Paket
Fasilitas
Galeri
Chat me

Larangan Ihram bagi Jamaah Umroh

Larangan Ihram, Setiap muslim pastinya ingin menunaikan ibadah Umroh, Sebagian masyarakat Indonesia saat ini akan melaksanakan Umroh 2023. Tidak hanya di Indonesia saja, pelaksanaan ibadah Umroh dilakukan disebagain negara-negara di dunia untuk berangkat ke tanah suci Mekah, Arab Saudi.

Namun dalam pelaksanaan ibadah Umroh ada yang perlu diperhatikan, Ada beberapa larangan dalam ajaran agama islam saat sedang melakukan ihram. Larangan Ihram yang dijelaskan ada kaitannya dengan pakaian,badan, hewan buruan, perbuatan fasik dan perkataan yang tidak baik.
Larangan Ihram

1. Mencukur rambut, dengan dalil firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَلاَ تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةُُ مِّنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ

“Dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum kurban sampai ke tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka wajib atasnya membayar fidyah, yaitu berpuasa, atau bersedekah, atau berkurban.” [al Baqarah/2:196]

  • Rambut yang lain sama hukumnya dengan rambut kepala, dengan dalil firman Allah.

    وَلاَ تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةُُ مِّنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ

“Dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum kurban sampai ke tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka wajib atasnya membayar fidyah, yaitu berpuasa, atau bersedekah, atau berkurban.” [al Baqarah/2:196].

Dan qiyas (Analogi) mereka berkata bahwa ayat tersebut menunjukkan kepada rambut kepala secara lafazh dan rambut yang lainnya secara qiyas, dan ini merupakan madzhab jumhur.[2]

  • Larangan itu hanya khusus pada rambut kepala, sedang rambut lainnya tidak terlarang.   Ini merupakan pendapat Ibnu Hazm dan madzhab Zhahiriyah, mereka berkata: “Tidak benar berdalil dengan ayat tersebut karena ayat tersebut khusus kepada rambut kepala, dan tidak ada penjelasan tentang yang lainnya. Sedangkan qiyas membutuhkan persamaan Illat dalam cabang (furu’) dan pokok (Ashl), kalau kalian menetapkan illat hal tersebut adalah sebagai kebersihan dan kesenangan, karena mencukur rambut kepala itu akan menghasilkan kebersihan, maka hal itu kurang tepat, karena muhrim (orang yang berihram) tidak dilarang makan-makanan yang enak dan baik, padahal hal tersebut juga menghasilkan kesenangan, demikian juga dia boleh memakai jenis bahan pakaian ihram yang sesukanya, dan illat (sebab) larangan mencukur rambut adalah dilarangnya satu syi’ar yang disyariatkan yaitu mencukur atau memangkas rambut sampai selesai umrah atau selesai melempar jumrah Aqabah, dan pendapat ini lebih kuat dari illat yang di atas. Demikian juga asal dari pengambilan rambut-rambut tubuh manusia adalah halal, maka kita tidak boleh melarangnya dari hal tersebut kecuali dengan dalil.

2. Memotong Kuku, dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

ثُمَّ لِيَقْضُوْا تَفَثَهُمْ وَ لِيُوْفُوْا نُذُوْرَهُمْ وَ لِيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ

“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka dan hendaklah mereka melakukan Thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” [al Hajj/22:29

Yang ditafsirkan oleh sebahagian sahabat dan tabi’in dengan memotong rambut, kuku dan mencabut bulu ketiak. Dan mengatakan; “Menurut tafsir ini maka ayat tersebut menunjukkan bahwa kuku itu seperti rambut bagi orang yang sedang ihram, apalagi dihubungkan dengan kata penghubung “tsumma” terhadap penyembelihan hadyu, maka itu menunjukkan bahwa mencukur dan memotong kuku dan yang sejenisnya seharusnya dilakukan setelah nahr (menyembelih pada tanggal 10 dzul hijjah) pent[4]. Apalagi kalau benar penukilan ijma’ tersebut maka tidak ada alasan untuk menolaknya.

3. Menutup Kepala Dengan Penutup yang Melekat Di Kepala.

Hal itu karena larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kisah seorang yang sedang berihram dan jatuh dari ontanya dengan mengatakan:

لاَ تُخَمِّرُوْا رَأْسَهُ

“Janganlah kalian tutupi kepalanya“. [HR Bukhari dan Muslim]

Demikian juga hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang apa yang dipakai oleh seorang yang sedang berihram, maka beliau menjawab:

لاَ يَلْبَسُ اْلقَمِيْصَ وَلاَالسَّرَاوِيْلاَتِ وَلاَ الْبَرَانِسَ وَلاَ الْعَمَائِمَ

“Janganlah dia berihram memakai gamis, celana, baju burnus [5], dan tidak pula imamah” [HR Mutafaqqun alaih]

Imamah (sorban) dinamakan demikian karena dia menutupi seluruh atau hampir seluruh kepala, maka tidak boleh seseorang menutup kepalanya dengan sesuatu yang tidak langsung menempel, dan dibolehkan menggunakan payung atau apa saja yang dapat digunakan untuk berteduh seperti penutup kendaraan dan lain-lainnya.

4. Memakai pakaian berjahit bagi laki-laki dengan sengaja pada seluruh badan atau sebagiannya,

berupa baju/pakaian yang menutupi setiap pergelangan dari tubuh, seperti: gamis, celana, kaos kaki, kaos tangan dan lain-lain.

Sebagaimana larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu Umar ketika beliau ditanya apa yang dipakai seorang muhrim? Beliau menjawab:

لاَ يَلْبَسُ المُحْرِمُ اْلقَمِيْصَ وَلاَ الْعِمَامَةَ وَلاَ اْلبُرْنُسَ وَلاَ الْسَّرَاوِيْلَ وَلاَ ثَوْبًا مَسَّهُ وَرْسٌ وَلاَ زَعْفَرَانُ وَلاَ الْخُفَّيْنِ إِلاَّ أَنْ لاَ يَجِدَ نَعْلَيْنِ فَلْيَقْطَعْهُمَا حَتَّى يَكُوْنَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ

“Janganlah seorang muhrim memakai gamis, imamah, burnus, celana, pakaian yang terkena wars dan za’faron dan tidak memakai kaos kaki kulit kecuali jika tidak mendapatkan sandal, maka hendaklah dia memotongnya sampai menjadi dibawah dua mata kakinya” [HR Bukhari dan Muslim]

5. Dilarang melakukan Hubungan Suami istri

Orang yang sedang ihram tidak boleh melakukan jima’ (bersetubuh dengan isterinya), ataupun menikmati istrinya dengan bentuk seperti mencium, menyentuh dengan dorongan syahwat dan bercakap dengan istrinya mengenai hal- hal yang berkenaan dengan seks.

Hal ini dilandaskan dengan firman Allah dalam surat Albaqarah (2) ayat 197; “Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantah di dalam masa mengerjakan haji.”

6. Dilarang merusak atau mencabut pepohonan yang ada di Tanah Haram.

Larangan ihram ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang Mekah, Yang artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya dia (kota Mekah) tidak dihalalkan sebelumku, maka dia tidak dihalalkan kepada seorang pun sesudahku. Ketahuilah, dia dihalalkan bagiku sesaat di siang hari. Ketahuilah, kini sesaat tersebut diharamkan, tidak boleh dipotong dahannya, tidak boleh dicabut pohonnya, tidak boleh dipungut barang yang terjatuh kecuali jika bermaksud mengumumkannya.” (HR. Bukhari, no. 112 dan Muslim, no. 13555)​

7. Akad nikah, dengan dalil sabda Rasulullah.

الْمُحْرِمُ لاَ يَنْكِحُ وَلاَ يَخْطُبُ

“Seorang yang berihram tidak boleh menikah dan meminang” [HR Muslim] dan dalam riwayat lain dari sahabat Utsman bin Affaan dengan lafadz.

إِنَّ الْمُحْرِمَ لاَ يَنْكِحُ وَلاَ يُنْكِحُ

“Sesungguhnya seorang yang berihram tidak boleh menikah dan menikahkan orang lain” [HR Muslim]

Dalam hadits ini dijelaskan keharaman seorang muhrim melamar seorang wanita, menikah dan menikahkan. Jadi seorang muhrim tidak boleh menikah dan tidak boleh menjadi wali yang menikahkan seorang wanita selama dia masih berihrom dan belum bertahallul.

8. Bertengkar dan berjidal (debat kusir).

Kedua hal diatas ini dilarang dengan dalil firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

الْحَجُّ أَشْهُرُُ مَّعْلُومَاتُُ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُوْلِي اْلأَلْبَابِ

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal“. [al-Baqarah/2 :197]

Haji Furoda

Baca Juga: Travel umroh Surabaya Terbaik dan Terpercaya

  • Alamat : Kompleks Pesantren Tahfidz KEPQ Nurul Hayat, Jl. Gn. Anyar Indah No.48, Gn. Anyar, Kec. Gn. Anyar, Kota SBY, Jawa Timur 60294
  • Website : nhumroh.com
  • Map : klik disini
  • No WA : 081233827372
  • Email : cs@nurulhayat.org

Agen Travel Umroh Surabaya terpercaya dengan pembimbing terbaik, menjadikan perjalanan ibadah Anda lebih bermakna.

Nomor Izin U.491 Tahun 2021

Email
admin@nhumroh.com

Follow Kami :

Lokasi

Head Office :
Perum IKIP Gunung Anyar B48, Surabaya

Copyright © 2024 PT Nur Hamdalah Prima Wisata