Paket
Fasilitas
Galeri
Chat me
Jejak Spiritual Umroh: Dari Hajar hingga Rasulullah SAW

Jejak Spiritual Umroh: Dari Hajar hingga Rasulullah SAW

 

 

Setiap tahun, jutaan umat Muslim dari seluruh penjuru dunia berduyun-duyun ke Tanah Suci, mengelilingi Ka’bah dan berjalan antara bukit Safa dan Marwah. Mereka mencari pengampunan, keberkahan, dan kedamaian batin. Namun, pernahkah Anda merenung, dari mana semua ritual suci ini berasal? Tahukah Anda bahwa sejarah umroh jauh lebih dalam dan bermakna dari sekadar perjalanan ziarah biasa? Ini adalah sebuah kisah yang terukir dari air mata perjuangan, keikhlasan, dan ketaatan yang luar biasa, berawal ribuan tahun sebelum kita mengenalnya sebagai bagian dari syariat Islam.

Sering kali, orang bingung membedakan antara haji dan umroh, menganggapnya sama padahal keduanya punya makna dan waktu pelaksanaan yang berbeda. Umroh, meskipun sering disebut “haji kecil,” memiliki jejak sejarahnya sendiri yang tidak kalah heroik. Dalam artikel ini, kita akan menyingkap kembali sejarah umroh yang otentik. Kita akan melihat bagaimana ibadah ini berakar dari kisah Nabi Ibrahim AS, perjuangan Siti Hajar, hingga disempurnakan kembali oleh Rasulullah SAW dari tradisi yang tercampur dengan praktik paganisme di masa pra-Islam.

Mari kita berpetualang melintasi waktu untuk menelusuri sejarah umroh, bukan hanya sebagai sebuah ibadah, melainkan sebagai sebuah narasi spiritual yang mengajarkan kita tentang kesabaran, pengorbanan, dan keimanan. Dengan memahami asal-usulnya, semoga setiap langkah dan doa yang kita panjatkan saat berada di Tanah Suci terasa jauh lebih khusyuk dan penuh makna. Bersiaplah, karena perjalanan ini akan mengubah cara Anda melihat ibadah umroh selamanya.

Jejak Nabi Ibrahim AS dan Hajar: Fondasi Sejarah Umroh

Untuk memahami sejarah umroh secara utuh, kita harus kembali ke ribuan tahun silam, jauh sebelum era Nabi Muhammad SAW. Pondasi dari sebagian besar ritual umroh saat ini, khususnya Sa’i dan keberadaan Sumur Zamzam, berawal dari sebuah kisah luar biasa yang penuh dengan keikhlasan, kesabaran, dan tawakal. Kisah ini melibatkan Nabi Ibrahim AS, istrinya Hajar, dan putranya, Ismail AS, yang ditinggalkan di sebuah lembah tandus di Mekah, atas perintah Allah SWT. Momen inilah yang menjadi titik awal terbentuknya fondasi spiritual bagi ibadah umroh.

Kisah Nabi Ibrahim AS Meninggalkan Hajar dan Ismail AS

Atas perintah Allah SWT, Nabi Ibrahim AS membawa istrinya, Hajar, dan putranya yang masih bayi, Ismail AS, ke sebuah lembah yang sepi dan kering. Di sana, tidak ada tanda-tanda kehidupan, tidak ada air, tidak ada tanaman. Setelah menempatkan mereka di dekat lokasi yang kelak menjadi Ka’bah, Nabi Ibrahim AS pergi, meninggalkan mereka dengan bekal yang sangat minim. Hajar, dengan penuh keyakinan, bertanya kepada suaminya, “Apakah ini perintah dari Allah?” Ketika Nabi Ibrahim AS mengangguk, Hajar dengan ikhlas menerima takdir itu, percaya bahwa Allah tidak akan menelantarkan mereka. Sikap pasrah dan keimanan inilah yang menjadi cerminan sejati dari tawakal.

Peristiwa ini mengajarkan kepada kita tentang arti pengorbanan yang mendalam. Nabi Ibrahim AS rela meninggalkan keluarga tercinta demi menjalankan perintah Tuhan. Di sisi lain, Hajar menunjukkan kekuatan iman yang luar biasa, tidak panik atau putus asa, karena yakin akan perlindungan dari Sang Pencipta. Kisah ini tidak hanya menjadi landasan historis, tetapi juga menjadi pelajaran spiritual tentang bagaimana seharusnya seorang hamba berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT, tanpa keraguan sedikit pun, sebuah fondasi penting dalam menjalankan setiap ibadah, termasuk umroh.

Peristiwa Sa’i: Perjuangan Hajar Mencari Air

Setelah bekal air dan makanan habis, Hajar mulai panik melihat putranya, Ismail AS, menangis kehausan. Dalam keputusasaan, ia mulai berlari bolak-balik antara dua bukit yang berada di dekatnya, yaitu Bukit Safa dan Marwah, untuk mencari tanda-tanda kehidupan atau air. Ia berlari sebanyak tujuh kali putaran, dengan harapan bisa menemukan pertolongan. Lari kecil ini bukan sekadar tindakan putus asa, melainkan sebuah simbol perjuangan seorang ibu yang tak kenal lelah demi keselamatan anaknya. Gerakan ini menunjukkan kegigihan, usaha, dan doa yang tak henti-hentinya.

Dari sinilah, ritual Sa’i yang kita kenal dalam ibadah umroh berasal. Ritual ini bukan hanya lari kecil biasa, melainkan sebuah reka ulang dari perjuangan Siti Hajar yang penuh makna. Saat jemaah melakukan Sa’i, mereka bukan hanya sekadar berjalan, tetapi juga mengenang kembali ketabahan, kesabaran, dan tawakal Hajar. Ritual ini mengingatkan kita bahwa dalam hidup, kita harus terus berikhtiar (berusaha) sekuat tenaga, namun pada akhirnya tetap menyerahkan hasilnya kepada kehendak Allah SWT.

Kemunculan Sumur Zamzam sebagai Mukjizat

Setelah Hajar menyelesaikan putaran ketujuhnya dan kembali ke tempat Ismail, ia melihat sebuah keajaiban. Air memancar dari tanah di bawah hentakan kaki Ismail AS. Keajaiban ini tidak hanya mengakhiri penderitaan mereka, tetapi juga menjadi sumber kehidupan yang abadi hingga kini. Hajar pun menampung air itu dan berteriak, “Zam-zam!” yang artinya “berkumpullah” atau “berhentilah mengalir”, karena takut air itu akan habis. Peristiwa inilah yang menjadi asal-usul Sumur Zamzam.

Kemunculan Sumur Zamzam adalah bukti nyata dari pertolongan Allah SWT yang datang pada saat-saat paling genting. Air Zamzam bukan sekadar air biasa, melainkan mukjizat yang memiliki keberkahan dan keistimewaan. Ritual meminum air Zamzam setelah menyelesaikan tawaf dan sai dalam umroh adalah cara untuk mengenang mukjizat ini. Keberadaan sumur ini menjadi simbol bahwa setiap kesulitan dan perjuangan yang dilakukan dengan ikhlas pasti akan berujung pada pertolongan dari Allah SWT, yang menjadi penguat bagi setiap peziarah umroh.

Masa Pra-Islam: Umroh yang Tercampur Tradisi

Setelah kita memahami fondasi spiritual yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Hajar, penting untuk menelusuri bagaimana sejarah umroh mengalami perubahan signifikan sebelum Islam datang. Pada masa jahiliyah, atau masa kegelapan, praktik ibadah di Tanah Suci memang masih dilakukan, tetapi esensi murninya sudah terkikis. Masyarakat Arab saat itu tetap melakukan tawaf di sekitar Ka’bah dan ritual lainnya, namun semua itu tercampur dengan tradisi-tradisi pagan (pemujaan berhala) yang menyimpang dari ajaran tauhid (mengesakan Tuhan).

Ritual Tawaf dan Pemujaan Berhala di Ka’bah

Pada masa pra-Islam, Ka’bah memang sudah menjadi pusat ziarah. Namun, di sekelilingnya, dan bahkan di dalamnya, terdapat banyak berhala yang disembah oleh berbagai kabilah (suku) Arab. Berhala-berhala ini berjumlah hingga 360, yang paling terkenal adalah Hubal, Latta, Uzza, dan Manat. Saat melakukan tawaf, masyarakat saat itu bukan hanya mengelilingi Ka’bah, tetapi juga mempersembahkan sesajen dan doa-doa kepada berhala-berhala tersebut, bukan kepada Allah SWT. Ritual suci ini pun kehilangan makna aslinya dan berubah menjadi praktik penyembahan berhala.

Perubahan ini tidak hanya terbatas pada pemujaan berhala. Beberapa tradisi bahkan sangat jauh dari nilai-nilai spiritual. Misalnya, ada praktik di mana sebagian orang melakukan tawaf dalam keadaan telanjang, dengan alasan ingin kembali suci seperti saat dilahirkan. Praktik-praktik ini menunjukkan bagaimana ajaran murni yang dibawa Nabi Ibrahim AS telah diselewengkan dan diganti dengan kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan utama mengapa Rasulullah SAW harus membersihkan kembali Ka’bah dan mengembalikan sejarah umroh ke jalur yang benar.

Praktik Ziarah yang Berubah Menjadi Tradisi Perayaan

Umroh di masa pra-Islam juga lebih sering dianggap sebagai acara sosial atau perayaan tahunan, bukan ibadah yang khusyuk. Kabilah-kabilah yang datang ke Mekah untuk berdagang atau berziarah sering kali melakukannya dengan penuh kegembiraan dan kebanggaan suku. Mereka membawa identitas kesukuan mereka ke Tanah Suci, bahkan sering kali terjadi perselisihan dan perkelahian di area suci tersebut.

Tradisi ziarah yang awalnya bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, berubah menjadi ajang pamer kekayaan, kekuasaan suku, dan hiburan. Ibadah yang seharusnya melahirkan kerendahan hati justru diisi dengan arogansi dan kebanggaan diri. Inilah kondisi yang terjadi hingga akhirnya Islam datang, membersihkan, dan mengembalikan makna sejati dari umroh, yaitu ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Titik Balik: Perjanjian Hudaibiyah

Perjalanan sejarah umroh memasuki babak krusial pada tahun ke-6 Hijriah, saat Rasulullah SAW dan sekitar 1.400 sahabatnya berniat untuk menunaikan ibadah umroh. Niat suci ini, sayangnya, dihalangi oleh kaum Quraisy, penguasa Mekah saat itu. Kejadian ini tidak hanya mengubah jalannya sejarah Islam, tetapi juga menjadi titik balik penting yang akhirnya mengembalikan ibadah umroh ke esensinya yang murni. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana kesabaran dan strategi diplomasi lebih efektif daripada peperangan dalam mencapai tujuan yang mulia.

Kisah Rasulullah SAW Dihadang Kaum Quraisy

Pada tahun tersebut, Rasulullah SAW bersama para sahabatnya berangkat dari Madinah menuju Mekah. Mereka tidak membawa senjata perang, melainkan hanya perlengkapan layaknya peziarah, sebagai tanda niat damai. Namun, ketika mereka sampai di sebuah tempat bernama Hudaibiyah, sekitar 22 kilometer dari Mekah, mereka dihadang oleh pasukan kaum Quraisy. Pihak Quraisy menolak kedatangan umat Islam, menganggapnya sebagai ancaman politik dan militer, meskipun niat mereka murni untuk beribadah. Situasi ini menciptakan ketegangan yang sangat tinggi, di mana potensi konflik terbuka sangat besar.

Penghadangan ini bukan hanya sekadar rintangan fisik, tetapi juga ujian keimanan bagi para sahabat. Niat mereka untuk beribadah di Tanah Suci harus tertunda. Namun, alih-alih melawan, Rasulullah SAW memilih jalur diplomasi. Beliau mengirimkan perwakilan untuk bernegosiasi, meskipun prosesnya tidak mudah dan memakan waktu. Keputusan ini menunjukkan kebijaksanaan Rasulullah SAW dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, mengedepankan perdamaian demi kepentingan yang lebih besar.

Perjanjian Hudaibiyah: Kemenangan yang Tertunda

Setelah melalui negosiasi yang panjang dan sulit, tercapailah sebuah kesepakatan yang dikenal sebagai Perjanjian Hudaibiyah. Isi perjanjian ini pada awalnya terasa sangat merugikan umat Islam. Salah satu poin utamanya adalah bahwa umat Islam harus kembali ke Madinah tanpa menunaikan umroh pada tahun itu. Mereka baru diizinkan kembali untuk berumroh pada tahun berikutnya. Poin ini membuat banyak sahabat merasa kecewa dan sulit menerima, karena mereka sudah sangat merindukan Ka’bah.

Meskipun terlihat sebagai kekalahan, Perjanjian Hudaibiyah sebenarnya adalah sebuah kemenangan strategis. Para ahli sejarah menyebutnya sebagai Fathun Mubin (kemenangan yang nyata). Perjanjian ini membuka jalan bagi umat Islam untuk diakui sebagai kekuatan politik yang sah oleh kaum Quraisy. Yang paling penting, perjanjian ini mengamankan hak umat Islam untuk menunaikan umroh dengan aman di tahun berikutnya, tanpa gangguan. Ini menjadi babak baru yang mengembalikan sejarah umroh ke tempatnya yang suci, menjauhkan dari tradisi pra-Islam yang penuh berhala dan konflik.

Umroh Pertama dalam Islam

Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang penuh hikmah, sejarah umroh akhirnya memasuki babak baru yang ditunggu-tunggu. Ini adalah momen bersejarah di mana umat Islam bisa menunaikan ibadah umroh dengan damai dan diakui. Umroh pertama yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya ini tidak hanya menandai pemenuhan janji, tetapi juga menjadi contoh pelaksanaan umroh yang bersih dari tradisi jahiliyah. Peristiwa ini menjadi fondasi bagi pelaksanaan umroh yang kita kenal hingga saat ini.

Umroh Qadha: Pemenuhan Janji yang Mulia

Pada tahun ke-7 Hijriah, sesuai dengan kesepakatan Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah SAW dan para sahabatnya kembali ke Mekah. Umroh yang mereka lakukan ini dikenal sebagai Umroh Qadha, yang berarti umroh pengganti, karena menggantikan umroh yang tertunda pada tahun sebelumnya. Dengan membawa bekal seadanya dan niat yang tulus, mereka memasuki kota suci Mekah. Pihak Quraisy, sesuai perjanjian, mundur ke perbukitan di sekitar kota, menyaksikan dari kejauhan bagaimana umat Islam menunaikan ibadah dengan khusyuk.

Pelaksanaan Umroh Qadha ini menunjukkan betapa besar ketakwaan dan ketaatan Rasulullah SAW dalam menunaikan janji. Selama tiga hari mereka berada di Mekah, mereka melaksanakan seluruh rukun umroh dengan penuh ketertiban. Peristiwa ini menjadi momen penting dalam sejarah umroh, karena inilah kali pertama umat Islam menunaikan ibadah di Ka’bah tanpa gangguan, menandakan bahwa ibadah ini telah kembali kepada esensi aslinya.

Rincian Pelaksanaan Umroh Pertama

Selama Umroh Qadha, Rasulullah SAW memberikan teladan langsung tentang bagaimana ibadah umroh seharusnya dilakukan. Beliau dan para sahabat memulai dengan mengenakan ihram (pakaian khusus umroh), lalu melakukan tawaf (mengelilingi Ka’bah) sebanyak tujuh kali. Tawaf dilakukan dengan penuh ketenangan, tanpa adanya praktik-praktik pagan seperti yang terjadi di masa jahiliyah. Setelah itu, mereka melakukan Sa’i (lari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwah) sebanyak tujuh kali, mengenang kembali perjuangan Siti Hajar.

Puncak dari ibadah umroh ini adalah tahallul, yaitu memotong atau mencukur sebagian rambut sebagai simbol telah selesainya ritual umroh. Melalui rangkaian ibadah ini, Rasulullah SAW secara langsung mengajarkan kepada para sahabat dan seluruh umat Islam tentang tata cara umroh yang benar, suci, dan murni dari segala bentuk kesyirikan. Umroh Qadha ini tidak hanya menjadi bagian dari sejarah umroh yang penting, tetapi juga menjadi panduan praktis yang diikuti oleh seluruh umat Muslim hingga hari ini.

Umroh pada Masa Rasulullah SAW dan Penentuannya sebagai Ibadah

Setelah suksesnya Umroh Qadha, sejarah umroh terus berlanjut di bawah bimbingan langsung Rasulullah SAW. Beliau tidak hanya menunaikan umroh sebagai ibadah pribadi, tetapi juga mencontohkan dan menyempurnakan ritualnya. Pada masa inilah umroh resmi ditetapkan sebagai ibadah yang sakral dan menjadi bagian tak terpisahkan dari syariat Islam. Ritual-ritual yang tadinya tercampur dengan tradisi jahiliyah kini disucikan dan dikembalikan ke ajaran tauhid murni, mengajarkan kepada umat Muslim tentang makna ketaatan dan keikhlasan sejati.

Umroh Setelah Fathu Mekah dan Pemurnian Ritual

Puncak dari perjuangan Rasulullah SAW dalam membersihkan ibadah adalah saat peristiwa Fathu Mekah (Penaklukan Mekah) pada tahun ke-8 Hijriah. Setelah Mekah berhasil ditaklukkan, langkah pertama yang dilakukan Rasulullah SAW adalah membersihkan Ka’bah dari 360 berhala yang selama ini disembah. Beliau menghancurkan semua berhala tersebut, mengembalikan Ka’bah ke fungsi aslinya sebagai rumah ibadah yang hanya diperuntukkan bagi Allah SWT. Momen ini bukan hanya kemenangan politik, tetapi juga kemenangan spiritual yang krusial bagi sejarah umroh.

Setelah pembersihan Ka’bah, Rasulullah SAW menunaikan umroh sebagai wujud syukur. Pelaksanaan umroh ini menjadi penegasan bahwa ibadah di Tanah Suci kini benar-benar murni dan bebas dari unsur kemusyrikan. Ritual tawaf, sai, dan tahallul yang dilakukan oleh beliau dan para sahabat menjadi standar yang akan diikuti oleh seluruh umat Islam. Sejak saat itu, umroh tidak lagi menjadi ritual pagan atau tradisi suku, melainkan ibadah yang mengajarkan arti kesucian, pengorbanan, dan penyerahan diri total kepada Allah SWT.

Penetapan Umroh sebagai Ibadah Sunnah Muakkadah

Setelah semua ritual disempurnakan, umroh secara resmi ditetapkan dalam syariat Islam. Meskipun tidak wajib seperti haji, umroh memiliki kedudukan yang sangat penting. Umroh diklasifikasikan sebagai Sunnah Muakkadah, yang artinya ibadah sunnah yang sangat dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda bahwa umroh ke umroh berikutnya akan menjadi penghapus dosa di antara keduanya. Hal ini menegaskan betapa besar keutamaan dan pahala yang bisa didapatkan dari ibadah ini.

Penetapan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah umroh, memberikan landasan hukum yang jelas bagi umat Islam untuk melaksanakannya. Dengan statusnya sebagai ibadah sunnah yang sangat dianjurkan, umroh menjadi pilihan bagi banyak umat Muslim untuk membersihkan diri dari dosa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Umroh menjadi sebuah perjalanan spiritual yang bisa dilakukan kapan saja, kecuali pada hari Arafah, Idul Adha, dan hari-hari Tasyrik, memberikan fleksibilitas bagi mereka yang ingin beribadah.

Perbedaan Mendasar Umroh dengan Haji

Setelah menelusuri sejarah umroh dari masa ke masa, satu hal yang sering kali membingungkan banyak orang adalah perbedaan antara umroh dan haji. Meskipun keduanya sama-sama dilakukan di Tanah Suci dan melibatkan ritual-ritual seperti tawaf dan sai, keduanya memiliki perbedaan mendasar yang sangat penting. Memahami perbedaan ini tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga membantu umat Muslim dalam menentukan ibadah mana yang akan mereka tunaikan sesuai dengan ketentuan syariat.

Perbedaan pada Hukum dan Waktu Pelaksanaan

Perbedaan yang paling utama adalah dari segi hukum. Haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam dan hukumnya adalah wajib bagi setiap Muslim yang mampu (secara fisik, mental, dan finansial). Ibadah haji hanya bisa dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu, yaitu pada bulan-bulan haji (Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah), dengan puncak pelaksanaannya pada tanggal 8 hingga 13 Dzulhijjah. Jika seseorang tidak melaksanakannya di waktu ini, maka hajinya tidak sah. Ketentuan yang ketat ini menunjukkan betapa istimewanya haji.

Sementara itu, umroh memiliki hukum sunnah muakkadah, yang artinya sangat dianjurkan tetapi tidak wajib seperti haji. Fleksibilitas ini menjadi salah satu daya tarik umroh. Umroh bisa dilaksanakan kapan saja sepanjang tahun, kecuali pada hari-hari yang secara spesifik dilarang, yaitu hari Arafah (9 Dzulhijjah), Idul Adha (10 Dzulhijjah), dan hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Perbedaan ini menunjukkan bagaimana sejarah umroh telah berkembang menjadi ibadah pelengkap yang memberikan kesempatan bagi umat Muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa terikat oleh waktu yang sangat spesifik.

Perbedaan pada Rukun dan Ritual Ibadah

Perbedaan lainnya terletak pada rukun dan ritual yang dilakukan. Rukun haji jauh lebih kompleks dan lebih banyak daripada umroh. Rukun haji terdiri dari ihram, wukuf di Arafah, tawaf ifadah, sai, dan tahallul. Ritual wukuf di Arafah adalah rukun utama haji yang paling penting dan tidak ada pada umroh. Ritual ini mengharuskan jemaah haji untuk berdiam diri di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.

Sementara itu, rukun umroh lebih sederhana dan hanya terdiri dari ihram, tawaf, sai, dan tahallul. Tidak adanya ritual wukuf di Arafah membuat umroh bisa diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih singkat. Fakta ini juga mempengaruhi bagaimana sejarah umroh dikenal sebagai ibadah yang lebih fleksibel dan bisa dilakukan kapan saja. Meskipun rukunnya berbeda, makna spiritual yang terkandung dalam setiap ritual, seperti tawaf dan sai, tetap sama, yaitu mengenang kembali ketakwaan dan pengorbanan para nabi.

Hikmah dan Makna Sejarah Umroh

Setelah memahami sejarah umroh yang panjang, dari masa Nabi Ibrahim AS hingga disempurnakan oleh Rasulullah SAW, kita akan menemukan bahwa ibadah ini bukan hanya serangkaian ritual fisik. Di balik setiap gerakan dan doa, tersembunyi hikmah mendalam yang bertujuan untuk membentuk pribadi Muslim yang lebih baik. Memahami makna ini akan membuat perjalanan umroh terasa lebih khusyuk, mengubahnya dari sekadar perjalanan fisik menjadi transformasi spiritual yang membekas.

Makna Tawaf: Simbol Ketaatan Total kepada Allah SWT

Ritual tawaf, yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, adalah salah satu rukun utama dalam umroh. Secara historis, tawaf sudah ada sejak masa Nabi Ibrahim AS, namun telah dibersihkan dari unsur-unsur syirik pada masa Rasulullah SAW. Tawaf bukan sekadar gerakan fisik mengelilingi sebuah bangunan, melainkan sebuah simbolisme ketaatan dan penyerahan diri total kepada Allah SWT. Gerakan mengitari Ka’bah, yang merupakan kiblat umat Islam, melambangkan bahwa seluruh aspek kehidupan seorang Muslim harus berpusat hanya pada Allah SWT.

Saat jemaah melakukan tawaf, mereka bergabung dengan jutaan umat Muslim lainnya, menyatu dalam satu gerakan yang harmonis. Ini melambangkan kesatuan umat Islam di seluruh dunia, yang hanya memiliki satu tujuan: mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Melalui tawaf, setiap individu diingatkan untuk melepaskan ego dan duniawi, dan fokus sepenuhnya pada Dzat yang menciptakan alam semesta. Ini adalah inti dari sejarah umroh yang mengajarkan kita untuk kembali kepada tauhid (mengesakan Tuhan) yang murni.

Makna Sa’i: Simbol Kegigihan dan Tawakal Sejati

Ritual sa’i, yaitu lari-lari kecil antara Bukit Safa dan Marwah, adalah reka ulang dari perjuangan Siti Hajar mencari air untuk putranya, Ismail AS. Ritual ini mengajarkan kita tentang kegigihan dan ketabahan yang luar biasa. Hajar tidak menyerah meskipun sudah berlari bolak-balik sebanyak tujuh kali. Ia terus berikhtiar hingga Allah SWT memberikan pertolongan melalui munculnya Sumur Zamzam. Sa’i mengingatkan kita bahwa dalam hidup, usaha (ikhtiar) harus terus dilakukan, meskipun hasilnya belum terlihat.

Dengan menelusuri sejarah umroh, kita akan memahami bahwa sa’i juga mengajarkan tentang tawakal sejati. Tawakal bukanlah sikap pasrah tanpa usaha, melainkan berserah diri kepada Allah setelah melakukan yang terbaik. Ritual ini menanamkan keyakinan bahwa Allah tidak akan menelantarkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh. Setiap langkah yang diambil dalam sa’i adalah pengingat akan pentingnya keseimbangan antara usaha manusia dan keyakinan akan pertolongan Ilahi.

Makna Tahallul: Simbol Pembebasan Diri dari Dosa

Tahallul, yaitu mencukur atau memotong sebagian rambut, adalah ritual terakhir dalam umroh. Ritual ini melambangkan berakhirnya ibadah umroh dan kembalinya jemaah ke kondisi normal (tidak dalam keadaan ihram). Lebih dari itu, tahallul memiliki makna yang mendalam. Mencukur rambut melambangkan pembebasan diri dari segala dosa, kesalahan, dan kebiasaan buruk yang melekat pada diri kita.

Tahallul juga menjadi simbol kelahiran kembali. Seseorang yang telah menunaikan umroh diharapkan kembali ke kehidupannya dengan hati yang bersih, suci dari dosa-dosa masa lalu, layaknya bayi yang baru lahir. Ritual ini adalah penutup dari sejarah umroh yang penuh makna, memberikan janji pengampunan dan kesempatan untuk memulai lembaran baru yang lebih baik, dengan komitmen untuk menjadi hamba yang lebih taat kepada Allah SWT.

Perkembangan Umroh di Era Modern

Setelah menelusuri sejarah umroh yang kaya akan makna spiritual dan perjuangan, kini kita beralih ke masa kini. Ibadah umroh di era modern mengalami banyak perubahan signifikan, terutama dalam hal kemudahan dan fasilitas. Meskipun esensi dan rukun ibadahnya tetap sama seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW, cara pelaksanaannya kini jauh lebih praktis dan terorganisir. Perkembangan ini tidak hanya memudahkan calon jemaah, tetapi juga memastikan pengalaman beribadah menjadi lebih nyaman dan khusyuk.

Kemudahan Akses dan Fasilitas yang Semakin Canggih

Di masa lalu, perjalanan menuju Tanah Suci adalah sebuah tantangan besar, memakan waktu berbulan-bulan dengan risiko yang tinggi. Namun, sejarah umroh modern menunjukkan adanya revolusi dalam bidang transportasi dan akomodasi. Kini, perjalanan ke Mekah dapat ditempuh dalam hitungan jam dengan pesawat, dan jemaah dapat memilih paket perjalanan yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran mereka. Fasilitas di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi juga semakin canggih, mulai dari hotel-hotel berbintang, pusat perbelanjaan, hingga transportasi umum seperti kereta cepat yang menghubungkan Mekah dan Madinah.

Selain itu, kemajuan teknologi juga berperan besar. Saat ini, banyak aplikasi mobile yang membantu jemaah dalam beribadah, seperti aplikasi penunjuk arah kiblat, jadwal sholat, hingga panduan doa-doa. Pemerintah Arab Saudi juga terus berupaya meningkatkan layanan untuk jemaah, termasuk penggunaan teknologi biometrik dan sistem visa elektronik yang membuat proses administrasi menjadi lebih cepat dan efisien. Semua ini menunjukkan bagaimana sejarah umroh terus berkembang untuk melayani jutaan umat Muslim dari seluruh dunia, tanpa mengurangi nilai spiritual dari ibadah itu sendiri.

 

source:wwwumitour&travel.com

Follow IG kami untuk info menarik lainnya

ttps://www.instagram.com/umrohnhtravel?igsh=N3Rua3VtejZnM2dw

Budaya Arab yang Kaya dan Beragam di Makkah dan Madinah

Budaya Arab yang Kaya dan Beragam di Makkah dan Madinah

 

 

Keunikan Budaya Arab di Kota Suci Makkah dan Madinah

 

Keistimewaan Budaya Arab di Dua Kota Suci

 

Makkah dan Madinah bukan hanya pusat ibadah bagi umat Islam di seluruh dunia, tetapi juga menjadi cerminan kebudayaan Arab yang khas dan unik. Dua kota suci ini memiliki tradisi dan budaya yang berkembang sejak zaman Rasulullah ﷺ hingga saat ini, yang tetap lestari di tengah modernisasi. Keunikan budaya yang ada di Makkah dan Madinah tidak hanya berasal dari penduduk asli, tetapi juga diperkaya oleh interaksi dengan jamaah dari berbagai negara.

Sebagai tempat yang menjadi tujuan utama ibadah haji dan umroh, masyarakat di Makkah dan Madinah terbiasa dengan keberagaman. Hal ini menjadikan mereka lebih terbuka terhadap berbagai perbedaan budaya, namun tetap mempertahankan identitas asli mereka. Ada banyak kebiasaan dan adat istiadat yang bisa sahabat temukan selama berada di dua kota suci ini, mulai dari cara berinteraksi, gaya berpakaian, hingga makanan khas yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

 

Tradisi Keramahan dan Sikap Menghormati Tamu

 

Salah satu budaya paling kental yang masih dijaga oleh masyarakat Arab di Makkah dan Madinah adalah sikap ramah dan penghormatan terhadap tamu. Tradisi ini sudah ada sejak zaman dahulu dan merupakan bagian dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjamu tamu dengan baik. Masyarakat setempat selalu menyambut para jamaah dengan senyuman, ucapan selamat datang, serta kebaikan dalam membantu para tamu Allah yang datang dari berbagai penjuru dunia.

Di Madinah, sikap ramah ini semakin terasa. Sejak zaman Rasulullah ﷺ, kaum Anshar dikenal karena kedermawanan mereka dalam menyambut saudara seiman yang hijrah dari Makkah. Hingga kini, semangat itu masih terjaga dengan baik. Tidak jarang sahabat akan melihat penduduk Madinah dengan senang hati membantu jamaah yang kesulitan mencari arah atau menawarkan doa yang penuh keberkahan.

 

Pasar Tradisional dan Budaya Perdagangan

 

Makkah dan Madinah sejak dahulu telah menjadi pusat perdagangan, bahkan sebelum datangnya Islam. Hingga kini, budaya berdagang masih menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat di dua kota ini. Banyak pasar tradisional yang tetap eksis dan menjadi daya tarik bagi para jamaah yang ingin mencari oleh-oleh khas dari tanah suci.

Di Makkah, salah satu pasar terkenal adalah Pasar Zakfariah yang menawarkan berbagai barang mulai dari kurma, pakaian ihram, tasbih, hingga parfum khas Arab. Sementara di Madinah, sahabat akan menemukan Pasar Kurma yang menjadi tempat terbaik untuk membeli kurma Ajwa, kurma favorit Rasulullah ﷺ, serta berbagai jenis kurma lainnya yang memiliki cita rasa unik dan manfaat luar biasa.

Budaya tawar-menawar juga masih sangat kental di pasar-pasar tradisional ini. Pedagang di Makkah dan Madinah sudah terbiasa dengan negosiasi harga, sehingga sahabat yang ingin berbelanja bisa mencoba menawar dengan sopan agar mendapatkan harga terbaik.

 

Makanan Khas dan Tradisi Kuliner di Tanah Suci

 

Kuliner di Makkah dan Madinah memiliki cita rasa khas Timur Tengah yang kuat dengan bumbu rempah yang kaya. Salah satu makanan yang paling populer di dua kota ini adalah Nasi Mandi, yaitu nasi berbumbu khas Arab yang disajikan dengan daging kambing atau ayam. Hidangan ini sering menjadi menu utama dalam berbagai acara dan jamuan makan.

Selain itu, ada juga Roti Tamis yang lembut dan manis, biasanya dinikmati bersama teh atau kopi Arab. Tradisi minum kopi Arab di Madinah menjadi kebiasaan yang sering dilakukan dalam menjamu tamu. Kopi ini memiliki rasa yang khas dengan tambahan kapulaga, dan selalu disajikan bersama kurma sebagai bentuk penghormatan kepada tamu.

Di Makkah, sahabat juga akan menemukan berbagai warung dan restoran yang menyajikan makanan khas dari berbagai negara, mencerminkan keberagaman jamaah yang datang dari seluruh penjuru dunia. Hal ini menjadi bukti bahwa Makkah bukan hanya pusat ibadah, tetapi juga tempat pertemuan berbagai budaya yang hidup berdampingan.

 

Gaya Berpakaian yang Menjaga Tradisi

 

Masyarakat di Makkah dan Madinah masih mempertahankan gaya berpakaian tradisional mereka yang sesuai dengan syariat Islam. Laki-laki umumnya mengenakan thawb atau jubah putih yang panjang, serta mengenakan ghutrah atau shemagh di kepala. Sementara itu, perempuan mengenakan abaya hitam yang anggun dengan jilbab panjang yang menutup aurat dengan sempurna.

Gaya berpakaian ini tidak hanya mencerminkan identitas budaya, tetapi juga memiliki makna kesederhanaan dan ketaatan kepada ajaran Islam. Bagi sahabat yang datang ke tanah suci, berpakaian sopan sesuai dengan adat setempat menjadi salah satu bentuk penghormatan terhadap budaya lokal.

 

Kebiasaan Ibadah yang Unik di Makkah dan Madinah

 

Sebagai kota suci, ibadah menjadi bagian utama dari kehidupan sehari-hari di Makkah dan Madinah. Setiap waktu shalat, sahabat akan melihat pemandangan luar biasa di mana ribuan hingga jutaan jamaah berkumpul untuk bersujud kepada Allah. Suasana haru dan penuh keberkahan sangat terasa, terutama ketika berada di dalam Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Di Madinah, banyak jamaah yang memiliki kebiasaan khusus berkunjung ke Raudhah, sebuah area di dalam Masjid Nabawi yang disebut sebagai taman surga. Tempat ini memiliki keutamaan luar biasa, sehingga banyak yang berusaha untuk bisa masuk dan berdoa di sana.

Di Makkah, tradisi minum air zamzam setelah shalat juga menjadi kebiasaan yang banyak dilakukan oleh jamaah. Air zamzam yang penuh keberkahan ini tersedia dalam jumlah melimpah di sekitar Masjidil Haram, dan banyak jamaah yang membawa pulang air zamzam sebagai oleh-oleh bagi keluarga di tanah air.

 

Kedermawanan Masyarakat di Dua Kota Suci 

 

Salah satu hal yang sangat terasa di Makkah dan Madinah adalah budaya berbagi dan kedermawanan masyarakatnya. Setiap waktu berbuka puasa, misalnya, sahabat akan melihat banyak penduduk setempat yang dengan sukarela membagikan makanan kepada jamaah. Kurma, air zamzam, serta makanan lain dibagikan secara gratis sebagai bentuk ibadah dan kepedulian terhadap sesama muslim.

Di berbagai sudut kota, terdapat tempat-tempat yang menyediakan makanan gratis bagi jamaah yang membutuhkan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dan terus dilakukan sebagai wujud penghormatan kepada tamu Allah.

 

source:wwwmabruktour.com

Follow IG kami untuk info menarik lainnya

ttps://www.instagram.com/umrohnhtravel?igsh=N3Rua3VtejZnM2dw

Jelajahi Keindahan Madinah: 11 Destinasi Wisata yang Tidak Boleh Dilewatkan

Jelajahi Keindahan Madinah: 11 Destinasi Wisata yang Tidak Boleh Dilewatkan

 

 

Destinasi wisata di Madinah cukup lengkap, ada wisata religi, alam, bahkan kamu juga bisa berwisata belanja. Berikut ini adalah rekomendasi destinasi wisata terbaik yang bisa kamu jelajahi selama di Madinah.

1. Masjid Nabawi

Destinasi wisata di Madinah yang tidak boleh kamu lewatkan adalah Masjid Nabawi. Masjid ini merupakan salah satu masjid terbesar di dunia dan merupakan masjid pertama di Madinah.

Arsitektur masjid ini sangat indah dan menyejukkan mata. Kamu akan terpesona dengan bangunan masjid ini. Di dalam kompleks masjid ini juga terdapat makam Rasulullah, jadi kamu bisa sekaligus berziarah.

 

2. Raudhah

Destinasi wisata di Madinah yang tidak jauh dari Masjid Nabawi adalah Raudhah. Raudhah masih satu bagian dengan Masjid Nabawi, jadi kamu wajib mengunjungi tempat ini ketika berada di Masjid Nabawi.

Raudhah merupakan tempat di mana Rasulullah melakukan ibadah dan juga menerima wahyu. Karena hal ini, masyarakat percaya barang siapa yang berdoa di sini maka doanya akan terkabul. Nah, kamu juga bisa memanjatkan doa di sini agar cepat terkabul.

 

3. Madain Saleh Tombs

Tempat wisata di Madinah yang menjadi warisan dunia UNESCO adalah Madain Saleh Tombs. Situs purbakala ini merupakan peninggalan Kaum Tsamud pada zaman Nabi Saleh.

Saleh Tombs berada di tengah gurun pasir yang tandus, bentuknya menyerupai batu tapi mempunyai ukiran yang indah. Kamu yang ingin menyaksikan keindahannya bisa langsung datang ke sini setelah melaksanakan ibadah umroh.

 

4. Al Baqi

Selain Masjid Nabawi, tempat ziarah di Madinah yang cukup terkenal adalah Al Baqi. Al Baqi merupakan pemakaman para sahabat dan keluarga Rasulullah. Tempat ini merupakan salah satu tempat sakral di Madinah.

 

5. Jabal Uhud

Destinasi wisata di Madinah yang selanjutnya adalah Jabal Uhud atau Gunung Uhud. Lokasinya ada di sebelah utara Kota Madinah. Gunung ini adalah salah satu Gunung yang nantinya akan ada di Surga.

Menilik sejarahnya, Jabal Uhud merupakan salah satu tempat perang pada saat zaman Rasulullah. Perang ini sering disebut dengan Perang Uhud.

 

6. Masjid Quba

Destinasi wisata religi di Madinah yang tidak boleh kamu lewatkan adalah Masjid Quba. Masjid ini ada di Kota Quba yang merupakan salah satu kota terluar di Madinah.

Quba merupakan pintu masuk Madinah dari Mekkah. Di kota ini Rasulullah pernah singgah sebelum masuk ke Madinah. Masjid Quba ini juga menjadi masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah.

7. Masjid Qiblatain

Masjid yang ada di Madinah yang tidak boleh kamu lewatkan juga adalah Masjid Qiblatain. Nama dari masjid ini diambil berdasarkan sejarahnya.

Sebelum Rasulullah mendapat wahyu untuk sholat menghadap ke Ka’bah, dulunya umat muslim sholatnya menghadap ke Masjidil Aqsa yang ada di Palestina. Nabi Muhammad mendapatkan wahyu untuk sholat menghadap ke Ka’bah di masjid ini, jadilah masjid ini dinamakan dengan Masjid Qiblatain.

 

8. Museum Al Hejaz Railway

Destinasi wisata di Madinah yang selanjutnya adalah Museum Al Hajez Railway. Museum ini juga masuk dalam warisan dunia versi UNESCO.

Salah satu keunikan dari museum ini adalah adanya proyek pembuatan railway dari Madinah ke Istanbul, Turki. Proyek besar kuno ini merupakan ide dari Sultan Ottoman. Namun proyek ini terbengkalai dan akhirnya menjadi museum.

Bangunan dari museum ini juga unik karena memadukan arsitektur Timur Tengah dan Barat.

 

9. Sultanese Street

Ke Madinah kurang lengkap rasanya jika tidak berbelanja. Salah satu wisata belanja di Madinah yang wajib kamu kunjungi adalah Sultanese Street. Di sini kamu bisa menemukan berbagai barang khas Arab termasuk pernak-pernik.

Kamu yang ingin belanja oleh-oleh dengan harga yang terjangkau bisa langsung datang ke sini. Ada banyak toko dan pedagang kaki lima yang menjual pernak-pernik oleh-oleh khas Arab.

 

10. Wadi Jin

Destinasi wisata terkenal di Madinah yang tidak boleh kamu lewatkan juga adalah Wadi Jin atau Bukit Jin. Bukit ini juga dikenal sebagai Gunung Magentik karena mempunyai medan magnet yang besar dan terbalik.

Pada saat naik mobil ke sini, cobalah untuk mematikan mesin kendaraan kamu. Mobil akan bergerak sendiri seolah-olah tertarik. Orang dulu menganggap mobil ditarik oleh jin, padahal ada medan magnet besar di bukit ini.

 

11. Pasar Bengali

Destinasi wisata di Madinah terakhir yang bisa kamu kunjungi adalah Pasar Bengali. Pasar ini merupakan pasar tradisional Madinah yang menjual barang-barang kebutuhan pokok dan lainnya. Kamu bisa berwisata belanja murah di sini.

 

source:wwwtraveloka.com

Follow IG kami untuk info menarik lainnya

ttps://www.instagram.com/umrohnhtravel?igsh=N3Rua3VtejZnM2dw

Aplikasi Pendamping Ibadah Haji: 5 Pilihan Yang Tepat

Aplikasi Pendamping Ibadah Haji: 5 Pilihan Yang Tepat

 

 

Bulan Oktober 2025 adalah bulan keberangkatan Jamaah Haji Indonesia. Jamaah haji gelombang pertama berangkat pada 12-23 Mei 2024, sedangkan gelombang kedua pada 24 Mei-10 Juni 2024.

Bagi Anda yang akan berangkat ke tanah suci, penting untuk memiliki aplikasi ibadah haji yang akan membantu selama pelaksanaannya.

Agar lebih mengetahui aplikasi apa saja yang penting diunduh untuk menemani ibadah haji, berikut ini informasinya untuk Anda.

 

Aplikasi Penting untuk Ibadah Haji

Perjalanan ibadah haji adalah salah satu momen yang penuh makna bagi umat Islam di seluruh dunia.

Di era teknologi modern ini, ada beberapa aplikasi yang dapat memudahkan perjalanan ibadah haji. Berikut 5 aplikasi penting tersebut.

1. Labbaik

Aplikasi pertama yang harus dipastikan telah diunduh sebelum melaksanakan ibadah Haji adalah Labbaik.

Labbaik dilengkapi berbagai fitur yang dapat memudahkan jamaah dalam pelaksanaan ibadah haji, seperti panduan sebelum berangkat haji, kumpulan doa-doa lengkap dengan terjemahan hingga playlist doa saat ibadah sa’i- dan tawaf.

Aplikasi ini cukup populer di kalangan jamaah haji karena penggunaannya yang mudah. Anda bisa memanfaatkan aplikasi Labbaik untuk membantu pelaksanaan ibadah haji mulai dari persiapan hingga kepulangan.

 

2. Alharamain

Alharamain adalah aplikasi yang yang dapat membantu jamaah haji dengan sejumlah fiturnya yang mudah digunakan.

Aplikasi ini memuat informasi tentang Masjidil haram dan Masjid Nabawi, waktu sholat dan fitur lainnya seperti siaran langsung doa di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, layanan panduan untuk fasilitas akses ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, hingga layanan elektronik pengunjung.

 

3. Nusuk

Selanjutnya, ada aplikasi Nusuk, yang merupakan aplikasi resmi untuk melakukan reservasi dan pemesanan perjalanan haji di Makkah dan Madinah.

Aplikasi ini adalah platform terpercaya yang telah diawasi oleh Komisi Pariwisata Arab Saudi dan harus dimiliki jamaah sebelum berangkat ke tanah suci.

Melalui aplikasi Nusuk, jamaah dapat mengajukan permohonan e-Visa, pemesanan penerbangan, hingga hotel.

Tak hanya itu, terdapat panduan ibadah haji dan umrah yang akan membantu jamaah dalam melaksanakan ibadah.

 

4. Careem

Jika di Indonesia terdapat layanan Gojek atau Grab, di Arab Saudi jamaah dapat menggunakan aplikasi Careem untuk melakukan pemesanan transportasi hingga makanan selama menjalankan ibadah haji.

Dilansir dari muslimgotravel, biaya jasa layanan ini lebih murah dibandingkan yang lain. Pendaftarannya pun cukup mudah dilakukan, Anda hanya perlu mendaftar menggunakan kartu sim lokal. Setelah itu, Anda bisa menikmati layanan dari aplikasi Careem selama di tanah suci.

 

5. HHR Train

Satu aplikasi yang sangat bermanfaat untuk membantu anda melakukan perjalanan ibadah haji, yakni HHR Train.

HHR adalah singkatan dari Haramain High Speed Railway, aplikasi pemesanan kereta di Arab Saudi.

Untuk perjalanan dari Mekkah ke Madinah menggunakan HHR Train membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Tergolong cepat dibandingkan transportasi lain. Selain itu, kereta yang digunakan juga bersih, modern dan nyaman.

 

source:wwwtempo.com

 

Follow IG kami untuk info menarik lainnya

ttps://www.instagram.com/umrohnhtravel?igsh=N3Rua3VtejZnM2dw

 

Ini link poster saya :

https://www.canva.com/design/DAG1Qasf7FI/2IwS1D8KQk0n6llR3okYig/edit?utm_content=DAG1Qasf7FI&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton

 

 

Hutang Lunas atau Umroh Duluan? Ini Pertimbangannnya

Hutang Lunas atau Umroh Duluan? Ini Pertimbangannnya

 

 

 

Dalam menjalani kehidupan, kita sering dihadapkan pada pilihan besar yang penuh makna. Islam sendiri mengajarkan bahwa setiap ibadah harus dilandasi dengan keikhlasan, tapi di saat yang sama kita juga tidak boleh melupakan tanggung jawab.

Nah, disinilah penting nya memahami mana yang harus diprioritaskan, agar setiap langkah yang kita tempuh tetap sesuai dengan tuntunan syariat dan membawa ketenangan hati.

PERINTAH UMROH DALAM AL-QUR’AN DAN HADITS 

Dilansir dari Himpuh, umroh sendiri punya dasar kuat dalam Al-Qura’an, salah satunya surat Al-Qur’an, salah satu nya surat Al-Baqarah ayat 158:

۞ إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ ٱلْبَيْتَ أَوِ ٱعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

Artinya: Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.

 

Hadits Rasulullah SAW juga menegaskan kewajiban umroh bagi yang mampu:

الْعُمْرَةُ وَاجِبَةٌ كَوُجُوبِ الْحَجِّ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً

Artinya: “Umrah hukumnya wajib, seperti wajibnya haji, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” (HR Anas bin Malik).

Hadits lain menambahkan keutamaan umroh berulang:

العُمْرَةُ إلى العُمْرَة كَفَارَةٌ لِما بَيْنَهُمَا والحجُّ المَبْرُورِ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إلاّ الجَنَّة

Artinya: “Dari satu umrah ke umrah yang lainnya (berikutnya) menjadi penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga.” (HR Muslim)

 

Namun, semua ini berlaku bagi yang sudah benar-benar mampu. Allah SWT berfirman dalam surat Ali ‘Imran ayat 97:

فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Seperti dijelaskan dalam buku Haji dan Umrah: “Sebuah Perjalanan Spiritual dari Niat hingga Tawaf Wada” karya Nadia Kharisma Afri, dijelaskan bahwa ayat tersebut menunjukkan, jika belum mampu secara finansial, ibadah haji maupun umroh tidak menjadi kewajiban. Artinya, menabung untuk berangkat bukan hal yang harus didahulukan apabila masih ada tanggungan penting lain, seperti membayar utang.

Utang Adalah Amanah yang Harus Ditunaikan

Pernahkah merasa dilema antara ingin segera menunaikan umroh atau melunasi utang yang masih ada? Dalam Islam, utang bukanlah perkara sepele yang bisa dianggap ringan. Rasulullah SAW sendiri mengingatkan bahwa ruh seseorang bisa tertahan karena belum melunasi utangnya. Artinya, utang adalah amanah yang harus ditunaikan terlebih dahulu.

Buya Yahya, dalam kajiannya yang tayang di Al Bahjah TV berjudul “Umrah atau Melunasi Hutang KPR Dulu? Jangan Sampai Salah Pilih ya!”, menegaskan hal penting: jika ada utang yang sudah jatuh tempo, maka haram hukumnya mendahulukan haji atau umroh. Mengapa? Karena utang adalah hak orang lain yang wajib kita kembalikan sebelum melangkah ke Tanah Suci.

Jangan Umroh dengan Utang Baru

Buya Yahya mengingatkan, jika seseorang masih punya tanggungan utang lalu menambah utang baru hanya demi umroh, maka itu bukan tindakan yang bijak. Islam mengajarkan umatnya untuk memprioritaskan kewajiban, bukan memaksakan ibadah sunnah dengan menambah beban finansial.

“Ibadah harus dilakukan dengan ketulusan dan tanggung jawab, bukan dengan membebani diri,” tegas beliau. Karena itu, jangan sampai semangat sahabat dalam mengejar ibadah sunnah justru melalaikan kewajiban terhadap sesama manusia. Ingatlah, Islam bukan hanya tentang ibadah ritual, tetapi juga tentang akhlak dan tanggung jawab sosial.

 

source:wwwsahiraumroh.com

Follow IG kami untuk info menarik lainnya

ttps://www.instagram.com/umrohnhtravel?igsh=N3Rua3VtejZnM2dw

link poster artikel saya

https://www.canva.com/design/DAG1Qasf7FI/SvL6u6qsmIm8nkdE5Up1qg/view?utm_content=DAG1Qasf7FI&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=uniquelinks&utlId=h079a7fcca1

Asuransi Umrah: Solusi Aman dan Nyaman di Tanah Suci

Asuransi Umrah: Solusi Aman dan Nyaman di Tanah Suci

 

Tahukah sahabat sekalian bahwa kalau punya asuransi haji dan umrah itu sekarang bukan hanya sebuah pilihan, tapi sebuah keharusan jadi bagian penting saat berangkat ke Tanah Suci?

Dilihat dari laman resmi Kemenag, sejak tahun 2020,biaya asuransi bahkan sudah otomatis masuk ke dalam biaya umrah, sejalan dengan visi Saudi 2030 untuk memberikan perlindungan yang maksimal untuk jamaah. Tapi terlepas aturan tersebut, melindungi diri dengan asuransi saat ibadah memang sudah sepantasnya dilakukan untuk rasa aman dan tenang.

Nah, kira-kira apa saja yang  bisa kita dapatkan dari memiliki sebuah asuransi haji dan umrah? Yuk, kita bahas bersama supaya ibadah sahabat bisa berjalan dengan nyaman dan penuh ketenangan.

Tentang Asuransi Umroh 

Asuransi haji dan umrah adalah sebuah perlindungan khusus yang dirancang untuk menjaga kenyamanan dan keamanan sahabat selama melaksanakan ibadah di Tanah Suci. Seperti yang kita tahu, bahwa perjalanan haji maupun umrah bukan hanya soal ibadah, tetapi juga melibatkan aktivitas fisik yang cukup padat di lingkungan baru, dengan risiko seperti sakit, kecelakan, atau hal-hal yang terduga lainnya.

Nah, disinilah asuransi hadir sebagai penolong, memberikan rasa tenang agar sahabat bisa fokus beribadah tanpa rasa cemas.

Manfaat yang di dapat :

  1. Kecelakaan :  perlindungan ini mencakup segala jenis kecelakaan, mulai dari yang ringan seperti  terpeleset, hingga kecelakaan berat yang memerlukan perawatan medis atau bahkan menyebabkan cacat. Dengan begitu, sahabat tak perlu khawatir soal biaya perawatan jika hal tak terduga terjadi.

2. Evakuasi Darurat & Perawatan Medis : Jika sahabat membutuhkan                      evakuasi atau layanan medis darurat di tengah ibadah, biaya repatriasi atau                    evakuasi akan ditanggung oleh asuransi. Jadi, penanganan cepat bisa dilakukan            tanpa menguras kantong.

3. Meninggal Dunia : Asuransi juga memberikan pertanggungan bagi jamaah               yang wafat selama perjalanan, baik karena kondisi kesehatan, kecelakaan,                       maupun penyakit menular. Ini menjadi bentuk perlindungan bagi keluarga yang           ditinggalkan.

4. Kehilangan Bagasi & Barang Pribadi  : kehilangan barang bawaan saat                  penerbangan atau selama ibadah tentu menyulitkan. Asuransi akan mengganti              kerugian sahabat, sehingga perjalanan tetap nyaman.

5. Keterlambatan & Pembatalan Perjalanan : Jika perjalanan haji atau                    umrah sahabat tertunda, asuransi akan memberikan kompensasi sesuai                          ketentuan. Jadi, kerugian akibat jadwal yang terganggu bisa diminimalkan.

Jadi, setelah mengetahui betapa pentingnya asuransi haji dan umrah untuk melindungi setiap langkah ibadah sahabat, kini sahabat tak perlu bingung mencari layanan terbaik.

 

source: wwwsahiraumrah.com

Follow IG kami untuk info menarik lainnya

ttps://www.instagram.com/umrohnhtravel?igsh=N3Rua3VtejZnM2dw

Solusi Praktis: Jemaah Tak Perlu Lagi Bawa Uang Tunai ke Tanah Suci

Solusi Praktis: Jemaah Tak Perlu Lagi Bawa Uang Tunai ke Tanah Suci

 

 

Lebih dari satu juta jamaah asal Indonesia berangkat ke Tanah Suci setiap tahun. Banyak yang masih membawa uang tunai dalam jumlah besar, padahal cara ini rawan hilang, dicuri, atau terkena biaya tukar yang merugikan.

Untuk menjawab tersebut, UmrahCash berkolaborasi dengan VIDA menghadirkan dompet digital syariah yang aman dan praktis khusus untuk jamaah haji dan umrah.

Momentum tersebut mempertegas komitmen UmrahCash dan VIDA dalam membangun digital trust di ekosistem fintech syariah, sekaligus menghadirkan layanan keuangan yang aman, transparan, dan tepercaya bagi jamaah haji dan umrah.

Founder & CEO UmrahCash, William Phelps, menyatakan solusi ini akan memudahkan jamaah sekaligus melindungi mereka dari risiko yang tidak perlu. Ia menjelaskan bahwa masih banyak jamaah membawa uang tunai dalam jumlah besar ke Tanah Suci, dan hal itu rawan menimbulkan masalah.

Dengan layanan baru ini, jamaah cukup menyetorkan Rupiah di Indonesia dan otomatis menerima saldo Riyal yang bisa ditarik di agen resmi (human ATM) di Mekkah dan Madinah. 

“Kolaborasi dengan VIDA menjadikan seluruh proses lebih aman dan praktis, sekaligus membuka jalan menuju integrasi pembayaran QRIS di Arab Saudi mulai 2026,” kata dia, Minggu (5/10/2025).

Jawab Kejahatan Digital

Kerja sama ini sekaligus menjawab tantangan terkait kejahatan digital. Sebagaimana diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, kejahatan digital semakin marak, mulai dari pembajakan akun hingga penipuan berbasis deepfake.

Karena itu, perlindungan identitas digital menjadi sangat penting bagi jamaah yang kini semakin sering menggunakan layanan digital selama perjalanan. Kolaborasi UmrahCash dan VIDA menjawab kebutuhan ini dengan menghadirkan lapisan keamanan biometrik, deteksi manipulasi identitas, dan sertifikat elektronik yang sah secara hukum.

Head of Enterprise Business Development, Ika Luthfiani, menambahkan bahwa teknologi identitas digital dapat menjadi tameng bagi jamaah. Ia menekankan bagaimana VIDA menggunakan verifikasi biometrik dan deteksi manipulasi identitas untuk mencegah penipuan yang masih tinggi di sektor keuangan digital. Dengan demikian, jamaah bisa merasa lebih aman dan nyaman saat bertransaksi.

Kebutuhan Finansial

Senada dengan itu, Co-founder & President VIDA, Sati Rasuanto, menegaskan bahwa kepercayaan digital adalah fondasi utama dari setiap layanan. Menurutnya, kolaborasi dengan UmrahCash bukan hanya soal menghadirkan layanan praktis, tetapi juga memastikan jamaah terlindungi dari risiko kejahatan digital.

Dengan identitas yang terjamin, ibadah bisa berjalan lebih khusyuk tanpa gangguan.

Dengan hadirnya kolaborasi ini, jamaah Indonesia kini memiliki cara baru yang lebih modern untuk mengelola kebutuhan finansial selama haji dan umrah. Tidak perlu repot membawa uang tunai dalam jumlah besar, cukup dengan aplikasi di ponsel, semua transaksi dapat berjalan aman dan praktis.

 

source:wwwliputan6.com

Follow IG kami untuk info menarik lainnya

ttps://www.instagram.com/umrohnhtravel?igsh=N3Rua3VtejZnM2dw

Menjelajahi Fakta Unik DI Balik Payung

Menjelajahi Fakta Unik DI Balik Payung

 

 

Masjid Nabawi merupakan salah satu masjid penting dan pasti dikunjungi saat menunaikan haji ke tanah suci. Saat mengunjungi Masjid Nabawi pasti Jemaah akan menemukan payung-payung raksasa yang akan mengembang di waktu-waktu tertentu.

Mari kita simak cerita dan fakta unik dibalik nya:

1. Buatan Perusahaan Jepang dan Jerman

Pembuatan payung raksasa ini dimulai pada 2010 silam. Pemerintah Arab Saudi menamakan proyek ini sebagai Medina Haram. Pengerjaannya tidak dilakukan sendiri melainkan melibatkan kontraktor umum Saudi Binladin Group, Menteri Perekonomian Arab Saudi, pabrik payung di Jerman bernama Liebherr, dan perusahaan Jepang, Taiyo Kogyo.

2. Jumlah dan Ukuran Payung 

Terdapat 250 unit pasar raksasa yang di pasang di Piazza Medina Haram di Madinah, Arab Saudi. Payung- payung tersebut dapat melindungi area seluas 143.000 meter persegi dari panas. Di mana luas 1 unit payung sekitar 25,5 x 25,5 meter saat terbuka dan tinggi 15 meter.

3. cara kerja payung 

Payung raksasa ini membuka dan menutup seperti payung pada umumnya dan dapat dilakukan secara otomatis serta bersamaan. Waktu yang dibutuhkan payung raksasa untuk terbuka selama 3 menit. Saat payung ditutup, keberadaannya sama sekali tidak mengganggu sama sekali.

4. Kelebihan Payung 

Saat hendak membuatnya, banyak sekali permintaan dari pemerintah Arab terhadap payung raksasa tersebut. Mulai dari dapat menangkal sinar UV, memiliki kekuatan tarik yang kuat dari beban angin, fleksibel, warna yang tahan lama, tahan api , serta tidak membuat area di bawa payung gelap atau terlalu terang.

SEFAR Architecture pun menggunakan kain PTFE (Politetrafluoroetilena) extra kuat.

Kemudian, pemerintah Arab Saudi menginginkan agar warna kainnya berwarna pasir karena jika warna putih terlalu terang. Selain itu, kain inijuga dapat menurunkan suhu hingga 8 derajat celcius karena pada bagian pinggir payung yang mirip seperti pita berwarna biru itu terbuat dari material khusus. Di dalam payung tersebut ditambahkan sebuah lampu. Namun, pemasangannya belakangan.

5. Jadwal Payung Raksasa Dibuka dan Ditutup

Payung raksasa mengembang pada pukul 7 pagi dan menutup kembali pada 5 sore.

Lebih tepatnya mengembang pada saat matahari terbit dan tertutup sebelum matahari terbenam.

source: wwwdetikproperti.com

Follow IG kami untuk info menarik lainnya

ttps://www.instagram.com/umrohnhtravel?igsh=N3Rua3VtejZnM2dw

Tawaf Wada Dalam Haji : Pengertian, Hukum, Dalil, dan Syaratnya

Tawaf Wada Dalam Haji : Pengertian, Hukum, Dalil, dan Syaratnya

 

Pengertian Tawaf Wada 

Tawaf wada adalah salah satu amalan penting dalam rangkaian ibadah haji yang dilakukan sebelum meninggalkan kota Makkah. Tawaf wada menjadi rangkaian ibadah yang sangat dianjurkan.
Dalam hadits dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah seseorang dari kamu berangkat (meninggalkan Makkah menuju tempat asalnya) kecuali menjadikan Ka’bah sebagai tempat terakhir yang dikunjunginya.” (HR Muslim dan Abu Daud)

Mengutip buku Panduan Lengkap Ibadah: Menurut Al-Quran, Al-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama karya Muhammad Al-Baqir, hadits ini menjelaskan bahwa setiap muslim yang telah menyelesaikan ibadah haji dianjurkan melakukan tawaf wada. Namun dalam penjelasannya, Abdullah bin Abbas menyatakan bahwa perempuan yang sedang mengalami haid, diberi keringanan untuk tidak mengerjakan tawaf wada.

Dikutip dari buku Panduan Pintar Haji & Umrah karya Ust. H. Bobby Herbowo dan Hj. Indriya R. Dani S.E., secara bahasa, tawaf berarti mengelilingi, sedangkan wada berarti perpisahan. Jadi, tawaf wada adalah tawaf perpisahan, yaitu tawaf yang dilakukan sebagai penghormatan terakhir kepada Ka’bah sebelum meninggalkan Makkah setelah menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji.

Tawaf ini dilakukan sebanyak tujuh putaran mengelilingi Ka’bah, sama seperti tawaf pada umumnya, dimulai dari Hajar Aswad dan diakhiri di tempat yang sama.

Hukum Tawaf  Wada

Dikutip dari buku Fiqih Ibadah karya Dr. H. Ma’sum Anshori, tawaf wada wajib dilakukan bagi setiap jamaah haji yang hendak meninggalkan Makkah setelah menyelesaikan seluruh rangkaian haji. Namun, tidak diwajibkan bagi wanita yang sedang haid atau nifas.

Rasulullah SAW bersabda,
“Diperintahkan kepada manusia agar menjadikan akhir pertemuan mereka dengan Baitullah adalah tawaf, kecuali wanita haid karena ia diberi keringanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim, disebutkan:

“Manusia diperintahkan agar tawaf di Baitullah sebagai akhir kegiatan mereka, namun keringanan diberikan kepada wanita haid.”

Dari hadis ini, para ulama sepakat bahwa tawaf wada adalah wajib, dan meninggalkannya tanpa uzur dikenakan denda (dam).

Syarat dan Ketentuan Tawaf Wada

Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tawaf wada:

1. Dilakukan setelah Semua Rangkaian Haji Selesai

Tawaf wada harus menjadi tawaf terakhir sebelum meninggalkan Makkah. Jika seseorang melakukan tawaf wada, lalu masih berbelanja atau tinggal lama di Makkah, maka ia perlu mengulangi tawaf wada.

2. Tidak Boleh Dibarengi dengan Niat Tawaf Lain

Tawaf wada harus dilakukan khusus untuk perpisahan. Tidak boleh digabungkan dengan tawaf lain seperti tawaf ifadah atau sunnah.

3. Tidak Ada Sa’i setelah Tawaf Wada

Karena fungsi tawaf wada adalah sebagai penutup ibadah, maka tidak disyariatkan untuk melakukan sa’i setelahnya.

4. Wanita Haid atau Nifas Tidak Diwajibkan

Sesuai dengan hadis di atas, wanita haid atau nifas tidak wajib melakukan tawaf wada dan tidak dikenakan dam. Ini merupakan keringanan syariat karena kondisi mereka yang tidak memungkinkan untuk tawaf.

Tata Cara Tawaf Wada

Dalam buku Tuntunan Praktis Manasik Haji dan Umrah karya K.H. Rochmat Annasih, dijelaskan tata cara mengerjakan tawaf wada.

Berikut langkah-langkah pelaksanaan tawaf wada:

1. Niat thawaf wada karena Allah Ta’ala.
2.Dikerjakan setelah selesai ibadah haji.
3.Memulai dari Hajar Aswad dan mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran berlawanan arah jarum jam.
4.Menyentuh atau memberi isyarat kepada Hajar Aswad setiap kali melewatinya (jika memungkinkan).
5.Membaca doa-doa, dzikir, atau ayat-ayat Al-Qur’an sepanjang tawaf.
6.Setelah tawaf wada tidak boleh berdiam lagi, baik di masjid atau pondokan maupun hotel, kecuali sekadar sholat sunnah tawaf wada dua rakaat.

Tawaf wada adalah ibadah penting dalam rangkaian haji yang berfungsi sebagai tanda perpisahan seorang haji dengan Baitullah. Hukumnya wajib bagi yang hendak meninggalkan Makkah setelah haji, kecuali bagi wanita yang sedang haid atau nifas.

source:wwwdetikhikmah.com

Follow IG kami untuk info menarik lainnya

ttps://www.instagram.com/umrohnhtravel?igsh=N3Rua3VtejZnM2dw

 

 

Apakah Sah Thawaf dengan Sandal? Ini Penjelasan Lengkapnya

Apakah Sah Thawaf dengan Sandal? Ini Penjelasan Lengkapnya

 

 

Thawaf adalah salah satu rukun utama dalam ibadah haji dan umrah. Ibadah ini dilakukan dengan mengelilingi Ka’bah sebanyak 7x putaran sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT. Karena dilakukan di tempat suci dan memiliki aturan khusus, banyak jamaah yang merasa ragu dalam menjalankan thawaf, termasuk dalam hal berpakaian dan alas kaki. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah: bolehkah pakai sandal saat thawaf? Mari kita simak penjelasan berikut secara tuntas berdasarkan pandangan para ulama, dalil syariat, serta kondisi kesehatan jamaah.

Makna dan Keutamaan Thawaf dalam islam

Sebelum membahas hukum memakai sandal saat thawaf, penting untuk memhami apa itu thawaf  mengapa ibadah ini sangat istimewa.

Thawaf secara bahasa berarti berputar atau mengelilingi. Dalam istilah syariat, thawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak 7x dengan niat ibadah. Thawaf dilakukan dalam kondisi suci dari hadas dan najis, dan menjadi ibadah utama selain wukuf di Arafah dalam rangkaian ibadah haji.

Thawaf melambangkan ketundukan total seorang Muslim kepada Allah, serta menggambarkan bahwa segala aktivitas hidup harus berporos pada nilai-nilai ilahi.

Aturan Berpakaian Saat Thawaf

Sebelum membahas alas kaki, mari kita pahami terlebih dahulu aturan berpakaian saat thawaf. Secara umum, pakaian thawaf harus:

  • Suci dari najis.
  • Menutup aurat.
  • Tidak mengandung unsur kesombongan.
  • Tidak menyerupai pakaian ibadah agama lain.
  • Untuk laki-laki yang sedang berihram, hanya diperbolehkan memakai 2 lembar kain ihram (rida’ dan izar) tanpa jahitan, tanpa penutup kepala, dan tanpa alas kaki yang menutup mata kaki.

Sementara itu, perempuan tetap menggunakan pakaian muslimah yang menutup aurat secara sempurna, dan boleh memakai kaos kaki maupun sepatu yang tidak menarik perhatian.

Lantas, Bolehkah pakai sandal saat Thawaf ?

sebenarnya tidak bisa dijawab secara mutlak ya atau tidak, karna para ulama berbeda pendapat tergantung pada status ihram dan jenis thawaf yang dilakukan.

Mari kita bahas secara rinci berdasarkan kondisi dan pendapat ulama.

1. Jika Thawaf dilakukan saat ihram bagi jamaah laki-laki yang sedang berihram, syariat melarang penggunaan alas kaki yang menutupi mata kaki dan tumit.

Menurut hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

“Janganlah salah seorang dari kalian memakai baju, sorban, celana, baju berjubah, atau khuf (sepatu tertutup), kecuali jika tidak menemukan sandal maka boleh memakai khuf dengan dipotong hingga di bawah mata kaki.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari hadits tersebut, para ulama sepakat bahwa laki-laki dalam keadaan ihram hanya boleh menggunakan alas kaki terbuka (sandal) yang tidak menutupi mata kaki.

Artinya:

  • Memakai sandal saat thawaf dalam keadaan ihram boleh, asal tidak menutupi mata kaki.
  • Memakai sepatu atau sandal tertutup saat ihram tidak diperbolehkan kecuali dalam kondisi darurat (misalnya penyakit kaki).

Untuk perempuan, karena tidak ada larangan khusus, mereka dibolehkan menggunakan alas kaki, bahkan menutup seluruh kakinya dengan kaus kaki atau sepatu yang nyaman.

2. Jika Thawaf Dilakukan di Luar Keadaan Ihram

Thawaf tidak selalu dilakukan dalam kondisi ihram. Ada thawaf sunnah yang bisa dilakukan kapan saja saat berada di Masjidil Haram.

Dalam kondisi ini, penggunaan sandal menjadi lebih fleksibel. Tidak ada larangan syariat yang melarang seseorang menggunakan sandal ketika melakukan thawaf di luar kondisi ihram.

Namun, tetap disarankan memperhatikan beberapa hal:

  • Alas kaki harus bersih dan tidak mengandung najis.
  • Tidak mengganggu kenyamanan jamaah lain.
  • Tidak menutupi bagian kaki yang dilarang (jika laki-laki ingin mensimulasikan ihram).

3. Menurut Mazhab Fikih

Para ulama dari empat mazhab memiliki pandangan yang sedikit berbeda mengenai penggunaan alas kaki saat thawaf:

  • Mazhab Hanafi: Mengizinkan penggunaan alas kaki saat thawaf selama tidak najis dan tidak menutupi anggota tubuh yang harus terbuka saat ihram.
  • Mazhab Maliki: Cenderung membolehkan, dengan catatan tidak melanggar ketentuan ihram.
  • Mazhab Syafi’i: Menganjurkan untuk melepas alas kaki saat thawaf agar lebih mirip dengan keadaan Rasulullah saat thawaf, namun tidak mengharamkan.
  • Mazhab Hanbali: Juga tidak melarang, selama alas kaki tidak najis dan sesuai dengan syarat ihram.

Kesimpulannya, tidak ada satu pun mazhab yang secara eksplisit mengharamkan penggunaan sandal saat thawaf, kecuali jika sandal tersebut melanggar ketentuan ihram (terutama bagi laki-laki).

Pertimbangan Kesehatan dan Kenyamanan Jamaah

Selain aspek fiqih, banyak ulama kontemporer menekankan aspek kesehatan dan keamanan jamaah haji, terutama para lansia atau jamaah yang memiliki gangguan kaki.

Beberapa pertimbangannya:

  • Lantai Masjidil Haram bisa sangat panas, terutama di siang hari.
  • Jamaah yang memiliki luka, diabetes, atau penyakit kaki lainnya dianjurkan memakai alas kaki khusus.
  • Anak-anak atau perempuan juga dibolehkan memakai sandal demi kenyamanan.

Dalam kondisi seperti ini, memakai sandal saat thawaf tidak hanya dibolehkan, tetapi dianjurkan selama tidak melanggar syarat ihram.

Ulama kontemporer seperti Syaikh Yusuf al-Qaradawi juga membolehkan penggunaan sandal medis atau alas kaki ringan untuk alasan kesehatan, asalkan sesuai dengan kaidah syar’i.

Fatwa Resmi Tentang Penggunaan Sandal Saat Thawaf

Beberapa lembaga fatwa dan otoritas haji telah memberikan penjelasan terkait penggunaan sandal saat thawaf:

  • Lajnah Daimah Arab Saudi menyatakan bahwa memakai sandal saat thawaf dalam keadaan ihram boleh selama tidak menutupi mata kaki.
  • Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga tidak melarang penggunaan alas kaki selama sesuai dengan syariat.
  • Kementerian Agama RI melalui petugas haji memberikan panduan bahwa alas kaki diperbolehkan digunakan, terutama bagi yang memiliki kebutuhan khusus atau kondisi kesehatan tertentu.

Tips Memilih Sandal untuk Thawaf

Jika Anda memutuskan untuk memakai sandal saat thawaf, berikut beberapa tips yang perlu diperhatikan:

  1. Pilih sandal yang terbuka dan tidak menutupi mata kaki (bagi laki-laki yang sedang ihram).
  2. Gunakan bahan yang ringan, lentur, dan tidak licin.
  3. Pastikan sandal bersih dari najis sebelum digunakan masuk Masjidil Haram.
  4. Hindari sandal yang memiliki tali logam atau bagian keras yang bisa membahayakan diri sendiri atau orang lain.
  5. Jika memiliki penyakit kaki, konsultasikan dengan petugas kesehatan haji tentang jenis alas kaki yang aman digunakan.

Penutup: Menjawab Pertanyaan, Bolehkah Pakai Sandal Saat Thawaf?

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

  • Boleh memakai sandal saat thawaf, selama sandal tersebut tidak melanggar ketentuan ihram (khusus bagi laki-laki).
  • Tidak ada dalil yang secara eksplisit melarang penggunaan sandal selama thawaf.
  • Ulama dari berbagai mazhab memperbolehkannya, dengan syarat alas kaki bersih dan tidak menutupi bagian yang harus terbuka.
  • Dalam kondisi tertentu, seperti kesehatan kaki, memakai sandal sangat dianjurkan.

Dengan demikian, pertanyaan “bolehkah pakai sandal saat thawaf” bisa dijawab dengan boleh, tergantung pada jenis thawaf, kondisi jamaah, dan kesesuaian dengan syariat Islam.

 

source:wwwal-haqqi.com

Follow IG kami untuk info menarik lainnya

ttps://www.instagram.com/umrohnhtravel?igsh=N3Rua3VtejZnM2dw

Agen Travel Umroh Surabaya terpercaya dengan pembimbing terbaik, menjadikan perjalanan ibadah Anda lebih bermakna.

Nomor Izin U.491 Tahun 2021

Email
admin@nhumroh.com

Follow Kami :

Lokasi

Head Office :
Perum IKIP Gunung Anyar B48, Surabaya

Copyright © 2024 PT Nur Hamdalah Prima Wisata