Paket
Fasilitas
Galeri
Chat me

Drama Romantis “Ibrahim & Hajar” Masa Kini: Bekal Menuju Armuzna

Oleh: Firman Arifin
Dosen PENS, Jamaah Haji 2025, KBIH Nurul Hayat

H-1 Armuzna.
Hari besar itu hampir tiba. Wuquf di Arafah, titik puncak haji yang menjadi tempat berkumpulnya harap, taubat, dan pengakuan tertinggi seorang hamba di hadapan Rabb-nya.

Di tengah keheningan kamar hotel, dalam suasana menanti hari yang super istimewa, teringat kembali satu nasihat menyentuh dari Ustadz Muhammad Sholeh Drehem saat silaturrahim ke rumah bersama keluarga: “Jadilah Ibrahim dan Hajar di masa kini. Jangan hanya fokus pada rukun dan wajib haji, kesehatan fisik, tapi kuatkan pula ruh, adab, dan relasi selama ibadah.” Lalu beliau mengajak kami merenungi QS Al-Baqarah:197, tentang tiga larangan utama selama haji: Rafats, Fusuq, dan Jidal.

Tiga penjaga agar haji ini tidak sekadar sah, tapi benar-benar membekas dan mabrur.

Pertama, Menahan Rafats. Saling Menjaga Kesucian

Rafats adalah segala hal yang mengarah pada syahwat, ucapan tak senonoh, atau candaan suami istri yang tak pada tempatnya.

Kami belajar untuk menjaga batas. Kami memilih menyampaikan cinta melalui doa, bukan sentuhan. Melalui senyum yang menguatkan, bukan rayuan yang menggelincirkan.

Ibrahim dan Hajar masa kini pun bisa romantis, tapi dalam versi yang lebih tinggi: Romantis karena saling menjaga kesucian ibadah.

Seperti pagi tadi, ketika kami berjalan melewati keramaian, tanpa sengaja, mata ini terarah pada sesuatu yang “menarik” seperti magnet.

Istriku berbisik pelan, lembut namun tegas, “Wahai Ibrahimku… jaga pandangan mata.”

Aku tersentak, lalu menunduk, tersenyum kecut dan malu.
Lalu kujawab perlahan, “Astagfirullah… terima kasih, Hajarku.”
“Kau bukan hanya penyejuk mata, tapi penjaga jalanku menuju mabrur.”

Kami tertawa kecil. Tapi hati kami tahu, itu bukan hal sepele.
Itulah cinta yang benar, saling mengingatkan, bukan saling menyudutkan. Saling menuntun, bukan saling menghakimi.

Kedua Menjauhi Fusuq. Saling Mengingatkan dalam Taat

Kami menyadari bahwa fusuq bisa datang dalam bentuk paling kecil; membentak saat capek, melengos saat kesal, atau lupa bersyukur atas layanan petugas haji.

Lalu kami ingat.
Setiap langkah di tanah suci ini adalah bagian dari pengabdian.
Maka tak layak ada keluhan. Apalagi maksiat.

Hajar tidak pernah mengeluh saat ditinggal di padang tandus.
Ia justru berlari, mencari air dengan iman dan harap.
Kami pun ingin berlari, bukan dengan emosi… tapi dengan semangat taat bersama.

Ketiga Menahan Jidal. Saling Mengalah, Bukan Saling Menang

Jidal adalah pertengkaran, adu argumen yang menguras energi spiritual. Kami menyadari, ego mudah muncul saat tubuh lelah, antre panjang, atau salah ambil arah.

Tapi haji bukan tempat mencari menang.
Haji adalah ladang menanam sabar.

Jidal adalah percikan kecil dari ego yang tak dikendalikan.
Kadang bukan karena ingin bertengkar, tapi karena merasa kecewa. Dan justru di sanalah, haji mengajarkan makna pengendalian yang sesungguhnya.

Usai thawaf wajib malam hari kala itu. Saya tidak bersamai istri karena menemani jamaah lansia yang tertinggal.

Istri berbisik pelan, tapi sangat “terasa”.
“Katanya mau jadi Ibrahim untuk Hajarnya…
Tapi pas thawaf, aku justru sendiri.
Ibrahimku ke mana?”

Aku menatap penuh pengertian.
“Aku memang tak menggenggam tanganmu tadi…
tapi aku tetap mengelilingi Ka’bah dalam orbit yang sama.
Bedanya, aku berjalan lebih pelan, menemani yang hampir tumbang.”

Lalu menambahkan,
“Menjadi Ibrahim bukan soal selalu bersama,
tapi tentang tahu kapan harus mendampingi… dan kapan harus mendahulukan mereka yang paling lemah.”

Istri menunduk, menahan haru.
“Maafkan aku…
Ternyata aku belum setegar Hajar.”

Aku tersenyum lalu menimpali,
“Dan aku belum sekuat Ibrahim.
Tapi semoga kita saling menguatkan,
sampai thawaf terakhir kita… di surga nanti.”

Cinta yang terus bertumbuh di Tanah Suci

Kami ingin menjadi pasangan yang bukan hanya sampai ke Makkah…
Tapi juga sampai pada derajat mabrur bersama.

Menjadi Ibrahim dan Hajar masa kini. Yang saling menjaga, bukan saling menguji.
Yang sabar dalam kekurangan, dan syukur dalam kecukupan.
Yang tidak menuntut kesempurnaan, tapi saling menyempurnakan.

Semoga haji ini mengukir bukan hanya sejarah perjalanan,
tapi jejak kemabruran cinta,
yang terus tumbuh…
hingga ke surga.

Agen Travel Umroh Surabaya terpercaya dengan pembimbing terbaik, menjadikan perjalanan ibadah Anda lebih bermakna.

Nomor Izin U.491 Tahun 2021

Email
admin@nhumroh.com

Follow Kami :

Lokasi

Head Office :
Perum IKIP Gunung Anyar B48, Surabaya

Copyright © 2024 PT Nur Hamdalah Prima Wisata