Masjid Nabawi didirikan pada tahun pertama Hijriyah. Dalam proses pembangunannya, Nabi Muhammad meletakkan batu pertama. Sementara, batu kedua, ketiga, keempat, dan kelima dilakukan oleh sahabat Nabi yaitu Abu Bakar Ash Shidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Saat itu, kiblat masih menghadap Baitul Maqdis, Palestina, karena belum turun perintah Allah untuk menghadap Kabah.
Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ
Artinya: Salat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 salat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Salat di Masjidil Haram lebih utama dari pada 100.000 salat di masjid lainnya.
Di lokasi sekitar masjid dibangun tempat keluarga Rasulullah SAW. Di sebelah timur Masjid Nabari dibangun rumah Siti Aisyah yang kemudian menjadi tempat Nabi Muhammad dan kedua sahabatnya dimakamkan.
Di dalam Masjid Nabawi, ada bagian-bagian yang menjadi tujuan jemaah, di antaranya:
Raudah berada di dalam Masjid Nabawi. Letaknya ditandai dengan tiang-tiang putih yang berada di antara rumah Siti Aisyah (yang sekarang menjadi makam Rasulullah SAW) sampai mimbar masjid. Raudah menjadi tempat di mana segala doa yang
dipanjatkan diyakini akan dikabulkan.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: sallam bersabda:
مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الجَنَّةِ
Yang artinya: Tempat yang terletak di antara rumahku dan mimbarku adalah salah satu di antara taman-taman surga.
Di dalam raudah terdapat beberapa tiang bersejarah berikut :
Usthuwaanah Aisyah terletak di tengah Raudhah. Tiang ini merupakan tiang ketiga dari mimbar dan dinding makam Rasulullah. Untuk mengenalinya, di tiang ini terdapat tulisan dalam bahasa Arab “Usthuwaanah Aisyah”. Tiang ini juga disebut usthuwaanah Muhajirin karena awalnya orang-orang Muhajirin tinggal berdekatan dengan tempat ini. Sebutan lainnya usthuwaanah Al-Qur’ah.
Imam Tabrani menyebut Aisyah RA meriwayatkan hadis Rasulullah yang mengatakan, “Ada tempat yang sangat penting di dalam Masjid Nabawi yang mulia, jika seorang mengetahuinya, mereka akan mengadakan undian untuk mendapatkan kesempatan agar bisa salat di sana.”
Para sahabat suatu hari bertanya kepada Aisyah tentang tempat ini, namun Aisyah menolak memberitahukannya. Namun para sahabat kemudian memperhatikan Abdullah bin Zubair RA, keponakan Aisyah, yang salat dekat tiang Aisyah. Nabi
Muhammaad SAW sendiri pernah mengimami salat dari titik ini selama beberapa hari setelah perubahan kiblat dari Masjidil Aqsa ke Kakbah di Masjidil Haram. Belakangan Nabi mengimami dari titik yang sekarang disebut Mihrab Nabawi Asy-Syarif.
Terletak di antara tiang Aisyah dan tiang As-Sarir (dinding makam Rasulullah). Tiang ini dikenal juga dengan nama tiang Abu Lubabah.
Kata As-Sarir berarti tempat tidur. Tiang ini terletak di sebelah timur atau di samping tiang at-Taubah, menempel dengan dinding makam Rasulullah SAW.
Tiang ini menempel pada dinding makam Rasulullah SAW, sebelah utara tiang AsSarir. Tiang ini memiliki sejarah karena di situlah para sahabat mengawal Rasulullah SAW dan menjadikan sebagai pos keamanan untuk menjaga keselamatan dan
keamanan Rasulullah SAW, hingga datang jaminan keamanan dari Allah SAW. Tiang ini juga disebut usthuwaanah Ali, sebab ia yang paling sering bertugas menjaga pintu.
Letaknya paling utara dari tiang As-Sarir dan tiang Al-Haras, menempel dengan dinding makam Rasulullah SAW. Tiang ini asalnya tempat Rasulullah SAW menerima tamu pentingnya, baik petinggi-petinggi Arab maupun orang mulia dan terkemuka
dari para sahabat.
Jabir meriwayatkan sebagaimana hadis Bukhari bahwa, Nabi SAW bersandar pada sebatang pohon kurma ketika melakukan khutbah Jumat. Namun kaum Anshar kemudian menawarkan kepada Nabi SAW untuk membuat sebuah mimbar yang terdiri dari tiga anak tangga. Ketika Nabi duduk di atas mimbar untuk berkhutbah, para sabahat mendengar tangisan pohon kurma tersebut. Saat itu Nabi SAW mendekati pohon kurma dan memeluknya sehingga pohon tersebut tenang kembali. Pohon kurma ini menangis karena tidak lagi digunakan untuk mengingat Allah SWT. Sejak saat itu pohon kurma ini diberi pewangi Khaluq.
Tiang di mana pohon kurma itu dulu berada kemudian dinamakan tiang Mukhallaqah. Tiang ini juga dikenal dengan sebutan usthuwaanah Hannnah, tiang yang menangis. Semua tiang-tiang bersejarah tersebut hingga kini masih tetap dipelihara dan ada di tempatnya. Setiap jemaah yang berkesempatan mengunjungi Raudhah bisa menyaksikannya. Semoga kita bisa semua bisa mengunjunginya. Amin YRA
Dulu, makam Rasulullah dinamakan Maqsurah. Setelah masjid diperluas, makam Nabi termasuk di dalam bangunan masjid. Selain Rosulullah di dalamnya juga terdapat makam Abu Bakar Ash-Shiddiq dan juga makam Umar ibnu khatab
Dalam Masjid Nabawi, terdapat sebuah tempat yang ditinggikan lantainya. Itulah tempat Ahlu Suffah. Tempat tersebut tepatnya berada di belakang makam Rasulullah SAW. Tempat yang ditinggikan tersebut juga berdekatan dengan pintu Jibril. Antara para sahabat yang unggul yang termasuk ke dalam golongan ahlu suffah ialah Abu Hurairah RA. Seorang sahabat yang banyak meriwayatkan hadist Rosulullah saw
Di tempat inilah makam tertua keluarga dan sahabat Rasulullah dimakamkan. Di antara keistimewaan Baqi adalah, penghuni makam Baqi termasuk yang pertama kali akan dibangkitkan dari dalam kubur. Yaitu, setelah Rasulullah, Abu Bakar dan Umar. Mereka dibangkitkan di tanah Rasulullah, dan akan ditemani oleh beliau.
Masjid Ghamama atau dikenal dengan masjid mendung bersejarah karena di sanalah dahulu Rasulullah pernah melaksanakan shalat istisqa, shalat meminta hujan dan tak berapa lama kemudian awan di atasnya mendung. Di sana pula pernah dilakukan shalat Ied dan shalat ghaib atas wafatnya Raja Nahjasyi. Tak jauh dari masjid Ghamama masih satu kompleks ada masjid Abu Bakar, Umar dan agak menjauh sedikit berwarna putih adalah masjid Ali. Ketiga masjid sahabat tersebut sebenarnya tergabung bersama dan dikenal dengan nama masjid Tujuh atau masjid Sab’ah. Keempat masjid lainnya yakni masjid Salman Al Farisi, yang hanya sempat terlihat dari kejauhan, masjid Ustman., masjid Saad bin Muadz dan yang paling besar adalah Masjid Fatah. Masjid Sab’ah atau masjid Tujuh dibangun untuk memperingati peristiwa bersejarah
yakni perang Khandaq (Ahzab) yang dimenangkan oleh pasukan muslimin berkat ide membuat parit dari Sahabat Salman Al Farisi. Tempat-tempat tersebut dulunya adalah pos-pos penjagaan yang dikawal para sahabat dan sekaligus menjadi tempat shalat saat perang.
Quba merupakan sebuah desa di sebelah barat daya Madinah. Ketika Nabi hijrah ke Madinah, penduduk Quba adalah orang-orang pertama yang menyambut kedatangannya. Masjid Quba adalah masjid pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW. Masjid ini dibangun di atas sebidang tanah yang dibeli Rasulullah dari Kalsum bin Hadam. Pembangunan Masjid Quba dilakukan dua kali. Pertama, ketika kiblat masjid menghadap Baitul Maqdis. Kedua, ketika kiblat menghadap Baitullah atau Kabah. Dari Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
مَنْ تَطَهَّرَ فِى بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءٍ فَصَلَّى فِيهِ صَلاَةً كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَةٍ
Artinya: “Siapa yang bersuci di rumahnya, lalu ia mendatangi masjid Quba’, lantas ia melaksanakan shalat di
dalamnya, maka pahalanya seperti pahala umrah
Jabal Uhud atau Bukit Uhud menjadi salah satu situs bersejarah yang dikunjungi jemaah umrah maupun haji saat berada di Madinah. Bukit ini merupakan bukit terbesar di Madinah. Letak Jabal Uhud sekitar 5 kilometer dari pusat kota Madinah. Dalam sejarahnya, di lembah Bukit Uhud pernah terjadi perang dahsyat antara 700 kaum Muslimin melawan 3.000 kaum Musyrikin Makkah. Sebanyak 70 pejuang Muslim gugur dalam pertempuran itu, termasuk paman Nabi Muhammad SAW yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib.
Masjid Miqat atau Masjid al-Muhrim merupakan masjid tempat Rasulullah SAW dan para sahabatnya mengambil miqat untuk berihram. Masjid al-Muhrim juga dikenal dengan nama Masjid Bir Ali dan menjadi destinasi wajib jemaah untuk mengambil
miqat. Masjid Bir Ali berlokasi di Zul Hulaifah, sekitar 10 kilometer dari Masjid Nabawi.
Awalnya, Masjid Qiblatain dikenal dengan nama Masjid Bani Salamah karena lokasi masjid ini berada di atas tanah bekas rumah Bani Salamah. Sebelum malaikat menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadikan Kabah di
Masjidil Haram sebagai kiblat, umat Islam shalat masih menghadap Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina. Pada tahun kedua Hijriyah, turun wahyu yang memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menjadikan Kabah sebagai kiblat. Ketika shalat Ashar, para sahabat Rasulullah yang tengah berjamaah di Masjid Qiblatain masih menghadap Baitul Maqdis. Di tengah berlangsungnya shalat, datang seorang sahabat yang berteriak dan menyebutkan bahwa Nabi Muhammad dan para sahabatnya di Masjid Nabawi telah beralih kiblat ke Masjidil Haram. Imam dan makmum yang tengah shalat kemudian mengubah arah kiblatnya. Inilah sejarah di balik penamaan Masjid Bani Salamah menjadi Masjid Qiblatain yang artinya masjid berkiblat dua.
Makkah merupakan kota tempat Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Di Makkah pula ayat pertama Al Quran diturunkan. Keberadaan Kota Makkah tidak bisa terlepas dari kisah Nabi Ibrahim AS yang menempatkan keluarganya di sana setelah hijrah dari Palestina. Atas perintah Allah SWT, Nabi Ibrahim membangun Kabah. Berikut 5 destinasi bersejarah yang biasanya dikunjungi jemaah saat berada di Makkah:
Masjidil Haram adalah tempat jemaah haji maupun umrah berkumpul untuk melakukan thawaf, sa’i, shalat, dan itikaf. Di dalam Masjidil Haram terdapat Kabah yang menjadi kiblat bagi umat muslim di seluruh dunia. Masjidil Haram dibangun kembali oleh Khalifah Umar bin Khattab pada 17 Hijriyah. Bangunan Masjidil Haram terdiri atas 4 lantai dengan 95 pintu masuk pada bangunan lama dan 79 pintu pada bangunan baru.
Kabah dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim AS setelah sempat rata dengan tanah. Letak Kabah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim AS berada tepat di lokasi Kabah yang dibangun oleh Nabi Adam AS.keutamaan masjidil haram Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ ، وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ
Artinya: Artinya: Salat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 salat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Salat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 salat di masjid lainnya. Di sekitaran Ka’bah terdapat tempat tempat yang afdhol untuk Berdo’a kepada Allah :
Multazam, tempat atau jarak antara sudut Hajar Aswad dan pintu Kabah. Multazam merupakan tempat paling utama. Cucurkanlah air mata seraya memohon ampunan kepada Allah SWT. Jika memungkinkan, pegang pintu Kabah. Mintah kebaikan dan kebahagiaan duniawi maupun ukhrawi.
Di bawah Mizab (pancuran Kabah). Talang air ini terletak di arah Hijir Ismail. Pancuran ini belum ada di zaman Nabi Ibrahim as. Talang ini dibuat suku Quraisy bersamaan dengan dibuatnya atap Kabah. Di bagian depannya tertulis lafal Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim, sedangkan pada sisi kirinya tertulis kalimat dalam bahasa Arab yang artinya, ‘talang ini diperbaharui pelayan dua tanah suci, Fahd bin Abdul aziz Al Sa’ud, Raja Arab Saudi’. Usai berthawaf, jemaah haji atau umrah biasanya menyempatkan diri berlamalama memanjatkan doa di sini.
Rukun Yamani dan Hajar Aswad (Makkah) Rukun adalah sandi atau tiang, yakni 4 sudut Kabah yang diberi nama Rukun Aswad, Rukun Iraqi, Rukun Syami, dan Rukun Yamani. Rukun Aswad dikenal dengan Hajar Aswad merupakan posisi “batu hitam” yang menurut sebagian riwayat adalah batu dari yang menggantung setinggi 1,5 meter dari atas tanah. Saat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mendapat perintah dari Allah untuk meninggikan pondasi Kabah, Hajar Aswad dijadikan salah satu fondasi.
Di dalam Kabah, tentu sulit masuk ke dalam Kabah. Namun Rasullah SAW pernah membawa Aisyah ra ke Hijir Ismail saat Aisyah meminta izin salat di dalam Kabah. Saat itu, Rasullah SAW bersabda, “salatlah di sini kalau ingin salat di dalam Kabah, karena ini termasuk bagian dari Kabah”. Karena itu tidak dibenarkan seseorang berthawaf dalam area Hijir Ism ail, karena Hijir Ismail merupakan bagian dari Kabah. Saat haji dan umrah, jemaah harus antre masuk ke dalam Hijir Ismail yang tidak terlalu luas. Usai salat sunah mutlak, mereka biasanya memuaskan diri berdoa di sini.
Sa’i adalah berjalan sebanyak 7 kali putaran antara bukit Shafa dan Marwah. Prosesnya dilakukan setelah thawaf, dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit Marwah. Tidak ada bacaan wajib. Namun disarankan berdoa sesuai kemampuan, dan beristigfar.
Di belakang Makam Ibrahim. Jika berhaji atau umrah, sesudah melaksanakan thawaf tujuh putaran dan berdoa sejenak di Multazam, umat Islam disunatkan salat di belakang makam Ibrahim. Makam Ibrahim sendiri lokasinya masih di dekat Ka’bah, tidak jauh dari Multazam.
Muzdalifah, kawasan antara Mina dan Arafah. Lokasinya sekitar 10 km dari Makkah. Muzdalifah panjangnya kurang dari 4 km, berada pada satu wilayah sempit antara dua gunung yang berdekatan setelah Arafah. Mina, kawasan berbukit panjangnya 3-5 km, letaknya antara Mekah dan Muzdalifah. Jaraknya dari Mekah sekitar 7 km. Di Mina terdapat jamarat.
Jabal Nur berlokasi sekitar 6 kilometer sebelah utara Masjidil Haram. Di puncak Jabal Nur terdapat Gua Hira. Gua Hira merupakan tempat di mana Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama, Surat Al Alaq ayat 1-5.
Yang dimaksud dengan Maulid Nabi adalah tempat Nabi Muhammad lahir. Kini, rumah tempat Nabi lahir telah berubah menjadi perpustakaan yang terletak di sebelah timur halaman timur Masjidil Haram. Awalnya, rumah kelahiran Nabi itu diberikan kepada putra Abu Thalib, Aqil. Kemudian, tempat ini juga sempat beralih kepemilikan dan dibangun menjadi masjid, hingga dipugar menjadi perpustakaan pada 1950 oleh Syaikh Abbas Qatthan dengan uang pribadinya.
Menurut riwayat, setelah berpisah cukup lama, Nabi Adam AS dan Siti Hawa saling mencari dan akhirnya bertemu di puncak Jabal Rahmah, yang berada di Arafah. Di puncak Jabal Rahmah ada sebuah tugu. Tugu tersebut merupakan monumen untuk mengingatkan umat muslim akan peristiwa tersebut.
Salah satu tempat miqat yang tak jauh dari Masjidil Haram adalah Hudaibiyah. Wilayah tersebut merupakan kota yang berada di sekitar 26 kilometer dari Masjidil Haram. Saat ini, kawasan tersebut juga dikenal sebagai daerah perbatasan Tanah Haram sehingga sering dijadikan tempat miqat umat Islam yang melaksanakan ibadah haji atau umrah.
Dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Tirmidzi yang berasal dari Ibnu Abbas, sejarah Masjid Jin di Makkah bermula dari perirstiwa peretemuan antara Rasulullah SAW dan serombongan jin terjadi ketika sedang mengadakan perjalanan menuju Pasar Ukkadz. Saat tiba di wilayah Tihamah, Rasulullah melaksanakan Shalat Subuh yang menyebabkan terhalangnya berita-berita langit yang biasa dicuri dengar oleh bangsa jin.
Masjid Tan’im merupakan lokasi Aisyah melakukan miqat ketika umroh. Karena itu, masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Aisyah. Tan’im adalah nama sebuah desa. Adapun Masjid Aisyah ditetapkan namanya oleh baginda Nabi Muhammad SAW sendiri sebagai salah satu mikat ibadah haji atau umrah. Nama Aisyah merujuk pada nama salah seorang istri Rasul SAW. Alasannya, mikat ini pernah dipergunakan Aisyah RA. Dalam sebuah hadits, diriwayatkan bahwa ketika baru selesai menunaikan haji perpisahan (hijjatul wada) bersama Nabi SAW, Ummul Mukminin Aisyah RA melanjutkan ibadah umrah. Untuk memulai ihram umrah itulah, Nabi SAW menyuruh Aisyah berangkat ke Tan’im dan memulai ihramnya dari lokasi tersebut.
Masjid Ji’ranah ini selalu digunakan penduduk Makkah untuk melakukan miqat saat umrah atau haji. Sebab kampung Ji’ranah merupakan tanda batas tanah haram. Rasulullah pernah bermukim di sini selama 13 hari, kemudian bermiqat untuk melakukan
umrah beliau yang ketiga kali di kampung ini. Tempat di mana Rasulullah S.A.W. berihram kemudian dibangun Masjid Ji’ranah.
Menurut pendapat banyak ulama, Ji’ranah merupakan tempat miqat umrah yang paling afdhal bagi penduduk Makkah.
Dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Tirmidzi yang berasal dari Ibnu Abbas, sejarah Masjid Jin di Makkah bermula dari perirstiwa pertemuan antara Rasulullah SAW dan serombongan jin terjadi ketika sedang mengadakan perjalanan menuju Pasar Ukkadz. Saat tiba di wilayah Tihamah, Rasulullah melaksanakan Shalat Subuh yang menyebabkan terhalangnya berita-berita langit yang biasa dicuri dengar oleh bangsa jin.
Bangsa jin yang tetap nekat mencuri berita langit bahkan terkena lemparan bintang-bintang menyala. Karena kesal, bangsa jin berpencar ke seluruh penjuru bumi untuk mencari sumber penghalang tersebut. Serombongan bangsa jin tiba di wilayah Tihamah dan mendengar bacaan ayat Al-Qur’an Rasulullah SAW saat sedang menunaikan Sholah Subuh.
Mendengar lantunan ayat Al-Qur’an membuat hati para bangsa jin bergetar, hingga mereka memutuskan untuk menjadi mualaf. Para bangsa jin kemudian turun dan menghadap Nabi Muhammad SAW. Bangsa jin melakukan baiat suci untuk beriman kepada Allah SWT, mengikuti ajaran Islam, dan menyebarkan agama Allah SWT dikalangan bangsanya. Atas peristiwa bersejarah tersebut akhirnya masjid ini dikenal dengan nama Masjid Al-Bai’ah atau yang lebih populer disebut Masjid Jin.
Mengacu pada namanya, masjid ini berarti Masjid Pohon. Ya, nama tersebut memang dinisbatkan kepada sebuah pohon yang letaknya berdekatan dengan Masjid Jin, kurang lebih 3 kilometer dari Masjidil Haram. Diriwayatkan, di tempat tersebut Nabi Muhammad SAW pernah memanggil pohon untuk ditanya tentang sesuatu.
Pohon itu lalu datang memenuhi panggilan tersebut. Pohon itu mendekat ke Rasulullah lengkap dengan batang dan akarnya seperti tercabut dari tanah, lalu berhenti di hadapan Nabi SAW. Setelah selesai urusan Nabi SAW, pohon itu diperintahkan untuk kembali ke tempatnya semula.
Masjid ini berada di Arafah dan wadi Uranah. Di masjid ini atau di mana pun di Arafah dianjurkan kepada jemaah haji melaksanakan salat Dzuhur dan Ashar jama dan qahar dua rakaat-dua rakaat dengan satu azan dan dua kali iqamah,
sesuai dengan yang dilakukan Rasulullah SAW saat melaksanakan haji wada dan berwukuf di Arafah.
Masjid ini terletak di Mina, sekitar 7 km dari Mekah, berjarak kurang lebih 300 meter dari lokasi jumrah Aqabah. Masjid ini memiliki nilai penting dalam sejarah perkembangan Islam. Di tempat ini Rasulullah SAW menerima bai’at 12 orang lakilaki dari kabilah Aus dan Khazraj yang datang dari Madinah . Mereka bertemu dengan Rasulullah di Aqabah dan menggelar bai’at untuk beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, tidak mempersekutukan-Nya, menaati perintahNya, dan menjauhi larangan-Nya. Bai’at ini dinamakan Bai’at Aqabah pertama di tahun 12 Hijriah
Masjid ini berada di sekitar Mina. Dinamakan Kheif karena terletak di tepi turunan bukit yang keras dan di atas tempat turunnya air. Al Kheif dalam bahasa Arab berarti tempat naik dan turun permukaan gunung.
Masjid Al Kheif ini terletak di sebelah selatan bukit Mina, tidak jauh dari tempat melempar jumrah shughra dan kerap dikunjungi jemaah haji dari seluruh pelosok dunia. Mereka mengambil barokahnya karena masjid ini memiliki keistimewaan.
Rasulullah SAW bersabda, “Telah salat di Masjid Kheif 70 nabi, di antara mereka Nabi Musa AS, seolah-olah aku melihatnya memakai dua pakaian ihram terbuat dari katun, ia berihram di atas unta.” (HR al-Mundhiri di kitab al-Targhib wa al Tarhib).
Rasulullah SAW memilih Thaif sebagai kota kedua, setelah Makkah yang menjadi tujuan dakwah. Thaif sangat strategis karena merupakan salah satu basis permukiman warga padat penduduk dan pusat perdagangan. Thaif sangat diperhitungkan Rasulullah karena Thaif adalah lokasi tempat tingal Bani Tsaqif, salah satu kabilah terhormat di Jazirah Arab.
Di kota ini, Rasulullah tinggal selama sepuluh hari. Namun, perlakuan yang diberikan penduduk Thaif sangat kasar. Saat itu, kaum Tsaqif melempari Rasulullah SAW dengan batu. Tindakan brutal penduduk Thaif ini membuat Zaid bin Haritsah
membela dan melindunginya. Tapi, kepalanya juga terluka akibat terkena lemparan batu. Akhirnya, Rasulullah berlindung di kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah. Beliau melakukan shalat lalu memanjatkan doa. Di sebuah kebun kurma milik kedua anak Rabi’ah, Nabi berhenti seraya memanjatkan doa.
“Allahuma Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maharahim, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau
serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli sebab sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat dari kemurkaan-Mu dan yang akan Engkau timpakan kepadaku. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya upaya melainkan dengan kehendak-Mu.”
Mendengar doa kekasih-Nya, Allah SWT mengutus Jibril AS untuk menyampaikan bahwa Allah menerima doanya. Malaikat penjaga gunung pun bersiap untuk melakukan apa yang akan diperintahkan Nabi. Jikalau Rasulullah berkehendak,
malaikat itu akan benturkan kedua gunung di samping kota itu sehingga siapa pun yang tinggal di antara keduanya akan mati terimpit.
Namun karena kelembutan hati Nabi . Nabi pun menjawab, ”Saya hanya berharap kepada Allah SWT, andaikan pada saat ini, mereka tidak menerima Islam, mudahmudahan kelak mereka dan anak cucunya akan menjadi orang-orang yang beribadah
kepada Allah SWT.”