Paket
Fasilitas
Galeri
Chat me
Arofah Adalah Sebaik-Baik Tempat Dan Waktu, Akankah Kita Datangi Dengan Sebaik-Baik Keadaan Diri?

Arofah Adalah Sebaik-Baik Tempat Dan Waktu, Akankah Kita Datangi Dengan Sebaik-Baik Keadaan Diri?

Oleh : Heri Latief
Pelayan KBIHU NH

Terdapat sebuah aforesma menggugah yang didedah syaikh Ibn Athaillah dalam kitab Al-Hikamnya : ”sebaik-sebaik waktumu, adalah saat engkau sanggup menyaksikan KETIADAANMU, dan engkau kembali pada KEHINAAN dirimu”

Ketiadaan adalah kesadaran bahwa tiadanya peran apapun pada diri kita dalam hidup ini. Termasuk hadirnya kita pada gelaran agung Wukuf Arofah. Secara lahiriah memang untuk sampai ke Padang Arofah, ada sejumlah uang yang kita keluarkan, ada tenaga dan waktu yang kita korbankan. Tapi sejatinya, semua itu tidaklah benar-benar milik kita. Rizky, kesehatan, bahkan hidayah yang membuat Anda tidak pelit harta dan membuat Anda berkeinginan besar hadir dalam jamuan Agung Arofah, tidak ada setitikpun kecuali semua dari Allah.

Anda hanya hamba terpilih dari sekian hamba yang belum terpilih. Yang diberi rizky, yang diberi kekuatan, juga diberi hidayah, lalu datang ke arofah. Lalu diperkenankan Anda berdoa. Lalu doa anda dijanjikan diterima dan dikabulkan olehNya. Sekali lagi, renungkan mana coba peran Anda dalam takdir indah ini?

Adapun kehinaan diri, adalah kesadaran kita atas ketakmampuan kita memenuhi hak-hak Allah sepenuhnya. Waktu-waktu kita selalu berisi dengan satu diantara dua keadaan ini : “sedang mengulangi maksiat ATAU sedang taat tapi tidak sempurna”.

Arofah yang sebentar lagi kita dalam jamuannya, telah menawarkan status tempat terbaik. Juga menghamparkan waktu sebagai waktu terbaik. Malaikat dikumpulkan bersesak sesak memenuhi langit arofah untuk meminta apa yang kita minta, memohon apa yang kita mohonkan. Maka akankah kita mendatanginya dengan keadaan diri terbaik atau datang dengan ala kadarnya?

Ego, keakuan, merasa mulia, merasa sudah baik, adalah hijab yang boleh jadi meruntuhkan segala peluang kemuliaan yang terhampar di depan mata kita saat ini.

Saudaraku. Mari datangi arofah sebagaimana pesan indah penulis Al-Hikam di atas. ”sebaik-sebaik waktumu, adalah saat engkau sanggup menyaksikan KETIADAANMU, dan engkau kembali pada KEHINAAN dirimu”

Menyelami KETIADAAN DIRI akan membuahkan rasa syukur tiada tara. Sedangkan menyadari KEHINAAN DIRI akan membuahkan istighfar dan taubat.

Alangkah beruntungnya, seorang hamba manakala di satu sudut padang arofah. Dari bergesernya matahari siang, sampai jelang terbenamnya, hatinya terpenuhi dengan syukur dan taubat. Ia ada dalam kesibukan, kecamuk di dada, remuk redam hatinya antara melihat karunia Allah yang begitu besar diberikan kepadanya, di sisi lain ia melihat dirinya yang begitu hina dina🥹. Semoga hamba beruntung itu adalah kita.

Mekkah Mukarromah,
8 Dzulhijjah.

Merawat Hormon Bahagia, Install Ulang Pikiran, untuk Sebuah Kemabruran

Merawat Hormon Bahagia, Install Ulang Pikiran, untuk Sebuah Kemabruran

Oleh : Anandyah RC, S.Psi (Jamaah KBIH Nurul Hayat)

Haji 2025, menorehkan catatan luka besar dalam pengelolaannya. Nasib Jamaah Haji menjadi taruhannya. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian, Jamaah Haji harus berjuang untuk tetap menjaga kesucian niat menunaikan rukun Islam yang kelima ini.

Melaksanakan ibadah haji di tanah suci adalah impian, harapan setiap mukmin untuk menyempurnakan pengabdian, ketundukan kepada Ilahi Rabbi sebagai seorang abdullah, hamba Allah.

Kebahagiaan menyelimuti segenap penjuru relung-relung hati tatkala undangan sebagai tamu Allah itu menghampiri.

Situasi dan kondisi yang penuh kejutan-kejutan saat ini, hampir dipastikan membuat kebahagian itu sedikit banyak tercerabut dari hati. Berganti dengan kekecewaan, kegelisahan, ketakutan, kekhawatiran, dll.

Tentunya kondisi ini sangat mempengaruhi kesehatan mental para jamaah haji. Tak jarang stress berkepanjangan tersebut menimbulkan gangguan psikis, menurunnya kesehatan fisik, bahkan berujung pada kematian.

Kita memang tidak bisa mengubah aturan, situasi dan kondisi yang terjadi saat ini. Karena kita bukan siapa-siapa. Namun kita memiliki kekuasaan dan hak prerogatif untuk bisa mengubah situasi dan kondisi diri kita, pikiran kita, perasaan kita, tindakan kita agar tetap dalam gelombang bahagia.

Apa yang ada dalam diri kita, yang kita miliki, pikiran, hati adalah potensi termahal, anugerah ilahi yang tak ternilai harganya. Kita memiliki kemampuan untuk mengelola potensi tersebut menjadi seperti apa yang kita inginkan. Pikiran yang positif melahirkan perasaan positif serta mendorong seorang mukmin untuk bertindak positif.

Allah menciptakan seluruh sistem tubuh kita dengan mekanisme kerja yang luar biasa. Saling terkoneksi antara satu dengan yang lain. Otak adalah anugerah Allah yang memiliki kemampuan yang dahsyat dan pusat dari seluruh sistem tubuh.

Otak memiliki fungsi menangkap pesan, menerima dan mengelola pesan, serta menghasilkan respon. Baik respon fisiologis maupun psikis pada diri kita.

Otak memproduksi hormon-hormon yang mempengaruhi berbagai fungsi tubuh yang ada dalam diri manusia.

Hormon adalah senyawa kimia yang diproduksi oleh sistem endokrin yang terdiri dari beberapa kelenjar dalam tubuh. Manusia memiliki berbagai jenis hormon, yang masing-masing memiliki peran penting dalam menunjang kinerja tubuh.

Salah satu fungsi hormon adalah mengatur suasana hati.
Hormon bahagia (dopamin, oksitosin , serotonin, endorfin) merupakan hormon yang mempengaruhi kesehatan psikologis atau mental kita.

Tidak hanya kesehatan fisiologis, kesehatan mental memiliki arti penting bagi kelangsungan hidup manusia. Kesehatan mental itu mempengaruhi bagaimana kita berinteraksi dengan Rabb kita, bagaimana kita menjalin hubungan komunikasi dengan manusia, bagaimana kita menentukan orientasi hidup, membuat berbagai alternatif pilihan hidup mengambil keputusan, menemukan jalan keluar atas setiap problema hidup dll.

Maka memiliki mental yang sehat itu adalah keutamaan yang harus senantiasa dijaga.

Menghadapi situasi haji tahun ini kita harus memiliki usaha ekstra untuk menjaga mental agar tetap berada pada jalurnya ( on the track) sehat dan positif. Agar kita bisa melaksanakan setiap amaliyah tahapan haji dengan optimal.

Marilah kita ubah, perbaharui kembali pikiran kita. Berpikir positif dengan mensyukuri nikmat-Nya sekecil apapun, menjauhi segala prasangka buruk, berbuat positif kepada sesama agar hormon bahagia selalu penuh terisi (full tank)

Hormon bahagia adalah modalitas bagi tubuh & raga tetap dalam keadaan prima, sehat wal’afiat.
Jelang armuzna, rawatlah hormon bahagia ini dengan tetap menjaga agar tubuh tetap ternutrisi, biarpun nafsu makan mulai menurun.
Lakukan olahraga ringan, jalan-jalan pagi di depan hotel, menjalin silaturahmi dengan jamaah haji lainnya, membaca kembali keutamaan-keutamaan dan pahala orang berhaji, tingkatkan dzikir, perbanyak doa, mendekat sedekat-dekatnya pada Allah.

Semoga setiap ikhtiar, setiap doa, berbalas kemabruran. Raih ampunan dan cintanya di Armuzna .
Ya Rabb, jadikanlah setiap gerak langkahku dalam proses Haji ini menjadi terasa nikmat 🤲🤲

Semangat jamaah haji Indonesia ✊✊

Wassalam

#haji2025
#hajibahagia
#Nurul Hayat

 

Drama Romantis “Ibrahim & Hajar” Masa Kini: Bekal Menuju Armuzna

Drama Romantis “Ibrahim & Hajar” Masa Kini: Bekal Menuju Armuzna

Oleh: Firman Arifin
Dosen PENS, Jamaah Haji 2025, KBIH Nurul Hayat

H-1 Armuzna.
Hari besar itu hampir tiba. Wuquf di Arafah, titik puncak haji yang menjadi tempat berkumpulnya harap, taubat, dan pengakuan tertinggi seorang hamba di hadapan Rabb-nya.

Di tengah keheningan kamar hotel, dalam suasana menanti hari yang super istimewa, teringat kembali satu nasihat menyentuh dari Ustadz Muhammad Sholeh Drehem saat silaturrahim ke rumah bersama keluarga: “Jadilah Ibrahim dan Hajar di masa kini. Jangan hanya fokus pada rukun dan wajib haji, kesehatan fisik, tapi kuatkan pula ruh, adab, dan relasi selama ibadah.” Lalu beliau mengajak kami merenungi QS Al-Baqarah:197, tentang tiga larangan utama selama haji: Rafats, Fusuq, dan Jidal.

Tiga penjaga agar haji ini tidak sekadar sah, tapi benar-benar membekas dan mabrur.

Pertama, Menahan Rafats. Saling Menjaga Kesucian

Rafats adalah segala hal yang mengarah pada syahwat, ucapan tak senonoh, atau candaan suami istri yang tak pada tempatnya.

Kami belajar untuk menjaga batas. Kami memilih menyampaikan cinta melalui doa, bukan sentuhan. Melalui senyum yang menguatkan, bukan rayuan yang menggelincirkan.

Ibrahim dan Hajar masa kini pun bisa romantis, tapi dalam versi yang lebih tinggi: Romantis karena saling menjaga kesucian ibadah.

Seperti pagi tadi, ketika kami berjalan melewati keramaian, tanpa sengaja, mata ini terarah pada sesuatu yang “menarik” seperti magnet.

Istriku berbisik pelan, lembut namun tegas, “Wahai Ibrahimku… jaga pandangan mata.”

Aku tersentak, lalu menunduk, tersenyum kecut dan malu.
Lalu kujawab perlahan, “Astagfirullah… terima kasih, Hajarku.”
“Kau bukan hanya penyejuk mata, tapi penjaga jalanku menuju mabrur.”

Kami tertawa kecil. Tapi hati kami tahu, itu bukan hal sepele.
Itulah cinta yang benar, saling mengingatkan, bukan saling menyudutkan. Saling menuntun, bukan saling menghakimi.

Kedua Menjauhi Fusuq. Saling Mengingatkan dalam Taat

Kami menyadari bahwa fusuq bisa datang dalam bentuk paling kecil; membentak saat capek, melengos saat kesal, atau lupa bersyukur atas layanan petugas haji.

Lalu kami ingat.
Setiap langkah di tanah suci ini adalah bagian dari pengabdian.
Maka tak layak ada keluhan. Apalagi maksiat.

Hajar tidak pernah mengeluh saat ditinggal di padang tandus.
Ia justru berlari, mencari air dengan iman dan harap.
Kami pun ingin berlari, bukan dengan emosi… tapi dengan semangat taat bersama.

Ketiga Menahan Jidal. Saling Mengalah, Bukan Saling Menang

Jidal adalah pertengkaran, adu argumen yang menguras energi spiritual. Kami menyadari, ego mudah muncul saat tubuh lelah, antre panjang, atau salah ambil arah.

Tapi haji bukan tempat mencari menang.
Haji adalah ladang menanam sabar.

Jidal adalah percikan kecil dari ego yang tak dikendalikan.
Kadang bukan karena ingin bertengkar, tapi karena merasa kecewa. Dan justru di sanalah, haji mengajarkan makna pengendalian yang sesungguhnya.

Usai thawaf wajib malam hari kala itu. Saya tidak bersamai istri karena menemani jamaah lansia yang tertinggal.

Istri berbisik pelan, tapi sangat “terasa”.
“Katanya mau jadi Ibrahim untuk Hajarnya…
Tapi pas thawaf, aku justru sendiri.
Ibrahimku ke mana?”

Aku menatap penuh pengertian.
“Aku memang tak menggenggam tanganmu tadi…
tapi aku tetap mengelilingi Ka’bah dalam orbit yang sama.
Bedanya, aku berjalan lebih pelan, menemani yang hampir tumbang.”

Lalu menambahkan,
“Menjadi Ibrahim bukan soal selalu bersama,
tapi tentang tahu kapan harus mendampingi… dan kapan harus mendahulukan mereka yang paling lemah.”

Istri menunduk, menahan haru.
“Maafkan aku…
Ternyata aku belum setegar Hajar.”

Aku tersenyum lalu menimpali,
“Dan aku belum sekuat Ibrahim.
Tapi semoga kita saling menguatkan,
sampai thawaf terakhir kita… di surga nanti.”

Cinta yang terus bertumbuh di Tanah Suci

Kami ingin menjadi pasangan yang bukan hanya sampai ke Makkah…
Tapi juga sampai pada derajat mabrur bersama.

Menjadi Ibrahim dan Hajar masa kini. Yang saling menjaga, bukan saling menguji.
Yang sabar dalam kekurangan, dan syukur dalam kecukupan.
Yang tidak menuntut kesempurnaan, tapi saling menyempurnakan.

Semoga haji ini mengukir bukan hanya sejarah perjalanan,
tapi jejak kemabruran cinta,
yang terus tumbuh…
hingga ke surga.

Agen Travel Umroh Surabaya terpercaya dengan pembimbing terbaik, menjadikan perjalanan ibadah Anda lebih bermakna.

Nomor Izin U.491 Tahun 2021

Email
admin@nhumroh.com

Follow Kami :

Lokasi

Head Office :
Perum IKIP Gunung Anyar B48, Surabaya

Copyright © 2024 PT Nur Hamdalah Prima Wisata