol pada 711. Dengan membawa pasukan sekitar 7.000 orang, Panglima Thariq bin Ziyad berhasil menguasai Jabal Thariq atau Gibraltar. Kala itu, umat Islam berada di bawah kekuasaan Kekhalifahan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Walid bin Abdul Malik (705-715).
Setelah berhasil menguasai Gibraltar, pasukan Islam dengan mudah mampu menguasai kota-kota di Spanyol, seperti Kordoba, Granada, Toledo, Sevilla, Zaragoza, hingga Navarre. pasukan Islam telah menguasai seluruh Spanyol, Perancis tengah, dan sebagian Italia.
Oleh karena itu, Tharif ibn Malik, Tharik ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair dianggap sebagai tokoh yang membawa Islam ke Spanyol pertama kali. Kemenangan pasukan Islam yang terbilang cepat disebabkan oleh beberapa faktor eksternal, seperti Kerajaan Visigoth di Toledo yang intoleran kepada pemeluk agama selain Kristen.
Perpecahan politik dan kondisi sosial ekonomi yang timpang pada akhirnya membuat Kerajaan Visigoth mudah dikalahkan, sehingga Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam.
bukti peninggalan peradaban islam di spayol
1.Menara Giralda
Salah satu peninggalan peradaban Islam di Spanyol adalah Menara Giralda. Menara lonceng tersebut dibangun sebagai menara untuk Masjid Agung Sevilla di al-Andalus, Spanyol Moor. Menara setinggi 104,1 m ini kemudian didaftarkan pada tahun 1987 sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO.
2.Istana Alhambra
Istana ini merupakan kawasan situs warisan UNESCO yang dulunya difungsikan sebagai tempat tinggal dan berlindung para khalifah pertama beserta jajarannya. Istana Alhambra menjadi bukti awal munculnya islam dan tombak kejayaan islam di Eropa. Maka dari itu kastel ini merupakan yang tertua dari semua peninggalan islam di Eropa. Bangunan megah berarsitektur mewah ini memiliki warna putih yang akan berganti merah saat senja. Karena itu istana di perbukitan ini dinamakan Al-Hamra’ yang berarti merah dalam bahasa Arab.
3. Masjid Cordoba
Masjid Cordoba didirikan oleh Pangeran Abdul Rahman yang sebelumnya diasingkan dari Dinasti Umayah di Damaskus. Dalam hal ini, dia ingin membuat sebuah masjid yang bisa menyaingi masjid-masjid besar di Baghdad dan Damaskus. Maka, dibuatlah masjid Cordoba. Dikutip dari Culture Trip, pada tahun 711 bangsa Moor mengambil alih Andalusia dari orang-orang kristen. Pemimpin bangsa Moor mengubah sebuah tempat ibadah menjadi dua bagian. Masing-masing untuk Islam dan Kristen.
Namun, pada tahun 784, Abdul Rahman memerintahkan untuk menghancurkan bangunan tersebut dan menggantinya dengan sebuah masjid yang besar. Pembangunan selesai sekitar tahun 987 dan menjadi salah satu yang terbesar di dunia, terkecuali Ka’bah di Arab. Pada tahun 1236, Cordoba kembali direbut oleh orang-orang Kristen. Hasilnya, masjid tersebut difungsikan menjadi sebuah katedral dan digunakan umat Kristen dalam beribadah.
4.Benteng Alcazar
Benteng ini juga salah satu warisan jejak keberadaan islam di Spanyol. Meski awalnya bangunan ini memang difungsikan sebagai sistem pertahanan, namun lambat laun, benteng ini juga digunakan sebagai istana. Karena itu benteng ini diberi nama Al-Qasr yang dalam bahasa Arab berarti istana. Benteng sekaligus istana ini memiliki bangunan dengan dinding melingkar dan satu menara beserta aksen arsitektur gothic yang megah. Karena keindahannya, Alcazar bahkan menjadi inspirasi kastel di film-film produksi Disney loh. Selain itu, sama seperti istana Alhambra, benteng ini juga telah dinobatkan sebagai salah satu situs warisan UNSECO di Spanyol.
Hajar Aswad dan Keistimewaanya – Kisah mengenai batu Hajar Aswad ini bermula dari sebuah batu yang dibawa dari Surga. Batu ini secara khusus dipersembahkan untuk Nabi Ibrahim AS untuk ditempatkan di salah satu sudut Ka’bah. Namun, sebagian riwayat menyebutkan, batu ini adalah batu dari surga yang dibawa oleh Nabi Adam AS ketika turun ke Bumi.
Hajar Aswad merupakan salah satu jenis batuan yang terkenal di dunia. Wujudnya tidak rata namun memiliki warna hitam yang mengkilap. Bagaimana batu berwarna hitam dengan sedikit rona kemerah-merahan ini menjadi terkenal ternyata memiliki sejarah yang amat panjang.
Batuan hitam pekat, mengkilap, dan wangi ini begitu dikenal oleh sebagian besar umat Islam di seluruh dunia. Terlebih bagi umat Islam yang pernah melaksanakan ibadah haji maupun umroh ke tanah suci. Batu ini memiliki sejarah yang sangat penting dalam perkembangan Islam.
Dalam hadist riwayat Tirmidzi, Hajar Aswad merupakan jenis bebatuan yang berasal dari surga. Akan tetapi, ada juga yang menyebutkan bahwa Hajar Aswad adalah jenis batu-batuan vulkanik.
SEJARAH HAJAR ASWAD
Dikisahkan kala itu Nabi Ibrahim AS menemukan satu ruang kosong ketika pembangunan ka’bah hampir rampung. Ia kemudian meminta Ismail AS mencari batu untuk menutupi ruang kosong tersebut.
Dalam perjalanan mencari batu yang diminta sang ayah, Ismail AS bertemu dengan Jibril. Dia (Jibril) memberikan sebuah batu hitam (Hajar Aswad) yang paling bagus. Batu tersebut berasal dari India, tempat yang disebut sebagai lokasi turunnya Nabi Adam AS dari surga.
Awalnya batu yang dibawa Nabi Adam AS itu berwarna putih (ketika turun di India). Kemudian, warnanya berubah menjadi hitam legam karena dosa-dosa manusia. Hal ini dijelaskan dalam riwayat At Tirmidzi.
“Batu hitam turun dari surga dan itu lebih putih dari susu, tetapi dosa anak-anak Adam mengubahnya menjadi hitam,” (HR Tirmidzi).
Ismail AS pun menerima Hajar Aswad tersebut dengan senang hati dan kembali menemui ayahnya. Setibanya di tempat pembangunan ka’bah, Ismail AS melihat sebongkah batu yang sudah ada di pojok tiang pondasi.
Ia kemudian bertanya, “Wahai ayah, siapakah yang membawa batu itu kepadamu?” Ibrahim AS pun menjawab, “Batu itu dibawa oleh malaikat yang lebih gesit darimu.” Setelah itu, keduanya membangun Baitullah hingga selesai.
Pembangunan ka’bah ini turut disebutkan dalam firman-Nya surah Al Baqarah ayat 127.
“(Ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
PELETAKAN HAJAR ASWAD PADA ZAMAN RASULULLAH
Awalnya, Hajar Aswad ditemukan oleh Nabi Ismail lalu oleh Nabi Adam diletakkan di atas pondasi Ka’bah. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa Hajar Aswad ini diantar langsung oleh Malaikat Jibril dari surga pada Nabi Ismail, lalu ia berikan kepada ayahnya yaitu Nabi Ibrahim.
Sebelum diletakkan di salah satu sisi Ka’bah, Nabi Ibrahim membawa Hajar Aswad tersebut thawaf Ka’bah sebanyak 7 kali sembari menciuminya. Itulah pertama kali Hajar Aswad diletakkan dekat dengan Ka’bah kemudian terus dijaga. Namun, Hajar Aswad pernah berpindah tempat dikarenakan banjir bandang yang terjadi di Kota Makkah.
Waktu itu, Kaum Quraisy berdebat hebat dan saling berselisih pendapat tentang siapa yang berhak meletakkan kembali Hajar Aswad ke tempatnya semula. Maka, ada yang mengusulkan bahwa mereka akan meminta pendapat kepada orang yang dikenal paling jujur yakni Muhammad bin Abdullah.
Kemudian, dengan bijak Muhammad berkata, “Ambilkan aku selembar kain,” kemudian dibawakan lah satu lembar kain putih yang dibentangkan dan beliau menaruh Hajar Aswad di atasnya. Lalu, beliau berkata, “Hendaknya masing-masing kabilah memegang ujung-ujung kain tersebut, dan mengantarkannya ke dekat Ka’bah.” Maka, selesai sudah masalah tersebut dengan damai atas kebijaksanaan Nabi Muhammad yang saat itu usianya baru 30 tahun.
KEUTAMAAN HAJAR ASWAD
Hajar Aswad bukanlah batu biasa, melainkan batu yang sangat istimewa di mata umat muslim. Ada beberapa keistimewaan yang pastinya akan membuat Anda makin ingin menyentuh dan menciumnya langsung di Baitullah. Apa saja keutamaan dari Hajar Aswad ini?
Batu yang berasal dari surga
Seperti penjelasan di atas, Hajar Aswad merupakan batu yang asalnya dari surga. Diturunkan oleh Allah SWT sebagai bukti kebesaran Allah. Belum pernah ditemui batu seperti Hajar Aswad dalam sistem tata surya, menjadi bukti bahwa batu hitam ini memang sangat istimewa.
Terletak di Masjidil Haram, dekat dengan Ka’bah
Keutamaan berikutnya adalah Hajar Aswad berada di dekat bangunan Ka’bah, lebih tepatnya di sisi sebelah tenggara Ka’bah. Tentunya, Anda hanya bisa menjumpai Hajar Aswad ketika melaksanakan ibadah di Masjidil Haram, atau ketika menunaikan ibadah haji dan umrah. Tentunya, ini akan semakin memberikan semangat Anda untuk segera pergi haji maupun umrah bukan?
Menjadi titik permulaan dari thawaf
Hajar Aswad juga menjadi titik awal dari pelaksanaan salah satu rukun haji dan umrah yaitu thawaf. Thawaf adalah berjalan mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali bermula dari Hajar Aswad di akhiri di Maqam Ibrahim. Jadi, Hajar Aswad cukup penting keberadaannya.
Mengusap dan) menciumnya merupakan sunnah Rasul
Hukum dari mengusap dan mencium Hajar Aswad merupakan sunnah Rasulullah. Disebutkan bahwa Umar bin Khattab pernah melihat Rasulullah mengusap dan mencium Hajar Aswad, seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari:
“Sungguh, aku tahu bahwa engkau (Hajar Aswad)) hanya sebuah batu, yang tidak memberikan manfaat maupun keburukan bagiku. Jika saja aku tak melihat Rasulullah SAW pernah menciummu (Hajar Aswad), maka aku juga enggan untuk melakukannya.”
Hal ini menunjukkan bahwa tujuan mengusap dan mencium Hajar Aswad adalah semata-mata untuk melaksanakani sunnah Rasullah semata. Dan mematahkan anggapan bahwa tujuannya untuk menyembah batu.
Larangan saat Menunaikan Haji dan Umroh – Pengertian haji secara istilah adalah menyengaja berkunjung ke Baitullah, di Makkah untuk melakukan ibadah pada waktu dan cara tertentu serta dilakukan dengan tertib. Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan. Oleh karena itu, seluruh umat Islam harus memahaminya.
Macam-macam haji dibagi berdasarkan waktu pelaksanaannya. Hal ini karena setiap jamaah terbagi menjadi beberapa kelompok terbang. Ada yang datang duluan, ada yang datang berdekatan di bulan Zulhijjah. Waktu pelaksanaan ini yang membedakan haji dengan umroh. Kalau umroh bisa kapanpun tanpa ada ikatan waktu, sedangkan haji harus dikerjakan di bulan Syawal, Zulqaidah dan Zulhijjah.
Umroh sendiri merupakan ibadah sunah yang memiliki banyak keistimewaan. Terkait pelaksanaan, ada yang mengerjakan umrah terlebih dahulu baru haji, ada yang mengerjakan haji terlebih dahulu baru umroh dan ada yang meniatkan haji bersamaan dengan umrah. Namun, tidak ada ketentuan yang mewajibkan bahwa pelaksanaan ibadah haji harus disandingkan dengan ibadah umrah.
Larangan Haji
Jamaah haji dilarang melakukan beberapa hal ketika ia memasuki ihram. Apa yang seharusnya boleh dilakukan di luar ihram menjadi haram selama jamaah haji dalam keadaan ihram. Jamaah haji yang melanggar larangan tersebut kan terkena sanksi yang berkaitan dengan ibadah hajinya. Syekh Abu Syuja dalam Taqrib menyebut sepuluh hal yang menjadi larangan sepanjang seseorang menunaikan ibadah haji di tanah suci. Semua larangan ini memiliki konsekuensi bila dilanggar oleh jamaah haji yang bersangkutan.
فصل ويحرم على المحرم عشرة أشياء لبس المخيط وتغطية الرأس من الرجل والوجه من المرأة وترجيل الشعر وحلقه وتقليم الأظفار والطيب وقتل الصيد وعقد النكاح والوطء والمباشرة بشهوة
Artinya, “Pasal. Jamaah haji yang sedang ihram haram melakukan sepuluh hal: mengenakan pakaian berjahit, menutup kepala bagi laki-laki, menutup wajah bagi perempuan, mengurai rambut, mencukur rambut, memotong kuku, mengenakan wewangian, membunuh binatang buruan, melangsungkan akad nikah, dan berhubungan badan. Demikian juga dengan bermesraan dengan syahwat.”
Jadi larangan-larangan haji menurut pendapat ulama Syafi’iyah yang muktamad adalah sebagai berikut:
Mengenakan pakaian berjahit
Menutup kepala bagi laki-laki
Menutup wajah bagi perempuan
Mencukur rambut atau bulu
Memotong kuku
Mengenakan wewangian
Membunuh binatang buruan
Melangsungkan akad nikah
Berhubungan badan
Bermesraan dengan syahwat
Wallahu a‘lam.
Larangan Umrah
Seperti halnya larangan haji yang sudah dijelaskan di atas, ibadah umrah juga punya larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan saat menjalani ibadah tersebut. Umroh dan haji yang merupakan ibadah ihram memiliki larangan yang sama seperti larangan haji.
Secara terminologis, ihram sendiri berarti “pengharaman”, dapat dimaknai pengharaman terhadap beberap hal. Pengharaman ini nantinya akan berakhir dengan proses yang dinamakan tahallul, artinya “penghalalan”. Jadi, selama umroh atau haji, sejak Sahabat berniat ihram di miqot, Sahabat sudah tidak diperbolehkan lagi melakukan beberapa hal yang dilarang. Antara lain larangan haji dan umrah seperti menggunakan pakaian sehari-hari, memakai minyak wangi, bersetubuh dengan suami/istri, dan beberapa lainnya.
Larangan haji dan umrah ini tampak serupa dengan ibadah sholat. Sebelum Sahabat sholat, maka kita boleh berbicara dengan orang lain, boleh bergerak kesana dan kemari, boleh tidak menghadap kiblat, boleh makan dan boleh minum. Namun sesudah kita bertakbiratul ihram, maka semua itu menjadi haram tidak boleh dilakukan, hingga Sahabat melakukan tahallul, atau jika dalam sholat adalah dengan mengucapkan salam. Nah, seperti hanya larangan haji, berikut ini adalah hal-hal yang dilarang saat umrah:
Memotong/mencukur/mencabuti rambut atau bulu badan
Memotong kuku
Memakai minyak wangi
Menutup kepala langsung bagi laki-laki
Menggunakan cadar dan sarung tangan bagi perempuan
Memakai baju atau pakaian yang dijahit sesuai dengan bentuk tubuh
Umroh merupakan ibadah di Baitullah yang bisa dilakukan kapan saja sepanjang tahun. Arti umroh menurut bahasa adalah ziarah. Menurut ulama Hanafi dan Maliki, umroh hukumnya sunnah. Allah SWT menjadikan Baitullah sebagai tempat untuk dikunjungi umat Islam di seluruh dunia pada setiap tahunnya. Dalam QS. Al Baqarah ayat 125 Dia berfirman:
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud” (QS. Al Baqarah: 125).
HAJI ITU PANGGILAN, DIPANGGIL, ATAU TERPANGGIL ?
Untuk memudahkan memahami kata di atas, kita sandingkan saja padanan perubahan kata “panggil” dengan “daftar” : “panggilan, dipanggil, terpanggil” dengan “daftaran, didaftar, terdaftar”.
Untuk jadi “Terdaftar”, kita harus daftar terlebih dahulu seteleh kita tahu adanya pengumuman pendaftaran dan kita juga harus pastikan bahwa kita sudah ada didaftar. Begitu juga sebelum kita jadi “Terpanggil” tentu kita harus merespon panggilan agar kita bisa dipanggil dan masuk daftar Terpanggil.
Allah sudah menyebarluaskan panggilan atau undangan ini kepada seluruh umat manusia. Undangan ini sudah dibuat oleh Allah dan disebarluaskan untuk hambaNya sejak ribuan tahun lalu oleh Nabi Ibrahim AS dan dilanjutkan oleh Rasulullah SAW, undangan ini akan tetap ada sampai akhir zaman.
Panggilan yang satu ini adalah sebuah “inisiatif” yang didasari keimanan dan taqwa, yang ‘mengharuskan’ diri untuk mau hadir, ‘harus’ bisa hadir, ‘harus’ merasa tidak enak jika tidak hadir. Memang benar-benar tidak ada pilihan lagi bagi yang berkesempatan. Harus hadir. Urusan undangan yang satu ini kaitan tanggung jawabnya lebih berat daripada sekedar ‘tidak enak’ pada si Pengundang. Tidak semudah itu pula lantas kita ‘bisa’ menghubungi si Pengundang dan dengan enteng memohon maaf atas ketidak hadiran kita karena bermacam alasan-alasan tertentu.
Menghilangkan Kefakiran dan Penghapus Dosa
Keistimewaan umroh yang pertama adalah menghilangkan kefakiran dan penghapus dosa. Umroh menghilangkan kemiskinan ini juga sudah tertuang sebagaimana mestinya dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. Tirmidzi).
Jadi ketika melakukan ibadah umroh, Anda tidak perlu khawatir jika Anda akan kehabisan harta. Malah sebaliknya, Allah akan mencukupkan harta yang Anda miliki. Bahkan setelah melaksanakan ibadah umroh, rezeki Anda akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.
Jika melihat dari hadits di atas, selain dihilangkan dari kefakiran, Anda juga akan dihapuskan dosa-dosanya. Jadi sepulangnya Anda dari tanah suci, Anda akan merasa lebih tenang dan bahagia.
Bersih dari dosa
Dalam Hadist riwayat Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; من حج فلم يرفث ولم يفسق رجع كما ولدته أمه Artinya, “Siapapun yang berhaji dan tidak melakukan berkata kotor dan berlaku fasik, maka akan kembali suci sebagaimana saat ia dilahirkan.” (HR. Bukhari dan Muslim
haji sebagai jihad paling elegan.
Suatu ketika, Sayyidah Aisyah pernah mengadu kepada Rasulullah ihwal jihad yang dikukuhkan sebagai amal terbaik umat, tetapi hanya bisa dilakukan laki-laki, tidak oleh kalangan perempuan. Lalu, Aisyah meminta bagaimana agar perempuan juga berjihad. Rasulullah menjawab; لَكنَّ أحسن الجهاد وأجمله الحجُّ حجٌّ مبرور Artinya, “Tidak, sebab haji mabrur adalah jihad terbaik dan paling elegan.” (HR. Bukhari) Benar bahwa jihad adalah amal terbaik umat ini, tetapi yang terbaik di antara jihad-jihad tersebut adalah haji yang mabrur
Masjid Nabawi adalah sebuah masjid di kota Madinah, Arab Saudi. Masjid Nabawi adalah masjid ketiga yang dibangun dalam sejarah Islam dan menjadi salah satu masjid terbesar kedua di dunia. Masjid ini dianggap sebagai tempat suci oleh umat Islam selain Masjidil Haram di Makkah.
Masjid Nabawi diyakini dulunya adalah rumah Nabi Muhammad tempat dia tinggal setelah hijrah ke Madinah pada tahun 622 Masehi. Bangunan awalnya dibangun tanpa diberi atap. Masjid awalnya dijadikan tempat kepentingan sosial seperti berkumpulnya masyarakat, majelis, dan digunakan sebagai sarana sekolah agama (madrasah). Masjid Nabawi pernah namanya disebut dalam ayat Al-Qur’an. Seiring bergantinya penguasa di Madinah, masjid terus dibangun. Pada tahun 1909, area di Masjid Nabawi menjadi salah satu yang terang di Jazirah Arab karena telah menerima pasokan listrik. Masjid ini diawasi dan dijaga oleh Penjaga Dua Tanah Suci. Masjid Nabawi berada di tengah kota Madinah dan dekat beberapa hotel beserta pasar di sekelilingnya. Masjid Nabawi menjadi destinasi utama para jemaah haji dan umrah. Makam Muhammad juga sering dikunjungi oleh para jemaah yang datang ke Madinah.
Setelah perluasan besar-besaran di bawah Kekhalifahan Umayyah Al-Walid I, dibuat tempat di atas peristirahatan terakhir Nabi Muhammad beserta dua Khulafaur Rasyidin Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Salah satu fitur terkenal Masjid Nabawi adalah Kubah Hijau yang berada di tenggara masjid, yang dulunya merupakan rumah Aisyah, dimana kuburan Muhammad berada. Pada tahun 1279, sebuah penutup yang terbuat dari kayu dibangun dan direnovasi sedikitnya dua kali yakni pada abad ke-15 dan pada 1817. Kubah yang ada saat ini dibangun pada 1818 oleh Sultan Utsmaniyah Mahmud II, dan dicat hijau pada 1837, sejak saat itulah kubah tersebut dikenal sebagai “Kubah Hijau”.
Masjid Nabawi adalah masjid kedua yang dibangun oleh Nabi Muhammad, setelah Masjid Quba yang didirikan dalam perjalanan hijrah dia dari Mekkah ke Madinah. Masjid Nabawi dibangun di tempat unta tunggangan Nabi Muhammad menghentikan perjalanannya dan didirikan sejak waktu pertama Nabi Muhammad tiba di Madinah. Lokasi itu semula adalah tempat penjemuran buah kurma milik anak yatim dua bersaudara Sahl dan Suhail bin ‘Amr, yang kemudian dibeli oleh Muhammad. untuk dibangunkan masjid dan tempat kediamannya.
Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 m × 50 m, dengan tinggi atap sekitar 3,5 m. Muhammad turut membangunnya dengan tangannya sendiri, bersama-sama dengan para sahabat dan kaum muslimin. Tembok di keempat sisi masjid ini terbuat dari batu bata dan tanah, sedangkan atapnya dari daun kurma dengan tiang-tiang penopangnya dari batang kurma. Sebagian atapnya dibiarkan terbuka begitu saja. Selama sembilan tahun pertama, masjid ini tanpa penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya, diadakan sedikit penerangan dengan membakar jerami.
Kemudian melekat pada salah satu sisi masjid, dibangun kediaman Nabi. Kediaman Nabi ini tidak seberapa besar dan tidak lebih mewah dari keadaan masjidnya, hanya tentu saja lebih tertutup. Selain itu ada pula bagian yang digunakan sebagai tempat orang-orang fakir-miskin yang tidak memiliki rumah. Belakangan, orang-orang ini dikenal sebagai ahlussufah atau para penghuni teras masjid.
Setelah itu berkali-kali masjid ini direnovasi dan diperluas. Renovasi yang pertama dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 17H , dan yang kedua oleh Khalifah Utsman bin ‘Affan pada tahun 29 H. Di zaman modern, Raja Abdul Aziz dari Kerajaan Saudi Arabia meluaskan masjid ini menjadi 6.024 m² pada tahun 1372 H. Perluasan ini kemudian dilanjutkan oleh penerusnya, Raja Fahd pada tahun 1414 H, sehingga luas bangunan masjidnya hampir mencapai 100.000 m², di tambah dengan lantai atas yang mencapai luas 67.000 m² dan pelataran masjid yang dapat digunakan untuk salat seluas 135.000 m². Masjid Nabawi kini dapat menampung kira-kira 535.000 jemaah.
Masa awal
Masjid dibangun oleh Nabi Muhammad pada 622 setelah kedatangannya di kota Madinah. Mengendarai seekor onta yang dinamai Qaswa, onta itu berhenti di tempat yang sekarang dijadikan masjid. Lahan tersebut dimiliki oleh Sahal dan Suhayl. Bagian dari lahan ini digunakan untuk lahan tempat pengeringan kurma ; sedangkan bagian lainnya dijadikan taman pemakaman. Menolak di sebut “menerima lahan sebagai sebuah pemberian”, dia membeli lahan tersebut dan memerlukan waktu selama tujuh bulan untuk menyelesaikan konstruksi. Saat itu luasnya 305 meter (1.001 ft) × 3.562 meter (11.686 ft). Atapnya, ditunjang oleh pelepah kurma, terbuat dari tanah liat yang dipukul dan dedaunan kurma. Tingginya mencapai 360 meter (1.180 ft). Tiga pintu masjid yaitu Bab-al-Rahmah ke selatan, Bab-al-Jibril ke barat dan Bab-al-Nisa ke timur.
Setelah Pertempuran Khaibar, masjid “diperbesar”. Perluasan masjid untuk 4.732 meter (15.525 ft) pada salah satu sisi dan tiga ruas pilar dibangun disamping tembok bagian barat, yang menjadi tempat salat. Masjid mengalami perubahan saat pemerintahan Khulafaur Rasyidin Abu Bakar. Khalifah kedua Umar meratakan semua rumah dekat masjid kecuali rumah istri Nabi Muhammad untuk memperbesar masjid ini. Dimensi ukuran masjid baru saat itu menjadi 5.749 meter (18.862 ft) × 6.614 meter (21.699 ft). Lumpur digunakan untuk dinding penutup. Selain ditaburi kerikil di lantainya, tinggi atap ditambah hingga 56 meter (184 ft). Umar sedikitnya membangun tiga konstruksi gerbang baru sebagai pintu masuk. Dia juga menambahkan Al-Butayha bagi masyarakat untuk membacakan puisi-puisi.
Khalifah ketiga Utsman merobohkan masjid ini pada 649 M. Sepuluh bulan dihabiskan untuk membuat bentuk persegi panjang masjid yang menghadap ke Ka’bah di Makkah. Masjid baru tersebut berukuran 8.140 meter (26.710 ft) × 6.258 meter (20.531 ft). Jumlah gerbang disamakan pada bangunan sebelumnya. Dinding pembatas terbuat dari lapisan bata dengan adukan semen. Tiang-tiang batang kurma digantikan oleh pilar batu yang disatukan dengan kempa besi. Kayu jati juga dimanfaatkan dalam rekonstruksi langit-langit.
Zaman pertengahan
Masjid Nabawi pada masa Kesultanan Utsmaniyah
Pada 707, Khalifah Umayyah Al-Walid ibn Abd al-Malik merenovasi masjid. Renovasi ini memakan waktu tiga tahun untuk menyelesaikannya. Bahan-bahan material berasal dari Bizantium. Wilayah masjid diperbesar dari 5094 meter persegi pada masa Utsman bin Affan menjadi 8672 meter persegi. Sebuah tembok dibangun untuk memisahkan masjid dan rumah istri Nabi Muhammad. Masjid direnovasi dalam sebuah bentuk trapesium dengan panjang 10.176 meter (33.386 ft). Untuk pertama kalinya, beranda dibangun di masjid menghubungkan bagian utara struktur ke struktur terpentingnya. Untuk pertama kalinya pula, minaret dibangun di Madinah, ia membangun empat minaret.
Khalifah Abbasiyah Al-Mahdi memperluas masjid ke utara sebanyak 50 meter (160 ft). Namanya juga ditulis pada dinding masjid. Dia juga mengusulkan untuk menghilangkan enam anak tangga menuju mimbar, tetapi usulan ini ditolak, karena hal ini dapat menyebabkan kerusakan yang merugikan. Menurut tulisan Ibnu Qutaibah, khalifah ketiga Al-Ma’mun melakukan pekerjaan yang tidak menentu pada masjid. Al-Mutawakkil memimpin pelapisan makam Nabi dengan marmer. Al-Ashraf Qansuh al-Ghawri membangun sebuah kubah di atas makam Nabi pada 1476.
Kubah Hijau, dalam Richard Francis Burton Pilgrimage, pada 1850 M
Raudlah (merujuk pada al-Rawdah al-Mutaharah), mencakup kubah di sudut tenggara masjid, dibangun pada 1817C.E. saat penguasaan Sultan Mahmud II. Kubah di cat hijau pada 1837 C.E. dan lebih dikenal dengan nama “Kubah Hijau”.
Sultan Abdul Majid I mengahabiskan waktu tiga belas tahun untuk membangun kembali masjid, yang di mulai pada 1849. batu bata merah digunakan dalam material utama dalam rekonstruksi masjid. Luas lantai diperbesar hingga 1293 meter persegi. Pada dinding-dindingnya, ayat-ayat Al-Qur’an dilukis dalam bentuk kaligrafi Islam. Pada sisi utara masjid, sebuah madrasah dibangun untuk “bimbingan mengajar Al-Qur’an “.
Saudi
Ketika Saud bin Abdul Aziz merebut Madinah pada 1805, para pengikutnya, Wahhabi, merobohkan setiap makam berkubah yang ada di Madinah dalam pandangannya pada pencegahan pemuliaan bangunan, termasuk Kubah Hijau yang dikatakan akan segera dihancurkan. Mereka tidak menghendaki orang-orang memuliakan kuburan dan tempat yang dianggap memiliki keajaiban supranatural yang berlawanan dengan tauhid. Makam Nabi Muhammad dilepaskan dari hiasan emas dan berliannya, tetapi kubah tersebut menjadi salah satu yang masih dipelihara karena sebuah ketidaksuksesan percobaan untuk merobohkan struktur kerasnya, atau karena beberapa tahun sebelumnya Ibnu Abdul Wahhab menulis bahwa tidak berharap untuk melihat kubah dihancurkan pertentangannya pada orang-orang yang berdoa di sekitar makam. Kejadian serupa terjadi pada 1925 ketika Ikhwan Saudi kembali merebut dan mengawasi kota Madinah.
Setelah pendirian Kerajaan Arab Saudi pada 1932, masjid mengalami modifikasi besar. Pada 1951 Raja Ibnu Saud (1932–1953) merencanakan penghancuran bangunan sekitar masjid untuk membuat sayap baru ke timur dan barat dari gedung peribadatan utama, dengan tetap kolom beton dengan sentuhan seni. Kolom tertua diperkokoh beton dan dipasangi cincin tembaga diatasnya. Minaret Suleymaniyya dan Majidiyya dipindahkan menjadi dua minaret bergaya Mamluk. Dua menara tambahan ditegakkan ke barat daya dan timur laut masjid. Sebuah perpustakaan dibangun sepanjang tembok bagian barat yang menjadi tempat koleksi Al-Qur’an bersejarah dan beragam teks keagamaan lainnya.
Pada 1974, Raja Faisal menambahkan 40.440 meter persegi untuk luas masjid. Perluasan masjid juga dilakukan pada masa kekuasaan Raja Fahd pada 1985. Bulldozer turut gunakan dalam penghancuran bangunan-bangunan sekitar masjid. Pada 1992, ketika konstruksi ini selesai, wilayah masjid menjadi 1,7 juta kaki. Eskalator dan 27 halaman juga ditambahkan dalam perluasan masjid.
Sebanyak US$ 6 miliar diumumkan untuk perluasan masjid pada September 2012. RT melaporkan bahwa setelah proyek selesai, masjid dapat menampung lebih dari 1,6 juta jamaah. Pada Maret tahun berikutnya, Saudi Gazette menulis “95 persen penghancuran telah diselesaikan. Sekitar 10 hotel di sisi timur perluasan dihilangkan serta sejumlah rumah dan fasilitas lain untuk membuat jalur menuju perluasan.”
Arsitektur
Dua masjid bertingkat berbentuk persegi panjang tidak beraturan. Ruang salat bangunan Utsmaniyah menghadap ke selatan. Bangunan ini memiliki atap rata dengan 27 kubah yang dapat di geser. Lubang di atas langit-langit masjid merupakan salah satu kubah yang mengiluminasi interior. Atap juga digunakan untuk salat ketika memasuki masa puncak, ketika kubah bergeser di atas jalur besi menuju bagian pinggir atap, membuat cahaya tambahan masuk menuju ruang salat utama. Pada masa itu pula, halaman masjid Utsmaniyah juga di tambah dengan payung-payung yang membentuk pilar-pilar tunggal. Atap masjid terhubung dengan tangga dan eskalator. Wilayah halaman sekitar masjid juga digunakan untuk salat, dilindungi oleh payung-payung besar. Kubah bergeser dan payung yang dapat terbuka secara otomatis di rancang oleh arsitek Jerman Mahmoud Bodo Rasch beserta firmanya Rasch GmbH dan Buro Happold.
Struktur
Makam Muhammad
Masjid Nabawi dari depan. Makam Muhammad terletak di bawah Kubah Hijau.
Muhammad dimakamkan di tempat meninggalnya, yakni di tempat yang dahulunya adalah kamar Aisyah, istrinya sendiri. Kemudian berturut-turut dimakamkan pula dua sahabat terdekatnya di tempat yang sama, yakni Abu Bakar Al-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Karena perluasan-perluasan Masjid Nabawi, ketiga makam itu kini berada di dalam masjid, yakni di sudut tenggara masjid. Sedangkan Aisyah dan kebanyakan sahabat yang lain, dimakamkan di pemakaman umum Baqi. Dahulu terpisah cukup jauh, kini dengan perluasan masjid, Baqi jadi terletak bersebelahan dengan halaman Masjid Nabawi.
Riyadhul Jannah
Jantung dari Masjid Nabawi yang diistimewakan tetapi berukuran kecil bernama Riad ul-Jannah (Taman Surga). Tempat ini adalah bagian dari perluasan makam Muhammad hingga mimbarnya. Banyak jemaah haji yang ingin bersembahyang di sana, karena diyakini doanya akan dikabulkan. Masuk ke area ini cukup sulit, utamanya pada musim haji. Tempat ini hanya menampung maksimal seratus jemaah.
Riad ul-Jannah terpisah dari Jannah (Surga). Ini dikisahkan oleh Abu Hurairah bahwa Muhammad bersabda, “Wilayah antara rumahku dengan mimbarku adalah salah satu taman surga, dan mimbarku itu berada di atas kolamku.”
Raudlah
Salah satu bagian Masjid Nabawi terkenal dengan sebutan Raudlah (Taman Surga). Doa-doa yang dipanjatkan dari Raudlah ini diyakini akan dikabulkan oleh Allah. Raudlah terletak di antara mimbar dengan makam (dahulu rumah) Muhammad, diterima dari Abu Hurairah, bahwa Muhammad bersabda:
“Tempat yang terletak di antara rumahku dengan mimbarku merupakan suatu taman di antara taman-taman surga, sedang mimbarku itu terletak di atas kolamku.”
— H.R Bukhari
Rekonstruksi Masjid Nabawi saat berumur 1 tahun.
Mihrab
Terdapat dua mihrab dalam Masjid Nabawi, satu dibangun Nabi Muhammad dan yang lainnya dibangun oleh Khulafaur Rasyidin ketiga Utsman. Di samping mihrab, masjid juga memiliki tempat suci lain lain yang mengindikasikan sebagai tempat salat. Ini termasuk mihrab al-tahajjud yang dibangun oleh Nabi Muhammad untuk tahajjud, serta mihrab Fatimah.
Mihrab Nabi Muhammad
Mihrab Utsmani
Mihrab Tahajjud
Mihrab Sulaimani
Mimbar
Mimbar asli yang digunakan Nabi Muhammad hanya sebuah “balok kayu kurma”. Mimbar ini berdimensi 50 sentimeter (0,50 m) x 125 meter (410 ft). Juga pada tahun 629, tiga anak tangga di tambah. Khalifah pertama, Abu Bakar, dan Umar bin Khattab tidak menggunakan anak tangga ketiga “karena mengikuti Sunnah”, tetapi Khalifah ketiga Utsman bin ‘Affan menempatkan sebuah kubah kain di atasnya dan kursi yang terbuat dari eboni. Mimbar dipindahkan oleh Baybars I pada 1395 dan kemudian oleh Sheikh al-Mahmudi pada 1417. Ini juga dipindahkan oleh Ibnu Qutaibah pada akhir abad ke lima belas, yang pada Agustus 2013, tidak lagi digunakan dalam masjid.
Minaret
Salah satu minaret Masjid Nabawi
Minaret-minaret pertama (jumlahnya empat) 26 kaki (7,9 m) dibangun oleh Umar. Pada 1307, sebuah minaret dijuluki Bab al-Salam ditambahkan oleh Muhammad bun Kalavun yang direnovasi oleh Mehmed IV. Setelah proyek renovasi 1994, terdapat sepuluh minaret yang tingginya 104 meter (341 ft). Bagian bawah, dasar dan dan atas berbentuk silinder, segi delapan yang terlihat menarik.
Keutamaan
Keutamaan Masjid Nabawi dinyatakan oleh Muhammad, sebagaimana diterima dari Jabir r.a:
Satu kali salat di masjidku, lebih besar pahalanya dari seribu kali salat di masjid yang lain, kecuali di Masjidil Haram. Dan satu kali salat di Masjidil Haram lebih utama dari seratus ribu kali salat di masjid lainnya.
— H.R Ahmad
Diterima dari Anas bin Malik bahwa Muhammad bersabda:
Barangsiapa melakukan salat di masjid ini sebanyak 40 kali tanpa luput satu kali salat pun, maka akan dicatat kebebasannya dari neraka, kebebasan dari siksa dan terhindarlah dia dari kemunafikan.
— H.R Ahmad dan Thabrani
Dari Sa’id bin Musaiyab, yang diterimanya dari Abu Hurairah, bahwa Muhammad bersabda:
Tidak perlu disiapkan kendaraan, kecuali untuk mengunjungi tiga buah masjid: Masjidil Haram, masjid ini, dan Masjidil Aqsa.
— H.R Bukhari, Muslim dan Abu Dawud
Berdasarkan hadits-hadits ini, dapat dipahami bahwa kota Madinah, terutama Masjid Nabawi ramai dikunjungi umat Muslim yang sedang menjalankan amal sunah dengan berhaji atau umrah.
Sunah
Masjid Nabawi dibangun dengan prinsip kesederhanaan oleh dua khalifah, yakni Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Mereka membangun Masjid Nabawi dengan sederhana agar tidak menimbulkan fitnah dan sifat membangga-banggakan masjid. Arsitektur Masjid Nabawi dibuat kurang lebih sama dengan bangunan-bangunan di zaman Muhammad hidup. Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, bagian atap diganti. Awalnya, atap Masjid Nabawi terbuat dari pelepah pohon kurma, lalu diganti dengan kayu jati.
Safar seringkali dilakoni oleh masyarakat. Di Indonesia, sebelum Hari Raya Idul Fitri atau saat liburan panjang, biasanya masyarakat Indonesia berbondong-bondong mudik untuk silaturahim atau liburan. Namun, ada adab yang harus diperhatikan sebelum memulai safar.
Ketika hendak melakukan perjalanan jauh atau safar, banyak pembekalan yang harus dipersiapkan. Hal ini dilakukan demi menjamin kebutuhan selama perjalanan dan saat sampai tujuan.
1.Menyelesaikan semua urusan antar manusia
Urusan antara manusia seperti hutang, pengembalian amanah, pengembalian barang pinjaman, dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukan agar manusia tidak memiliki beban apapun ketika Allah memanggilnya secara tiba-tiba.
menyelesaikan berbagai persengketaan, seperti menunaikan utang pada orang lain yang belum terlunasi sesuai kemampuan, menunjuk siapa yang bisa menjadi wakil tatkala ada utang yang belum bisa dilunasi, mengembalikan barang-barang titipan, mencatat wasiat, dan memberikan nafkah yang wajib bagi anggota keluarga yang ditinggalkan.Hal-hal ini perlu disiapkan karena kita tidaklah tahu ajal kita kapan menjemput. Boleh jadi saat safar, malaikat maut datang menjemput. Allah Ta’ala berfirman,
“ Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. ” (QS. Luqman: 34)
2. sholat taubah
jika sudah bulat melakukan perjalanan, maka perbanyaklah taubat yaitu meminta ampunan pada Allah dari segala macam maksiat, mintalah maaf kepada orang lain atas tindak kezholiman yang pernah dilakukan, dan minta dihalalkan jika ada muamalah yang salah dengan sahabat atau lainnya.
3. tidak melakukan safar sendiri
mencari teman perjalanan yang baik. Carilah orang yang mengerti agama sebagai teman di perjalanan. Karena hal itu merupakan salah satu faktor yang membuat kita diberi petunjuk oleh Allah dan juga menyebabkan diri terjaga dari berbuat kesalahan selama dalam perjalanan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamb bersabda,
“ Seseorang itu akan mengikuti agama teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaklah kalian memperhatikan siapa yang akan kalian jadikan sebagai teman dekat. ” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Janganlah engkau berteman melainkan dengan orang yang beriman. Hendaklah yang menikmati makananmu hanyalah orang yang bertakwa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan teman yang baik laksana orang yang membawa minyak wangi sedangkan teman yang jelek diperumpamakan seperti pande besi. 8
4. Membaca doa ketika mendapati tempat yang tinggi atau tempat yang rendah.
Di antara adab di dalam safar ataupun berkendaraan, jika seseorang menaiki tempat yang tinggi, maka hendaknya dia bertakbir. Jika mendapati tempat yang menurun, maka hendaknya bertasbih.
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata,
“Jika kami mendapati jalan naik, maka kami bertakbir dan jika mendapati jalan turun, maka kami bertasbih.”
Para ulama menjelaskan bahwa di antara hikmahnya adalah ketika seseorang menaiki tempat yang tinggi atau naik di dalam kendaraan yang bagus atau kendaraan yang mampu membawanya ke tempat yang tinggi, lalu dia akan merasa lebih tinggi, maka hendaknya dia ingat bahwa ada Dzat yang lebih tinggi yaitu Allah ﷻ. Allah ﷻ Maha Besar dan Maha Tinggi dari segalanya. Adapun ketika tasbih ketika dia menuruni jalan, sebagaimana kisah Nabi Yunus ‘alaihissalam ketika berada di perut ikan, dengan tasbihnya Allah ﷻ menyelamatkannya dari kegelapan yang bertumpuk-tumpuk.
5.Berdoa ketika singgah pada suatu tempat yang asing.
Barang siapa yang bersafar dan singgah dalam suatu tempat, maka hendaknya berdoa sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ,
“Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan apa saja yang Dia ciptakan.”
Alangkah baiknya seseorang ketika singgah di dalam suatu tempat mengucapkan doa tersebut. Bisa saja seseorang singgah di dalam tempat peristirahatan yang asing baginya, sehingga ada saja orang-orang atau hewan-hewan yang akan mencelakainya. Dengan membaca doa tersebut Allah ﷻ akan melindunginya.
Perang Badar adalah pertempuran besar pertama antara umat islam melawan musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 17 Ramadan 2H (13 Maret 624). Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang bertempur menghadapi pasukan Quraisy dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang. Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan Muslim menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy, yang kemudian mundur dalam kekacauan.
Sebelum pertempuran ini, kaum Muslim dan penduduk Mekkah telah terlibat dalam beberapa kali konflik bersenjata skala kecil antara akhir 623 sampai dengan awal 624, dan konflik bersenjata tersebut semakin lama semakin sering terjadi. Meskipun demikian, Pertempuran Badar adalah pertempuran skala besar pertama yang terjadi antara kedua kekuatan itu. Muhammad saat itu sedang memimpin pasukan kecil dalam usahanya melakukan pencegatan terhadap kafilah Quraisy yang baru saja pulang dari Syam, ketika ia dikejutkan oleh keberadaan pasukan Quraisy yang jauh lebih besar. Pasukan Muhammad yang sangat berdisiplin bergerak maju terhadap posisi pertahanan lawan yang kuat, dan berhasil menghancurkan barisan pertahanan Mekkah sekaligus menewaskan beberapa pemimpin penting Quraisy, antara lain ialah Abu Jahal alias Amr bin Hisyam.
Bagi kaum Muslim awal, pertempuran ini sangatlah berarti karena merupakan bukti pertama bahwa mereka sesungguhnya berpeluang untuk mengalahkan musuh mereka di Mekkah. Mekkah saat itu merupakan salah satu kota terkaya dan terkuat di Arabia zaman jahiliyah. Kemenangan kaum Muslim juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab lainnya bahwa suatu kekuatan baru telah bangkit di Arabia, serta memperkokoh otoritas Muhammad sebagai pemimpin atas berbagai golongan masyarakat Madinah yang sebelumnya sering bertikai. Berbagai suku Arab mulai memeluk agama Islam dan membangun persekutuan dengan kaum Muslim di Madinah; dengan demikian, ekspansi agama Islam pun dimulai.
Kekalahan Quraisy dalam Pertempuran Badar menyebabkan mereka bersumpah untuk membalas dendam, dan hal ini terjadi sekitar setahun kemudian dalam Pertempuran Uhud.
Rasulullah mengadakan persiapan untuk keluar bersama 313 atau hingga 317 orang, yang terdiri dari 82 hingga 86 dari Muhajirin, 61 dari Aus, dan 170 dari Khazraj. Mereka tidak mengadakan pertemuan khusus dan tidak membawa perlengkapan yang banyak. Kudanya pun hanya dua ekor; seekor milik Az-Zubair bin Al-Awwam dan seekor lagi milik Al-Miqdad bin Al-Aswad Al-Kindi. Untanya ada 70 ekor, Satu ekor dinaiki dua atau tiga orang. Rasulullah naik seekor unta bersama Ali bin Abu Thalib dan Martsad bin Abu Martsad Al-Ghanawi.
Rasulullah SAW, mengangkat Ibnu Ummi Makhtum menjadi wakil beliau di Madinah. Namun, setibanya di Ar-Rauha’, beliau menyuruh Abu Lubabah bin Abdul Mundzir agar kembali ke Madinah dan menggantikan posisi Ibnu Ummi Makhtum sebagai wakil beliau. Bendera komando tertinggi yang berwarna putih diserahkan kepada Mush’ab bin Umair Al-Qurasyi Al-Abdari. Pasukan kaum Muslimin dibagi menjadi dua batalion :
Batalion Muhajirin. Benderanya diserahkan kepada Ali bin Abu Thalib.
Batalion Anshar. Benderanya diserahkan kepada Sa’ad bin Mu’adz.
Komando sayap kanan diserahkan kepada Az-Zubair bin Al-Awwam’ dan sayap kiri diserahkan kepada Al-Miqdad bin Amr, karena hanya mereka berdualah yang naik kuda dalam pasukan itu. Sementara titik pertahanan garis belakang diserahkan kepada Qais bin Sha’sha’ah. Komando tertinggi berada di tangan Rasulullah.
Pada awal peperangan, Jazirah Arab dihuni oleh suku-suku yang berbicara dalam bahasa Arab. Beberapa diantaranya adalah suku Badui; bangsa nomad penggembala yang terdiri dari berbagai macam suku; beberapa adalah suku petani yang tinggal di oasis daerah utara atau daerah yang lebih subur di bagian selatan (sekarang Yaman dan Oman). Mayoritas bangsa Arab menganut kepercayaan politeisme. Beberapa suku juga memeluk agama Yahudi, Kristen (termasuk paham Nestorian), dan Zoroastrianisme.
Nabi Muhammad lahir di Mekkah sekitar tahun 570 dari keluarga Bani Hasyim dari suku Quraisy. Ketika berumur 40 tahun, ia mengalami pengalaman spiritual yaitu menerima wahyu ketika sedang menyendiri di suatu gua, yakni Gua Hira di luar kota Mekkah. Ia mulai berdakwah kepada keluarganya dan setelah itu baru berdakwah kepada umum. Dakwahnya ada yang diterima dengan baik tapi lebih banyak yang menentangnya. Pada periode ini, Muhammad dilindungi oleh pamannya Abu Thalib. Ketika pamannya meninggal dunia sekitar tahun 619, kepemimpinan Mekkah diteruskan kepada salah seorang musuh Muhammad, yaitu Amr bin Hisyam, yang menghilangkan perlindungan kepada Muhammad serta meningkatkan penganiayaan terhadap komunitas Muslim.
Pada tahun 622, dengan semakin meningkatnya kekerasan terbuka yang dilakukan kaum Quraisy kepada kaum Muslim di Mekkah, Muhammad dan banyak pengikutnya hijrah ke Madinah. Hal ini menandai dimulainya kedudukan Muhammad sebagai pemimpin suatu kelompok dan agama.
Ghazawāt
Setelah kejadian hijrah, ketegangan antara kelompok masyarakat di Mekkah dan Madinah semakin memuncak dan pertikaian terjadi pada tahun 623 ketika kaum Muslim memulai beberapa serangan (sering disebut ghazawāt dalam bahasa Arab) pada rombongan dagang kaum Quraisy Mekkah. Madinah terletak di antara rute utama perdagangan Mekkah. Meskipun kebanyakan kaum Muslim berasal dari kaum Quraisy juga, mereka yakin akan haknya untuk mengambil harta para pedagang Quraisy Mekkah tersebut; karena sebelumnya telah menjarah harta dan rumah kaum muslimin yang ditinggalkan di Mekkah (karena hijrah) dan telah mengeluarkan mereka dari suku dan kaumnya sendiri, sebuah penghinaan dalam kebudayaan Arab yang sangat menjunjung tinggi kehormatan. Kaum Quraisy Mekkah jelas-jelas mempunyai pandangan lain terhadap hal tersebut, karena mereka melihat kaum Muslim sebagai penjahat dan juga ancaman terhadap lingkungan dan kewibawaan mereka.
Pada akhir tahun 623 dan awal tahun 624, aksi ghazawāt semakin sering dan terjadi di mana-mana. Pada bulan September 623, Muhammad memimpin sendiri 200 orang kaum Muslim melakukan serangan yang gagal terhadap rombongan besar kafilah Mekkah. Tak lama setelah itu, kaum Quraisy Mekkah melakukan “serangan balasan” ke Madinah, meskipun tujuan sebenarnya hanyalah untuk mencuri ternak kaum Muslim. Pada bulan Januari 624, kaum Muslim menyerang kafilah dagang Mekkah di dekat daerah Nakhlah, hanya 40 kilometer di luar kota Mekkah, membunuh seorang penjaga dan akhirnya benar-benar membangkitkan dendam di kalangan kaum Quraisy Mekkah.[7] Terlebih lagi dari sudut pandang kaum Quraisy Mekkah, penyerangan itu terjadi pada bulan Rajab; bulan yang dianggap suci oleh penduduk Mekkah. Menurut tradisi mereka, dalam bulan ini peperangan dilarang dan gencatan senjata seharusnya dijalankan. Berdasarkan latar-belakang inilah akhirnya Pertempuran Badar terjadi.
Pertempuran
Pergerakan pasukan menuju Badar.
Di musim semi tahun 624, Muhammad mendapatkan informasi dari mata-matanya bahwa salah satu kafilah dagang yang paling banyak membawa harta pada tahun itu, dipimpin oleh Abu Sufyan dan dijaga oleh tiga puluh sampai empat puluh pengawal, sedang dalam perjalanan dari Suriah menuju Mekkah. Mengingat besarnya kafilah tersebut, atau karena beberapa kegagalan dalam penghadangan kafilah sebelumnya, Muhammad mengumpulkan pasukan sejumlah lebih dari 300 orang, yang sampai saat itu merupakan jumlah terbesar pasukan Muslim yang pernah diterjunkan ke medan perang.
Jumlah lengkap dari pasukan Nabi Muhammad yang dikumpulkan adalah 313 orang laki-laki. Namun, hanya 305 orang saja yang akhirnya mengikuti pertempuran. 8 orang lainnya tertinggal karena berbagai sebab yang berbeda.
Dari kaum Muhajirin terdapat tiga orang yang tidak bertempur, sedangkan dari kaum Anshar ada lima orang. Dari kaum Muhajirin ada Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’id bin Zaid. Utsman bin Affan tidak dapat berangkat ke pertempuran karena menemani istrinya yaitu Ruqayyah binti Muhammad yang dalam keadaan sekarat hingga akhirnya ia wafat. Sedangkan Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’id bin Zaid diutus oleh Nabi Muhammad untuk menyelidiki informasi tentang kafilah dagang suku Quraisy.
Dari kaum Anshar terdapat 5 orang yang tidak mengikuti pertempuran, yaitu Abu Lubabah bin Abdul Mundzir, Ashim bin Adi Al-Ajlani, Al-Harits bin Hathib Al-Amri, Al-Harits bin Ash-Shamah, dan Khawwat bin Jubair. Abu Lubabah bin Abdul-Mundzir dipilih oleh Nabi Muhammad untuk mewakili dirinya sebagai pemimpin di Madinah. Ashim bin Adi Al-Ajlani dipilih oleh Nabi Muhammad untuk mewakili dirinya sebagai pemimpin di Aliyah. Al-Harits bin Hathib Al-Amri dipulangkan ke Bani Amr bin Auf di Rauha’. Alasannya adalah tersebar kabar buruk tentang Bani Amr bin Auf. Sedangkan Al-Harits bin Ash-Shamah, dan Khawwat bin Jubair mengalami patah tulang.
Pergerakan menuju Badar
Muhammad memimpin pasukannya sendiri dan membawa banyak panglima utamanya, termasuk pamannya Hamzah dan para calon Khalifah pada masa depan, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib. Kaum Muslim juga membawa 70 unta dan 3 kuda, yang berarti bahwa mereka harus berjalan, atau tiga sampai empat orang duduk di atas satu unta. Namun, banyak sumber-sumber kalangan Muslim pada awal masa itu, termasuk dalam Al-Qur’an sendiri, tidak mengindikasikan akan terjadinya suatu peperangan yang serius, dan calon khalifah ketiga Utsman bin Affan juga tidak ikut karena istrinya sakit.
Ketika kafilah dagang Quraisy Mekkah mendekati Madinah, Abu Sufyan mulai mendengar mengenai rencana Muhammad untuk menyerangnya. Ia mengirim utusan yang bernama Damdam ke Mekkah untuk memperingatkan kaumnya dan mendapatkan bala bantuan. Segera saja kaum Quraisy Mekkah mempersiapkan pasukan sejumlah 900-1.000 orang untuk melindungi kelompok dagang tersebut. Banyak bangsawan kaum Quraisy Mekkah yang turut bergabung, termasuk di antaranya Amr bin Hisyam, Walid bin Utbah, Syaibah bin Rabi’ah, dan Umayyah bin Khalaf. Alasan keikut-sertaan mereka masing-masing berbeda. Beberapa ikut karena mempunyai bagian dari barang-barang dagangan pada kafilah dagang tersebut, yang lain ikut untuk membalas dendam atas Ibnu al-Hadrami, penjaga yang tewas di Nakhlah, dan sebagian kecil ikut karena berharap untuk mendapatkan kemenangan yang mudah atas kaum Muslim. Amr bin Hisyam juga disebutkan menyindir setidak-tidaknya seorang bangsawan, yaitu Umayyah bin Khalaf, agar ikut serta dalam penyerangan ini.
Di saat itu pasukan Muhammad sudah mendekati tempat penyergapan yang telah direncanakannya, yaitu di sumur Badar, suatu lokasi yang biasanya menjadi tempat persinggahan bagi semua kafilah yang sedang dalam rute perdagangan dari Suriah. Akan tetapi, beberapa orang petugas pengintai kaum Muslim berhasil diketahui keberadaannya oleh para pengintai kafilah dagang Quraisy tersebut dan Abu Sufyan kemudian langsung membelokkan arah kafilah menuju Yanbu.
Rencana pasukan Muslim
Lukisan Iran (1314), menggambarkan pertemuan para pemimpin Muslim sebelum memulai Pertempuran Badar.
“Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir”. Al-Anfal :7
Pada saat itu telah sampai kabar kepada pasukan Muslim mengenai keberangkatan pasukan dari Mekkah. Muhammad segera menggelar rapat dewan peperangan, disebabkan karena masih adanya kesempatan untuk mundur dan di antara para pejuang Muslim banyak yang baru saja masuk Islam (disebut kaum Anshar atau “Penolong”, untuk membedakannya dengan kaum Muslim Quraisy), yang sebelumnya hanya berjanji untuk membela Madinah. Berdasarkan pasal-pasal dalam Piagam Madinah, mereka berhak untuk menolak berperang serta dapat meninggalkan pasukan. Meskipun demikian berdasarkan tradisi Islam (sirah), dinyatakan bahwa mereka pun berjanji untuk berperang. Sa’ad bin Ubadah, salah seorang kaum Anshar, bahkan berkata “Seandainya engkau (Muhammad) membawa kami ke laut itu, kemudian engkau benar-benar mengarunginya, niscaya kami pun akan mengikutimu.” Akan tetapi, kaum Muslim masih berharap dapat terhindar dari suatu pertempuran terbuka, dan terus melanjutkan pergerakannya menuju Badar.
Pada tanggal 11 Maret, kedua pasukan telah berada kira-kira satu hari perjalanan dari Badar. Beberapa pejuang Muslim (menurut beberapa sumber, termasuk Ali bin Abi Thalib) yang telah berkuda di depan barisan utama, berhasil menangkap dua orang pembawa persedian air dari pasukan Mekkah di sumur Badar. Pasukan Muslim sangat terkejut ketika mendengar para tawanan berkata bahwa mereka bukan berasal dari kafilah dagang, melainkan berasal dari pasukan utama Quraisy. Karena menduga bahwa mereka berbohong, para penyelidik memukuli kedua tawanan tersebut sampai mereka berkata bahwa mereka berasal dari kafilah dagang. Akan tetapi berdasarkan catatan tradisi, Muhammad kemudian menghentikan tindakan tersebut. Beberapa catatan tradisi juga menyatakan bahwa ketika mendengar nama-nama para bangsawan Quraisy yang menyertai pasukan tersebut, ia berkata “Itulah Mekkah. Ia telah melemparkan kepada kalian potongan-potongan hatinya.” Hari berikutnya Muhammad memerintahkan melanjutkan pergerakan pasukan ke wadi Badar dan tiba di sana sebelum pasukan Mekkah.
Sumur Badar terletak di lereng yang landai di bagian timur suatu lembah yang bernama “Yalyal”. Bagian barat lembah dipagari oleh sebuah bukit besar bernama “‘Aqanqal”. Ketika pasukan Muslim tiba dari arah timur, Muhammad pertama-tama memilih menempatkan pasukannya pada sumur pertama yang dicapainya. Tetapi, ia kemudian tampaknya berhasil diyakinkan oleh salah seorang pejuangnya, untuk memindahkan pasukan ke arah barat dan menduduki sumur yang terdekat dengan posisi pasukan Quraisy. Muhammad kemudian memerintahkan agar sumur-sumur yang lain ditimbuni, sehingga pasukan Mekkah terpaksa harus berperang melawan pasukan Muslim untuk dapat memperoleh satu-satunya sumber air yang tersisa.
Rencana pasukan Mekkah
Tayangan dari film The Message : Pasukan Muslim mendekati pasukan Quraisy Mekkah di dekat daerah ‘Aqanqal.
“Semua suku Arab akan mendengar bagaimana kita akan maju ke depan dengan segala kemegahan kita, dan mereka akan mengagumi kita untuk selama-lamanya.”– Amr bin Hisyam
Di sisi lain, meskipun tidak banyak yang diketahui mengenai perjalanan pasukan Quraisy sejak saat mereka meninggalkan Mekkah sampai dengan kedatangannya di perbatasan Badar, beberapa hal penting dapat dicatat: adalah tradisi pada banyak suku Arab untuk membawa istri dan anak-anak mereka untuk memotivasi dan merawat mereka selama pertempuran, tetapi tidak dilakukan pasukan Mekkah pada perang ini. Selain itu, kaum Quraisy juga hanya sedikit atau sama sekali tidak menghubungi suku-suku Badui sekutu mereka yang banyak tersebar di seluruh Hijaz. Kedua fakta itu memperlihatkan bahwa kaum Quraisy kekurangan waktu untuk mempersiapkan penyerangan tersebut, karena tergesa-gesa untuk melindungi kafilah dagang mereka.
Ketika pasukan Quraisy sampai di Juhfah, sedikit di arah selatan Badar, mereka menerima pesan dari Abu Sufyan bahwa kafilah dagang telah aman berada di belakang pasukan tersebut, sehingga mereka dapat kembali ke Mekkah.Pada titik ini, menurut penelitian Karen Armstrong, muncul pertentangan kekuasaan di kalangan pasukan Mekkah. Amr bin Hisyam ingin melanjutkan perjalanan, tetapi beberapa suku termasuk Bani Zuhrah dan Bani ‘Adi, segera kembali ke Mekkah. Armstrong memperkirakan suku-suku itu khawatir terhadap kekuasaan yang akan diraih oleh Amr bin Hisyam, dari penghancuran kaum Muslim. Sekelompok perwakilan Bani Hasyim yang juga enggan berperang melawan saudara sesukunya, turut pergi bersama kedua suku tersebut. Di luar beberapa kemunduran itu, Amr bin Hisyam tetap teguh dengan keinginannya untuk bertempur, dan bersesumbar “Kita tidak akan kembali sampai kita berada di Badar”. Pada masa inilah Abu Sufyan dan beberapa orang dari kafilah dagang turut bergabung dengan pasukan utama.
Hari pertempuran
Di saat fajar tanggal 13 Maret, pasukan Quraisy membongkar kemahnya dan bergerak menuju lembah Badar. Telah turun hujan pada hari sebelumnya, sehingga mereka harus berjuang ketika membawa kuda-kuda dan unta-unta mereka mendaki bukit ‘Aqanqal (beberapa sumber menyatakan bahwa matahari telah tinggi ketika mereka berhasil mencapai puncak bukit). Setelah menuruni bukit ‘Aqanqal, pasukan Mekkah mendirikan kemah baru di dalam lembah. Saat beristirahat, mereka mengirimkan seorang pengintai, yaitu Umair bin Wahab, untuk mengetahui letak barisan-barisan Muslim. Umair melaporkan bahwa pasukan Muhammad berjumlah kecil, dan tidak ada pasukan pendukung Muslim lainnya yang akan bergabung dalam peperangan. Akan tetapi ia juga memperkirakan akan ada banyak korban dari kaum Quraisy bila terjadi penyerangan (salah satu hadits menyampaikan bahwa ia melihat “unta-unta (Madinah) yang penuh dengan hawa kematian”). Hal tersebut semakin menurunkan moral kaum Quraisy, karena adanya kebiasaan peperangan suku-suku Arab yang umumnya sedikit memakan korban, dan menimbulkan perdebatan baru di antara para pemimpin Quraisy. Meskipun demikian, menurut catatan tradisi Islam, Amr bin Hisyam membungkam semua ketidak-puasan dengan membangkitkan rasa harga diri kaum Quraisy dan menuntut mereka agar menuntaskan hutang darah mereka.
Pertempuran diawali dengan majunya pemimpin-pemimpin kedua pasukan untuk berperang tanding. Tiga orang Anshar maju dari barisan Muslim, akan tetapi diteriaki agar mundur oleh pasukan Mekkah, yang tidak ingin menciptakan dendam yang tidak perlu dan menyatakan bahwa mereka hanya ingin bertarung melawan Muslim Quraisy. Karena itu, kaum Muslim kemudian mengirimkan Ali, Ubaidah bin al-Harits, dan Hamzah. Para pemimpin Muslim berhasil menewaskan pemimpin-pemimpin Mekkah dalam pertarungan tiga lawan tiga, meskipun Ubaidah mendapat luka parah yang menyebabkan ia wafat.
Selanjutnya kedua pasukan mulai melepaskan anak panah ke arah lawannya. Dua orang Muslim dan beberapa orang Quraisy yang tidak jelas jumlahnya tewas. Sebelum pertempuran berlangsung, Muhammad telah memberikan perintah kepada kaum Muslim agar menyerang dengan senjata-senjata jarak jauh mereka, dan bertarung melawan kaum Quraisy dengan senjata-senjata jarak pendek hanya setelah mereka mendekat. Segera setelah itu ia memberikan perintah untuk maju menyerbu, sambil melemparkan segenggam kerikil ke arah pasukan Mekkah; suatu tindakan yang mungkin merupakan suatu kebiasaan masyarakat Arab, dan berseru “Kebingungan melanda mereka!” Pasukan Muslim berseru “Ya manshur, amit!!” dan mendesak barisan-barisan pasukan Quraisy. Besarnya kekuatan serbuan kaum Muslim dapat dilihat pada beberapa ayat-ayat al-Qur’an, yang menyebutkan bahwa ribuan malaikat turun dari Surga pada Pertempuran Badar untuk membinasakan kaum Quraisy. Haruslah dicatat bahwa sumber-sumber Muslim awal memahami kejadian ini secara harafiah, dan terdapat beberapa hadits mengenai Muhammad yang membahas mengenai Malaikat Jibril dan peranannya di dalam pertempuran tersebut. Apapun penyebabnya, pasukan Mekkah yang kalah kekuatan dan tidak bersemangat dalam berperang segera saja tercerai-berai dan melarikan diri. Pertempuran itu sendiri berlangsung hanya beberapa jam dan selesai sedikit lewat tengah hari.
Setelah pertempuran
Korban dan tawanan
Lukisan Iran (1314), menggambarkan pasukan Muslim sedang melakukan pengejaran setelah pertempuran
Imam Bukhari memberikan keterangan bahwa dari pihak Mekkah tujuh puluh orang tewas dan tujuh puluh orang tertawan. Hal ini berarti 15%-16% pasukan Quraisy telah menjadi korban. Kecuali bila ternyata jumlah pasukan Mekkah yang terlibat di Badr jauh lebih sedikit, maka persentase pasukan yang tewas akan lebih tinggi lagi. Korban pasukan Muslim umumnya dinyatakan sebanyak empat belas orang tewas, yaitu sekitar 4% dari jumlah mereka yang terlibat peperangan. Enam orang berasal dari kaum Muhajirin dan 8 orang dari kaum Anshar.
Nama korban meninggal dari kaum Muhajirin yaitu Ubaidah bin Al-Harits, Umair bin Abi Waqqas, Dzusy Syimalain bin Abdu Amr, Aqil bin Al-Bukair, Mihja’, dan Shafwan bin Baidha’. Sedangjan korban meninggal dari kaum Anshar berasal dari Bani Aus dan Bani Khazraj. Korban meninggal dari Bani Aus ada dua orang, yaitu Sa’ad bin Khaitsamah dan Mubasysyir. Sedangkan dari Bani Khazraj ada enam orang, yaitu Yazid bin Al-Harits, Umair bin Al-Husam, Rafi’ bin Al-Mu’alla, Haritsah bin Suraqah, Auf bin Afra’ dan Mu’awwadz bin Afra’.
Sumber-sumber tidak menceritakan mengenai jumlah korban luka-luka dari kedua belah pihak, dan besarnya selisih jumlah korban keseluruhan antara kedua belah pihak menimbulkan dugaan bahwa pertempuran berlangsung dengan sangat singkat dan sebagian besar pasukan Mekkah terbunuh ketika sedang bergerak mundur.
Selama terjadinya pertempuran, pasukan Muslim berhasil menawan beberapa orang Quraisy Mekkah. Perbedaan pendapat segera terjadi di antara pasukan Muslim mengenai nasib bagi para tawanan tersebut. Kekhawatiran awal ialah pasukan Mekkah akan menyerbu kembali dan kaum Muslim tidak memiliki orang-orang untuk menjaga para tawanan. Sa’ad dan Umar berpendapat agar tawanan dibunuh, sedangkan Abu Bakar mengusulkan pengampunan. Muhammad akhirnya menyetujui usulan Abu Bakar, dan sebagian besar tawanan dibiarkan hidup, sebagian karena alasan hubungan kekerabatan (salah seorang adalah menantu Muhammad), keinginan untuk menerima tebusan, atau dengan harapan bahwa suatu saat mereka akan masuk Islam (dan memang kemudian sebagian melakukannya). Setidak-tidaknya dua orang penting Mekkah, Amr bin Hisyam dan Umayyah, tewas pada saat atau setelah Pertempuran Badar. Demikian pula dua orang Quraisy lainnya yang pernah menumpahkan keranjang kotoran kambing kepada Muhammad saat ia masih berdakwah di Mekkah, dibunuh dalam perjalanan kembali ke Madinah. Bilal, bekas budak Umayyah, begitu berkeinginan membunuhnya sehingga bersama sekumpulan orang yang membantunya bahkan sampai melukai seorang Muslim yang ketika itu sedang mengawal Umayyah.
Beberapa saat sebelum meninggalkan Badar, Muhammad memberikan perintah agar mengubur sekitar dua puluh orang Quraisy yang tewas ke dalam sumur Badar. Beberapa hadits menyatakan kejadian ini, yang tampaknya menjadi penyebabkan kemarahan besar pada kaum Quraisy Mekkah. Segera setelah itu, beberapa orang Muslim yang baru saja ditangkap sekutu-sekutu Mekkah dibawa ke kota itu dan dibunuh sebagai pembalasan atas kekalahan yang terjadi.
Berdasarkan tradisi Mekkah mengenai hutang darah, siapa saja yang memiliki hubungan darah dengan mereka yang tewas di Badar, haruslah merasa terpanggil untuk melakukan pembalasan terhadap orang-orang dari suku-suku yang telah membunuh kerabat mereka tersebut. Pihak Muslim juga mempunyai keinginan yang besar untuk melakukan pembalasan, karena telah mengalami penyiksaan dan penganiayaan oleh kaum Quraisy Mekkah selama bertahun-tahun. Akan tetapi selain pembunuhan awal yang telah terjadi, para tawanan lainnya yang masih hidup kemudian ditempatkan pada beberapa keluarga Muslim di Madinah dan mendapat perlakuan yang baik; yaitu sebagai kerabat atau sebagai sumber potensial untuk mendapatkan uang tebusan.
Dampak selanjutnya
Pertempuran Badar sangatlah berpengaruh atas munculnya dua orang tokoh yang akan menentukan arah masa depan Jazirah Arabia pada abad selanjutnya. Tokoh pertama adalah Muhammad, yang dalam semalam statusnya berubah dari seorang buangan dari Mekkah, menjadi salah seorang pemimpin utama. Menurut Karen Armstrong, “selama bertahun-tahun Muhammad telah menjadi sasaran pencemoohan dan penghinaan; tetapi setelah keberhasilan yang hebat dan tak terduga itu, semua orang di Arabia mau tak mau harus menanggapinya secara serius.” Marshall Hodgson menambahkan bahwa peristiwa di Badar memaksa suku-suku Arab lainnya untuk “menganggap umat Muslim sebagai salah satu penantang dan pewaris potensial terhadap kewibawaan dan peranan politik yang dimiliki oleh kaum Quraisy.” Kemenangan di Badar juga membuat Muhammad dapat memperkuat posisinya sendiri di Madinah. Segera setelah itu, ia mengeluarkan Bani Qainuqa’ dari Madinah, yaitu salah satu suku Yahudi yang sering mengancam kedudukan politiknya. Pada saat yang sama, Abdullah bin Ubay, seorang Muslim pemimpin Bani Khazraj dan penentang Muhammad, menemukan bahwa posisi politiknya di Madinah benar-benar melemah. Selanjutnya, ia hanya mampu memberikan penentangan dengan pengaruh terbatas kepada Muhammad.
Tokoh lain yang mendapat keberuntungan besar atas terjadinya Pertempuran Badar adalah Abu Sufyan. Kematian Amr bin Hisyam, serta banyak bangsawan Quraisy lainnya telah memberikan Abu Sufyan peluang, yang hampir seperti direncanakan, untuk menjadi pemimpin bagi kaum Quraisy. Sebagai akibatnya, saat pasukan Muhammad bergerak memasuki Mekkah enam tahun kemudian, Abu Sufyan menjadi tokoh yang membantu merundingkan penyerahannya secara damai. Abu Sufyan pada akhirnya menjadi pejabat berpangkat tinggi dalam Kekhalifahan Islam, dan anaknya Muawiyah kemudian melanjutkannya dengan mendirikan Kekhalifahan Umayyah.
Keikutsertaan dalam pertempuran di Badar pada masa-masa kemudian menjadi amat dihargai, sehingga Ibnu Ishaq memasukkan secara lengkap nama-nama pasukan Muslim tersebut dalam biografi Muhammad yang dibuatnya. Pada banyak hadits, orang-orang yang bertempur di Badar dinyatakan dengan jelas sebagai sebentuk penghormatan, bahkan kemungkinan mereka juga menerima semacam santunan pada tahun-tahun belakangan. Meninggalnya veteran Pertempuran Badar yang terakhir, diperkirakan terjadi saat perang saudara Islam pertama. Menurut Karen Armstrong, salah satu dampak Badar yang paling berkelanjutan kemungkinan adalah kegiatan berpuasa selama Ramadan, yang menurutnya pada awalnya dikerjakan umat Muslim untuk mengenang kemenangan pada Pertempuran Badar. Meskipun demikian pandangan ini diragukan, karena menurut catatan tradisi Islam, pasukan Muslim saat itu sedang berpuasa ketika mereka bergerak maju ke medan pertempuran.
Perang Badar juga berdampak pada kemajuan pendidikan bagi umat Islam. Rasulullah memutuskan kebijakan yang sangat bijaksana terhadap tawanan Quraisy, kebijakan tersebut berdasarkan usulan Abu Bakar As-Siddiq.
Source : Wikipedia
Agen Travel Umroh Surabaya terpercaya dengan pembimbing terbaik, menjadikan perjalanan ibadah Anda lebih bermakna.