Paket
Fasilitas
Galeri
Chat me
Bolehkah Menikah Saat Ihram Haji dan Umroh? Ini Penjelasannya

Bolehkah Menikah Saat Ihram Haji dan Umroh? Ini Penjelasannya

Menurut sebagian besar ulama, hukum pernikahan orang yang ihram haji maupun umrah adalah dilarang. Namun, ada ulama yang membolehkan dengan alasan tertentu. Umat Islam seharusnya tahu hukum pernikahan orang yang ihram. Pernikahan yang tidak sah menyebabkan hubungan intim antara pria dan wanita diganjar dosa besar. Lantas, apakah akad nikah di waktu ihram nikahnya sah? Bagaimana hukum menikah di Mekkah setelah tahalul bagi jemaah haji?

Selama melaksanakan sejumlah rangkaian ibadah haji dan umrah, seorang jemaah dianggap berada dalam keadaan ihram. Secara bahasa, ihram berarti suci atau bersuci saat melakukan haji dan umrah.

Disisi lain, ihram dalam fikih, dimaknai berniat melakukan ibadah haji atau umrah. Menurut Ahmad Thib Raya lewat buku Menyelami Seluk Beluk Ibadah dalam islam (2003), ihram berarti memasuki wilayah haram atau masuknya seseorang dalam suatu keadaan yang dirinya diharamkan untuk melakukan perbuatan tertentu.

Bisakah Kita Menikah saat Ihram?

Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai hukum menikah saat ihram. Jumhur ulama atau sebagian besar berpendapat pernikahan orang yang ihram adalah haram alias dilarang.

Tidak hanya haji, ihram dalam hal ini juga untuk ibadah umrah. Oleh sebab itu, melakukan akad nikah ketika umrah merupakan perbuatan yang dilarang.

Akan tetapi, ada pula pendapat lain yang mengatakan akad nikah dalam keadaan ihram tetap dianggap sah.

Beberapa ulama Mazhab Hanafi mengungkapkan seseorang yang sedang ihram diperbolehkan melangsungkan pernikahan. Pendapat ini didasarkan pada hadis riwayat Ibnu Abbas Ra. yang berbunyi: “Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menikahi Maimunah ketika beliau sedang ihram,” (HR. Bukhari No. 1836 dan Muslim No. 1410).

Senada dengan hukum tersebut, Imam al- Syaibani, murid Imam Hanafi, memperbolehkan menikah dalam keadaan ihram. Namun, dalam kitabnya berjudul al-Hujjah ‘ala Ahli al-Madinah, ia berpendapat orang yang sedang ihram diperbolehkan menikah, tetapi tidak boleh melakukan persetubuhan, ciuman, dan semacamnya.

Di lain sisi, ada hadis yang menyebutkan pernikahan Nabi Muhammad SAW. dengan Maimunah sebenarnya tidak berlangsung ketika sedang ihram. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan Abu Rafi:

“Rasulullah SAW. menikahi Maimunah sedangkan beliau dalam keadaan halal, dan Beliau menggaulinya, sedangkan dia dalam keadaan halal, dan saya adalah orang yang diutus di antara keduanya,” (HR. Muslim No. 1410 dan At-Tirmidzi N0. 841).

Terkait pertentangan hadis di atas, Zailani lewat jurnal “Analisis Terhadap Hadis Larangan Menikah Ketika Ihram” tahun 2012 menjelaskan hadis yang melarang menikah ketika ihram lebih kuat dari hadis membolehkan menikah ketika ihram. Hal ini berdasarkan penelusuran periwayatan hadis. Ulama memakai metode tarjih dan al-Jam’u. Tarjih digunakan untuk meneliti dan menentukan petunjuk hadis yang memiliki argumen yang lebih kuat. Al-Jam’u untuk mengkompromikan kedua hadis yang bertentangan dan sama-sama diamalkan.

Oleh sebab itu, ditekankan bahwa menikah saat ihram hukumnya dilarang. Namun ketika sedang berada di tanah haram (Makkah)  dibolehkan menikah asal tidak dalam kondisi ihram.

Apakah Boleh Menikah pada saat Umroh?

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, menikah saat keadaan ihram baik dalam ibadah haji atau umrah, pendapat yang paling kuat mengatakan dilarang.

Akan tetapi jika pernikahan dilakukan setelah tahalul akbar atau tsani, Islam membolehkan serta hukumnya sah. Hal ini juga dijelaskan Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm sebagai berikut:

“Jika seseorang yang sedang ihram melakukan akad nikah pada waktu ihramnya, atau dia meminang seorang perempuan untuk dirinya atau dia menyuruh orang lain untuk melamarkannya; hukumnya [tidak boleh] karena pada dasarnya dialah yang menikah, dan hukum nikahnya fasakh [gugur]. Begitu saja wanita yang sedang ihram tidak boleh dinikahkan, baik oleh wali yang sedang ihram atau tidak. Sama halnya [tidak boleh] jika seseorang yang ihram menikahi perempuan yang tidak ihram, atau wali perempuan tersebut tidak sedang berihram hanya saja dia mewakilkannya kepada seseorang yang sedang ihram, kemudian orang tersebut menikahkannya, maka hukum tersebut adalah fasakh karena seseorang yang ihram melakukan akad pernikahan,” (Al- Syafi’i, Al- Umm, Juz 3, Jilid 5, hal. 86-87).

Mengapa Pernikahan dengan Orang yang Sedang dalam Ihram Dilarang?

Larangan menikah dalam ihram berasal dari hadis yang menjadi dasar pelaksanaan ibadah haji. Di sisi lain, ihram adalah simbol penyucian diri serta keadaan yang dikhususkan untuk menjalankan ibadah haji atau umrah.

Sementara pernikahan menjadi perkara yang ditujukan salah satunya untuk kesenangan. Dari pengertian sekilas, tujuan menikah bertolak belakang dengan ihram. Oleh sebab itu, menikah dalam keadaan ihram, dilarang serta tidak sah.

Dalil Larangan Menikah saat Ihram

Sebagian besar ulama menyepakati menikah saat ihram adalah haram atau dilarang. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Usman ibn ‘Affan ra:

“Imam al-Syafi’i berkata: Imam Malik memberitakan kepada kami dari nafi’ dari Nubaih ibn Wahb saudara Bani ‘Abd al-Dar, ia memberitakan kepadanya:  bahwasannya Umar ibn ‘Abdillah mengirimkan utusan kepada Aban pada hari itu adalah sebagai amir al-hajj dan keduanya adalah orang yang sedang ihram: sesungguhnya saya ingin menikahkan Talhah ibn ‘Umar dengan anak perempuan Syaibah ibn Jubair, dan saya ingin mendatangkan perempuan itu. Maka Aban mengingkari hal itu dan berkata: Saya mendengar ‘Usman ibn ‘Affan berkata: orang yang ihram tidak boleh menikah dan tidak boleh dinikahkan.”

Hadis tersebut dijadikan landasan hukum yang kuat untuk memutuskan pernikahan dalam keadaan ihram adalah dilarang. Imam al-Syafi’i termasuk salah satu yang sepakat dengan larangan tersebut.

Dalam kitab nya al-Umm, Imam al-Syafi’i menyatakan jika seseorang yang sedang ihram melangsungkan pernikahan, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain, maka pernikahan tersebut dihukumi fasakhatau rusak/batal.

Imam Nawawi memiliki pendapat serupa. Wahbah Al Zuhaili dalam kitab al-Fiqih al-Islam wa Adillatuhu menerangkan seseorang yang sedang ihram tidak boleh menikah dan tidak boleh menikahkan dengan status sebagai wali atau wakil. Jika tetap melakukannya, pernikahan menjadi tidak sah.

Pendapat yang sama diungkapkan oleh Imam Malik dalam kitab Al-Muwattha. ia menegaskan seseorang yang sedang ihram tidak boleh menikah maupun melamar, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.

 

source:wwwtirtoid.com

 

 

Haji Reguler, Plus, atau Furoda: Pilih Mana yang Cocok untuk Anda?

Haji Reguler, Plus, atau Furoda: Pilih Mana yang Cocok untuk Anda?

Haji merupakan salah satu rukun Islam yang paling mulia dan diwajibkan bagi setiap Muslim yang sudah memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Arti mampu di sini adalah mampu secara finansial maupun secara fisik. Karena ibadah haji merupakan ibadah yang memerlukan kondisi fisik yang prima.

Menurut bahasa kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, mengunjungi, maksud, dan menyengaja , dalam konteks ini, artinya menyengaja mengunjungi Ka’bah untuk melaksanakan ibadah pada waktu yang telah ditentukan.

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa jenis program dalam pelaksanaan ibadah haji. Berikut penjelasan jenis program Ibadah haji yang dapat dipilih oleh calon jamaah haji indonesia.

Haji Reguler 

Merupakan program haji resmi yang dikelola langsung oleh pemerintah Republik Indonesia. Program haji reguler dari mulai akomodasi sampai kelengkapan dokumen, langsung dikelola oleh pemerintah. Hal ini yang membuat haji reguler dikenal sebagai penyelenggaraan haji yang mengikuti aturan dari pemerintah. Karena mengikuti aturan pemerintah, dalam hal biaya pun haji reguler memiliki aturan resmi yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Seperti yang terdapat pada halaman resmi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) RI, bahwa biaya haji telah ditetapkan di dalam Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2025. Dalam Keppres tersebut disebutkan bahwa calon jemaah haji harus membayar setoran awal sebesar Rp25 juta, kemudian mereka akan melakukan proses pelunasan dengan membayar sisanya menjelang tahun keberangkatan.

Selain itu, haji reguler juga membukan layanan pendaftarannya sepanjang tahun. Meskipun pendaftarannya dibuka sepanjang tahun, masa tunggu haji reguler membutuhkan waktu yang relatif tidak sebentar. Masa tunggu haji reguler rata-rata 10-30 tahun. Hal ini cukup jauh berbeda dengan masa tunggu untuk calon jemaah haji furoda dan haji plus yang lebih singkat.

Haji Plus

Layanan ibadah haji yang juga dapat dipilih oleh umat muslim di Indonesia adalah haji plus. Sama halnya dengan haji reguler, haji plus juga berada dibawah pengelolaan pemerintah Indonesia. Namun, ada beberapa hal yang membedakannya dengan haji reguler. Salah satu nya yakni dari biaya dan masa tunggu. Terkait dengan biaya, haji plus dengan haji reguler memiliki perbedaan yang relatif tinggi. Pada halaman resmi BPKH, disebutkan bahwa biaya haji plus antara Rp 159,7 juta sampai dengan Rp 958,4 juta. Hal tersebut dapat berbeda tergantung fasilitas atau layanan tambahan yang dipilih oleh calon jamaah haji. Meskipun biaya yang dikeluarkan untuk haji plus relatif tinggi, hal ini sejalan dengan fasilitas yang diberikan, salah satunya yakni waktu tunggu keberangkatan haji plus biasanya hanya perlu menghabiskan waktu selama 5-9 tahun saja. Inilah yang membuat haji plus dapat menjadi alternatif layanan ibadah haji yang dipilih oleh kaum muslim yang tidak ingin menunggu waktu yang terlalu lama untuk menunaikan ibadah tersebut.

Haji Furoda 

Selanjutnya yang termasuk dalam salah satu layanan ibadah haji yang bisa didapatkan di Indonesia adalah haji furoda. Berbeda dengan haji reguler dan haji plus yang diatur oleh pemerintah Indonesia, kuota haji furoda dikelola langsung oleh pemerintah Arab Saudi.

Kelebihan haji furoda salah satunya yakni masa tunggu keberangkatan yang cenderung lebih fleksibel karena tidak terikat dengan kuota haji reguler. Namun, hal ini bergantung pada kesepakatan antara penyelenggara dengan calon jemaah haji.

Keberangkatan calon jemaah haji dengan layanan furoda dapat dilakukan pada tahun yang sama dengan penerimaan visa mujamalah dari pemerintah Arab Saudi. Namun dalam penyelenggaraannya tetap dilakukan melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang telah terdaftar dan memiliki izin resmi. Biaya yang dikeluarkan oleh calon jamaah haji furoda apabila dibandingkan dengan biaya haji reguler jauh lebih tinggi berkali-kali lipat. Pada tahun 2024 biaya haji furoda sekitar Rp 373,9 juta sampai dengan Rp 957,3 tergantung fasilitas yang ditawarkan.

 

source:wwwbsi.com

Makna dan Hikmah Sa’i dalam Ibadah Haji dan Umroh

Makna dan Hikmah Sa’i dalam Ibadah Haji dan Umroh

salah satu momen yang sangat menyentuh dalam ibadah umroh dan haji adalah Sai, yaitu ritual berlari kecil antara bukit Safa dan Marwah. Saat kita melakukan Sai, kita mengulang kembali yang dilakukan oleh Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim AS, yang berlari mencari air demi menyelamatkan putranya, Nabi Ismail AS. Ritual ini sarat dengan makna spiritual yang mendalam.

Sai membawa kita lebih dekat kepada Allah SWT dan mengingatkan kita tentang kesabaran, pengorbanan, serta kepercayaan mutlak kepada-Nya. Dalam artikel ini, kita akan membahas makna sejarah Sai dalam ibadah haji dan umroh. Simak ulasan lengkapnya di bawah ini, yaa.

Sejarah, Makna dan peran Sa’i dalam Haji dan Umroh

Sejarah Sa’i : Perjuangan Siti Hajar

Cerita tentang Sa’i dimulai dari kisah Nabi Ibrahim AS, yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk meninggalkan istri dan putranya di sebuah lembah yang tidak ada airnya, yang kini dikenal sebagai Mekkah. Dengan penuh keyakinan kepada Allah, Nabi Ibrahim AS meninggalkan Siti Hajar dan Nabi Ismail, namun sebelum berangkat, Nabi Ibrahim AS berdoa kepada Allah agar menjaga mereka berdua di tempat tersebut.

Setelah beberapa waktu, Siti Hajar mulai merasa cemas karena tidak ada air untuk menyusui Nabi Ismail. Dalam usahanya mencari air, ia berlari-lari kecil antara 2 bukit  yang terletak di dekat lembah Mekkah, yaitu Safa dan Marwah . Ia berlari dengan penuh harapan, mencarinya di setiap sudut lembah yang tandus. Hingga akhirnya, di antara 2 bukit itu, Allah SWT menunjukkan kemurahan-Nya dengan mengeluarkan mata air dari tanah, yang kini dikenal sebagai Zamzam.

Mata air Zamzam yang keluar sebagai pertolongan dari Allah menjadi berkah bagi Siti Hajar dan Nabi Ismail. Air yang keluar dari tanah tersebut tidak hanya memberikan kehidupan untuk mereka berdua, tetapi juga menjadi sumber kehidupan bagi jutaan orang yang datang ke Tanah Suci untuk beribadah. Kini Sai digunakan sebagai sarana kita untuk meneladani Siti Hajar yang berjuang untuk menemukan air. Ritual ini juga jadi pengingat kita untuk selalu bersabar dalam menghadapi setiap masalah.

Makna Spiritual dari Sa’i

Sai adalah ritual yang memiliki makna mendalam, tidak hanya sebagai simbol fisik, tetapi juga sebagai pengingat bagi kita untuk selalu bersabar dan tawakal kepada Allah SWT. Setiap langkah yang kita ambil antara bukit Safa dan Marwah mengingatkan kita bahwa dalam hidup ini, sering kali kita dihadapkan pada kesulitan dan ujian. Namun, seperti yang dicontohkan oleh Siti Hajar, kita harus terus berusaha dan mempercayakan hasilnya kepada Allah.

Melakukan Sai juga mengingatakan kita bahwa pengorbanan dan usaha yang kita lakukan di jalan Allah tidak akan pernah sia-sia. Allah SWT selalu mendengar doa kita, meskipun terkadang jawaban-Nya tidak datang dengan cara yang kita harapkan. Ketika kita berlari antara Safa dan Marwah, kita mengingat bahwa meskipun perjalanan hidup penuh dengan rintangan, Allah akan selau memberikan jalan keluar yang terbaik bagi umat-Nya yang bersabar dan bertawakal.

Sa’i dalam Ibadah Umroh dan Haji

Sai adalah salah satu dari 5 rukun dalam ibadah haji dan umroh. Dalam ibadah umroh, Sai dilakukan setelah tawaf , yaitu mengelilingi Ka’bah. Sementara dalam haji, Sai juga menjadi salah satu rangkaian ibdh yang dilakukan setelah melontar jumrah. Walaupun keduanya memiliki tempat dan waktu yang berbeda dalam rangkaian ibadah, namun makna dan tujuannya tetap sama, yaitu untuk mengingat perjuangan dan pengorbanan Siti Hajar serta meneladani keteguhan hati beliau.

Saat kita melakukan Sai, kita bukan hanya sekedar melangkah di antara 2 bukit tersebut, tetapi juga merenungkan kembali arti dari perjuangan, kesabaran, dan keikhlasan. Kita mengingatkan diri kita sendiri bahwa dalam menjalani kehidupan, sering kali kita harus berlari di antara rintangan, namun kita tidak boleh putus asa. Seperti halnya Siti Hajar yang tidak berhenti berusaha meski tampaknya harapan sudah hilang, kita juga harus terus berusaha meski tampaknya harapan sudah hilang, kita juga harus terus berusaha dalam menjalani hidup dengan penuh tawakal kepada Allah.

Pelajaran yang Bisa Diambil dari Sa’i

Dari ritual Sai, kita belajar banyak hal penting yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari ibadah Sai:

1. Kesabaran dan Keteguhan Hati

Siti Hajar mengajarkan kita untuk tetap sabar dan teguh hati dalam menghadapi ujian hidup. Terkadang, jalan yang kita tempuh terasa sulit dan penuh tantangan, namun dengan kesabaran dan tawakal kepada Allah, kita yakin bahwa Allah akan memberikan jalan keluar  yang terbaik.

2. Kepercayaan Penuh kepada Allah 

Siti hajar percaya bahwa Allah akan memberikan pertolongan kepada mereka. Hal ini mengajarkan kita untuk selalu meletakkan kepercayaan kita kepada Allah, karena hanya Dia yang mampu                 memberikan kemudahan di tengah kesulitan.

3. Usaha Tanpa Henti 

Meski tidak tahu apakah ia akan menemukan air, Siti Hajar tetap berlari antara Safa dan Marwah. Ia tidak pernah berhenti berusaha.Ini adalah contoh nyata bagi kita untuk selalu berusaha keras dalam       mencapai tujuan, tanpa merasa putus asa, dan dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan membantu kita.

 

source:wwwrahmahtravel.com

Dukung Ekonomi Lokal, Kemenhaj Libatkan UMKM dalam Pemenuhan Haji 2026

Dukung Ekonomi Lokal, Kemenhaj Libatkan UMKM dalam Pemenuhan Haji 2026

Menteri Haji dan Umrah Mochamad Irfan Yusuf mengatakan pemerintah mendorong pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dilibatkan dalam pemenuhan konsumsi pada penyelenggaraan Haji 1447 H/2026 M. Hal itu disampaikan Irfan saat kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Timur (Jatim) dalam rangka persiapan Haji 2026.

“Pemerintah dalam hal ini Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) RI mendorong pelaku UMKM lokal dalam pemenuhan konsumsi pada penyelenggaraan Haji 1447 H/2026 M. Kami mendukung pelibatan UMKM lokal yang tentunya berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Apalagi food test makanan ready to eat jemaah haji nanti merupakan milik Pemprov Jatim. Tentunya ini peluang besar bagi UMKM lokal ,” kata Irfan Yusuf di Surabaya, Minggu, 16 November 2025.

Dalam kunjungan kerja ke Jawa Timur, Irfan juga bertemu dengan Gubernur Jatim Kholifah Indar Parawansa membahas berbagai persiapan haji 2026. Mulai dari kesiapan Asrama Haji Sukolilo, Kantor Kanwil  Kemenhaj, PLHUT, skenario kuota haji reguler hingga kuota petugas Haji Daerah (PHD).

Dia mengatakan Kemenhaj dan Pemprov Jawa Timur sudah berkoordinasi secara intens dalam persiapan mendukung pelaksanaan ibadah haji 2026. Khusus PHD maksimal pejabat setara eselon IV yang terlibat dalam petugas haji daerah, demi layanan prima kepada jemaah haji.

“Sementara bagi kabupaten/kota yang belum memiliki gedung Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu (PLHUT) yang nantinya menjadi kantor Kemenhaj, layanan haji dan umrah masih bergabung dengan Kemenag,” ujar Irfan.

 

source:wwwmetroTV.com

Gua Hira, Jantung Spiritualitas Islam: Mengintip Sejarah dan Maknanya

Gua Hira, Jantung Spiritualitas Islam: Mengintip Sejarah dan Maknanya

Gua Hira adalah tempat Nabi Muhammad menerima wahyu dari Tuhan yang pertama kalinya melalui malaikat Jibril. Gua tersebut sebagai tempat Muhammad menyendiri dari masyarakat Arab yang pada saat itu masih mempraktikkan agama Polities Arab.

Gua Hira terletak di negara Arab Saudi. Letaknya pada tebing menanjak yang agak curam walau tidak terlalu tinggi, oleh karena itu untuk menuju gua itu setiap orang harus memiliki fisik yang kuat.

Sejarah

Pada tanggal 17 Ramadhan yang bersamaan dengan 6 Agustus 610 Masehi menurut Ibnu Sa’ad dalam Al-Thabaqat Al-kubra, Nabi Muhammad secara resmi diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Saat peristiwa tersebut, usianya sekitar 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut kalender Qamariyah atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut almanak Syamsiyah. Meskipun tidak membahas proses pengangkatannya.

Salah satu tujuan ziarah yang paling diminati oleh para jamaah haji dan mereka yang berumrah adalah Gua Hira , terletak di Jabal Nur (Gunung Cahaya) . Jabal Nur terletak sekitar 6 km ke utara Masjidil Haram. Di sekitar 5 m dari puncak gunung, terdapat sebuah lubang kecil yang dikenal sebagai Gua Hira, tempat Nabi Muhammad SAW. menerima wahyu pertamanya.

Puncak Jabal Nur memiliki ketinggian sekitar 200 m, dikelilingi oleh gunung, batu-batu bukit, dan jurang. Gua Hira terletak di belakang 2 batu raksasa yang sempit dan dalam, dengan lubang kecil di bagian ujung kanan yang memungkinkan pandangan ke arah Makkah. Menuju puncak gunung memerlukan waktu lebih dari 1 jam dengan medan sulit dan tanpa tangga. Tangga baru muncul 3/4  perjalanan, dengan medan yang lebih ringan mendekati puncak.

Pintu Gua Hira memiliki tulisan Ghor Hira dengan cat warna merah, di atasnya terdapat 2 ayat pertama Surat Al-Alaq dengan cat warna hijau. Gua Hira berukuran sekitar 3 m panjang, satu setengah meter lebar, dan dua meter tinggi. Luasnya hanya cukup untuk shalat 2 orang. Di bagian kanan gua terdapat teras batu untuk shalat dalam keadaan duduk.

Gua Hira dianggap sebagai tempat yang ideal bagi Nabi Muhammad untuk bertahannuts. Suasana tenang di sana jauh dari keramaian kota Makkah menjadi pertimbangan penting bagi beliau.

Gua Hira telah menjadi destinasi wisata terkenal di Arab Saudi. Setiap tahun, banyak jamaah haji mengunjungi Gua Hira untuk melakukan ziarah. Lokasinya terletak sekitar 7 km dari Masjidil Haram, di kawasan Hejaz.

Perjalanan dari Jabal Nur menuju Gua Hira membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dengan rute melibatkan pendakian melalui jalur berbatu dan penurunan curam setelah mencapai puncak Jabal Nur.

Gua Hira memiliki ukuran yang terbatas, dengan lebar 1,6 meter dan panjang 3,7 meter, terletak pada ketinggian 270 meter di punggung Jabal Nur.

Gua ini hanya mampu menampung sekitar 4 orang. Dari dalam gua, pengunjung dapat menikmati pemandangan Masjidil Haram dari kejauhan, setelah melewati perjalanan mendaki dan menuruni tebing.

 

source:wwwwikipediA.com

Apa Itu Kartu Nusuk Haji 2026? Ini Fungsi dan Manfaatnya

Apa Itu Kartu Nusuk Haji 2026? Ini Fungsi dan Manfaatnya

Kartu Nusuk menjadi salah satu yang dibahas antara Komisi VIII DPR dengan Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj).

Salah satunya datang dari Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang yang mengusulkan agar kartu nusuk dibagikan kepada calon jemaah haji 2026 sebelum pemberangkatan ke Arab Saudi. Tujuannya untuk memitigasi banyaknya jemaah hilang dan terlantar di Arab Saudi.

Sejalan dengan usulan itu, Marwan juga meminta pemerintah menghadirkan penyedia layanan haji atau syarikah yang berada di Indonesia.

“Kita sudah wanti-wanti tentang itu. Maka kita meminta pemerintah Indonesia menghadirkan syarikah di Tanah Air. Maka nusuk itu harus diterima di Indonesia sebelum sampai ke Saudi,” kata Marwan pasca DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).

“Maka kewajiban hadir di sini, di Indonesia ini, di setiap embarkasi, jadi nusuk sudah dibagikan. Sehingga kita meyakini dengan mengantongi nusuk, tidak terjadi lagi tumpang tindih,” sambungnya.

Lantas, apa itu nusuk yang wajib dimiliki para calon jemaah haji 2026?

Berikut penjelasannya:

  • Kartu Nusuk 

Dilansir dari laman resmi Kementerian Agama (Kemenag) ,  Benda tersebut biasanya berbahan PVC dan didominasi warna putih-cokelat. Kartu ini juga dilengkapi foto, kode QR, dan nomor visa masing-masing jemaah haji.

Kartu nusuk ini diterbitkan oleh mitra penyedia layanan haji atau syarikah yang telah dipilih oleh Kementerian Haji dan Umrah.

Selain sebagai identitas, Kartu Nusuk juga juga merupakan tiket bagi jemaah dalam mendapatkan akses pelayanan dari syarikah dalam setiap tahapan ibadah haji.

Dalam penyelenggaraan ibadah haji 2026, Indonesia sudah menggandeng dua syarikah, yakni Rakeen Mashariq Al Mutamayizah Company For Pilgrim Service dan Albait Guest.

Kartu nusuk juga berfungsi sebagai acuan verifikasi dan syarat masuk ke tempat, seperti Masjidil Haram hingga rangkaian puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.

Selain itu, kartu nusuk juga bermanfaat untuk petugas haji dalam memantau, mengatur, dan memastikan keamanan serta tertibnya pergerakan jemaah selama ibadah haji.

Jika hilang, proses penggantian kartu nusuk tidak mudah dan membutuhkan pelaporan ke petugas hotel, kloter, hingga koordinasi ulang dengan pihak syarikah.

 

source:wwwkompas.com

Museum Al Sirah, Magnet Baru Jemaah Umrah Indonesia di Madinah

Museum Al Sirah, Magnet Baru Jemaah Umrah Indonesia di Madinah

Museum Al Sirah yang terletak di sisi belakang Masjid Quba, Madinah kini menjadi destinasi favorit jemaah umrah Indonesia. Museum yang baru diresmikan pada 2024 ini menjadi penanda penting sejarah Hjirah Nabi Muhammad SAW.

Pengembangan destinasi wisata menjadi salah satu misi utama dalam program Visi Saudi 2030 yang menempatkan pariwisata di jantung strategi, serta pilar transformasi ekonomi Arab Saudi yang kini bertransisi ke sektor non minyak.

Direktur PT Hajar Aswad Mubaroq Retno Anugerah Andriyani mengatakan, Museum Al Sirah merupakan salah satu destinasi baru yang kini menjadi strategi lembaga Saudi Tourism Authority (STA) untuk menjadi magnet baru bagi jamaah Umrah. ”Kami menggandeng Saudi Tourism Authority untuk menggelar tur di Museum Al Sirah,” katanya, Jumat (24/10/2025).

Menurut Retno Anugerah Andriyani, Museum Al Sirah menawarkan pengalaman berkesan melalui teknologi audio visual yang menggambarkan perjalanan Nabi Muhammad SAW saat hijrah dari Makkah ke Madinah pada abad ke-7 Masehi.

Di kompleks museum ini, jemaah juga bisa menikmati suasana Bustan Al Mustadal, kebun kurma bersejarah, serta Sumur Athq yang legendaris karena menjadi sumber air minum dan wudhu Nabi Muhammad SAW saat pertama tiba di Madinah. “Karena itu, kami menggelar Milad ke-13 di Museum Al Sirah yang bersejarah ini,” katanya.

Retno Anugerah Andriyani menyebut, kerja sama dengan Saudi Tourism Authority (STA) menjadi strategi untuk memberikan pengalaman yang lebih berkesan bagi para jamaah umrah . “Ke depan, Hajar Aswad Mubaroq akan kembali menggandeng Saudi Tourism Authority untuk agenda yang lain,” katanya.

Berdiri sejak 2012, Biro Umrah dan Haji Hajar Aswad Mubaroq yang berkantor pusat di Solo, kini memiliki kantor cabang yang tersebar di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bandung, serta Pekanbaru, Riau. Setiap tahun, Hajar Aswad Mubaroq rata-rata memberangkatkan 5.000 jemaah umrah ke Tanah Suci.

 

source:wwwsindonews.com

 

Haji 2025 Dianggap Sebagai Penyelenggaraan Haji Terbaik Dalam 50 Tahun

Haji 2025 Dianggap Sebagai Penyelenggaraan Haji Terbaik Dalam 50 Tahun

Pemerintah Arab Saudi menyebut pelaksanaan haji 2025 atau 1446 Hijriah menjadi yang terbaik dari 50 tahun terakhir. Hal ini dikatakan oleh Menteri Haji dan Umrah Saudi, Tawfiq Al-Rabiah.

“Haji tahun ini merupakan haji terbaik dalam 50 tahun terakhir, dengan kepuasan jemaah mencapai 91 persen,” ungkapnya dalam Konferensi dan Pameran Haji, dikutip dari Saudi Gazette pada Selasa (11/11/2025).

Acara yang diselenggarakan Kementerian Haji dan Umrah Saudi dan Program Pengalaman Jemaah itu berada di bawah naungan Raja Salman, Wali Dua Masjid Suci. Acara dimulai di Jeddah Superdome pada Minggu (9/11/2025) dengan bertemakan “Dari Makkah untuk Dunia” dan menjadi salah satu inisiatif Visi Saudi 2030.

Melalui acara tersebut, ditampilkan juga peresmian edisi perdana Forum Sejarah Haji dan Dua Masjid Suci yang diselenggarakan Yayasan Penelitian dan Arsip Raja Abdulaziz (Darah). Peresmian itu dihadiri jajaran menteri, pejabat senior, perwakilan negara-negara islam dan kepala kantor urusan haji.

Konferensi dan pameran tersebut akan berlangsung hingga 12 November. Nantinya, lebih dari 143 sesi dialog dan lokakarya dengan partisipasi para pakar serta pembicara terkemuka yang berasal dari lebih 150 negara akan hadir.

Wakil Emir Makkah, Pangeran Saud bin Misy’al meresmikan konferensi itu. Melalui pidatonya, Pangeran Saudi juga menegaskan komitmen teguh Saudi untuk melanjutkan upaya penuh berkah yang digagas Raja Abdulaziz dalam melayani Dua Masjid Suci serta merawat para jemaahnya.

Lebih lanjut, dia menekankan dedikasi Saudi untuk terus mengembangkandan meningkatkan layanan yang diberikan kepada para jemaah serta pengunjung. Dengan begitu, ibadah yang dijalani akan terasa lebih mudah dan nyaman.

Selain itu, Pangeran Saudi turut memuji keberhasilan haji 2025 dan penyelenggaraannya, termasuk layanan yang luar biasa di antara semua lembaga pemerintah.

Dia juga mendoakan agar hasil konferensi tersebut bisa membawa kontribusi pada penguataan kerja sama dan koordinasi bersama yang didasarkan keberhasilan sebagaimana konferensi-konferensi sebelumnya.

Penasihat khusus Penjaga Dua Masjid Suci dan ketua Dewan Direksi Darah, Pangeran Faisal bin Salman yang juga menjadi pembicara dalam konferensi tersebut menyatakan haji tak hanya sekadar ibadah musiman melainkan perjalanan iman yang melintasi sejarah yang mewujudkan perjalanan umat manusia menuju tauhid sejak dahulu.

 

Jejak Spiritual Umroh: Dari Hajar hingga Rasulullah SAW

Jejak Spiritual Umroh: Dari Hajar hingga Rasulullah SAW

 

 

Setiap tahun, jutaan umat Muslim dari seluruh penjuru dunia berduyun-duyun ke Tanah Suci, mengelilingi Ka’bah dan berjalan antara bukit Safa dan Marwah. Mereka mencari pengampunan, keberkahan, dan kedamaian batin. Namun, pernahkah Anda merenung, dari mana semua ritual suci ini berasal? Tahukah Anda bahwa sejarah umroh jauh lebih dalam dan bermakna dari sekadar perjalanan ziarah biasa? Ini adalah sebuah kisah yang terukir dari air mata perjuangan, keikhlasan, dan ketaatan yang luar biasa, berawal ribuan tahun sebelum kita mengenalnya sebagai bagian dari syariat Islam.

Sering kali, orang bingung membedakan antara haji dan umroh, menganggapnya sama padahal keduanya punya makna dan waktu pelaksanaan yang berbeda. Umroh, meskipun sering disebut “haji kecil,” memiliki jejak sejarahnya sendiri yang tidak kalah heroik. Dalam artikel ini, kita akan menyingkap kembali sejarah umroh yang otentik. Kita akan melihat bagaimana ibadah ini berakar dari kisah Nabi Ibrahim AS, perjuangan Siti Hajar, hingga disempurnakan kembali oleh Rasulullah SAW dari tradisi yang tercampur dengan praktik paganisme di masa pra-Islam.

Mari kita berpetualang melintasi waktu untuk menelusuri sejarah umroh, bukan hanya sebagai sebuah ibadah, melainkan sebagai sebuah narasi spiritual yang mengajarkan kita tentang kesabaran, pengorbanan, dan keimanan. Dengan memahami asal-usulnya, semoga setiap langkah dan doa yang kita panjatkan saat berada di Tanah Suci terasa jauh lebih khusyuk dan penuh makna. Bersiaplah, karena perjalanan ini akan mengubah cara Anda melihat ibadah umroh selamanya.

Jejak Nabi Ibrahim AS dan Hajar: Fondasi Sejarah Umroh

Untuk memahami sejarah umroh secara utuh, kita harus kembali ke ribuan tahun silam, jauh sebelum era Nabi Muhammad SAW. Pondasi dari sebagian besar ritual umroh saat ini, khususnya Sa’i dan keberadaan Sumur Zamzam, berawal dari sebuah kisah luar biasa yang penuh dengan keikhlasan, kesabaran, dan tawakal. Kisah ini melibatkan Nabi Ibrahim AS, istrinya Hajar, dan putranya, Ismail AS, yang ditinggalkan di sebuah lembah tandus di Mekah, atas perintah Allah SWT. Momen inilah yang menjadi titik awal terbentuknya fondasi spiritual bagi ibadah umroh.

Kisah Nabi Ibrahim AS Meninggalkan Hajar dan Ismail AS

Atas perintah Allah SWT, Nabi Ibrahim AS membawa istrinya, Hajar, dan putranya yang masih bayi, Ismail AS, ke sebuah lembah yang sepi dan kering. Di sana, tidak ada tanda-tanda kehidupan, tidak ada air, tidak ada tanaman. Setelah menempatkan mereka di dekat lokasi yang kelak menjadi Ka’bah, Nabi Ibrahim AS pergi, meninggalkan mereka dengan bekal yang sangat minim. Hajar, dengan penuh keyakinan, bertanya kepada suaminya, “Apakah ini perintah dari Allah?” Ketika Nabi Ibrahim AS mengangguk, Hajar dengan ikhlas menerima takdir itu, percaya bahwa Allah tidak akan menelantarkan mereka. Sikap pasrah dan keimanan inilah yang menjadi cerminan sejati dari tawakal.

Peristiwa ini mengajarkan kepada kita tentang arti pengorbanan yang mendalam. Nabi Ibrahim AS rela meninggalkan keluarga tercinta demi menjalankan perintah Tuhan. Di sisi lain, Hajar menunjukkan kekuatan iman yang luar biasa, tidak panik atau putus asa, karena yakin akan perlindungan dari Sang Pencipta. Kisah ini tidak hanya menjadi landasan historis, tetapi juga menjadi pelajaran spiritual tentang bagaimana seharusnya seorang hamba berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT, tanpa keraguan sedikit pun, sebuah fondasi penting dalam menjalankan setiap ibadah, termasuk umroh.

Peristiwa Sa’i: Perjuangan Hajar Mencari Air

Setelah bekal air dan makanan habis, Hajar mulai panik melihat putranya, Ismail AS, menangis kehausan. Dalam keputusasaan, ia mulai berlari bolak-balik antara dua bukit yang berada di dekatnya, yaitu Bukit Safa dan Marwah, untuk mencari tanda-tanda kehidupan atau air. Ia berlari sebanyak tujuh kali putaran, dengan harapan bisa menemukan pertolongan. Lari kecil ini bukan sekadar tindakan putus asa, melainkan sebuah simbol perjuangan seorang ibu yang tak kenal lelah demi keselamatan anaknya. Gerakan ini menunjukkan kegigihan, usaha, dan doa yang tak henti-hentinya.

Dari sinilah, ritual Sa’i yang kita kenal dalam ibadah umroh berasal. Ritual ini bukan hanya lari kecil biasa, melainkan sebuah reka ulang dari perjuangan Siti Hajar yang penuh makna. Saat jemaah melakukan Sa’i, mereka bukan hanya sekadar berjalan, tetapi juga mengenang kembali ketabahan, kesabaran, dan tawakal Hajar. Ritual ini mengingatkan kita bahwa dalam hidup, kita harus terus berikhtiar (berusaha) sekuat tenaga, namun pada akhirnya tetap menyerahkan hasilnya kepada kehendak Allah SWT.

Kemunculan Sumur Zamzam sebagai Mukjizat

Setelah Hajar menyelesaikan putaran ketujuhnya dan kembali ke tempat Ismail, ia melihat sebuah keajaiban. Air memancar dari tanah di bawah hentakan kaki Ismail AS. Keajaiban ini tidak hanya mengakhiri penderitaan mereka, tetapi juga menjadi sumber kehidupan yang abadi hingga kini. Hajar pun menampung air itu dan berteriak, “Zam-zam!” yang artinya “berkumpullah” atau “berhentilah mengalir”, karena takut air itu akan habis. Peristiwa inilah yang menjadi asal-usul Sumur Zamzam.

Kemunculan Sumur Zamzam adalah bukti nyata dari pertolongan Allah SWT yang datang pada saat-saat paling genting. Air Zamzam bukan sekadar air biasa, melainkan mukjizat yang memiliki keberkahan dan keistimewaan. Ritual meminum air Zamzam setelah menyelesaikan tawaf dan sai dalam umroh adalah cara untuk mengenang mukjizat ini. Keberadaan sumur ini menjadi simbol bahwa setiap kesulitan dan perjuangan yang dilakukan dengan ikhlas pasti akan berujung pada pertolongan dari Allah SWT, yang menjadi penguat bagi setiap peziarah umroh.

Masa Pra-Islam: Umroh yang Tercampur Tradisi

Setelah kita memahami fondasi spiritual yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Hajar, penting untuk menelusuri bagaimana sejarah umroh mengalami perubahan signifikan sebelum Islam datang. Pada masa jahiliyah, atau masa kegelapan, praktik ibadah di Tanah Suci memang masih dilakukan, tetapi esensi murninya sudah terkikis. Masyarakat Arab saat itu tetap melakukan tawaf di sekitar Ka’bah dan ritual lainnya, namun semua itu tercampur dengan tradisi-tradisi pagan (pemujaan berhala) yang menyimpang dari ajaran tauhid (mengesakan Tuhan).

Ritual Tawaf dan Pemujaan Berhala di Ka’bah

Pada masa pra-Islam, Ka’bah memang sudah menjadi pusat ziarah. Namun, di sekelilingnya, dan bahkan di dalamnya, terdapat banyak berhala yang disembah oleh berbagai kabilah (suku) Arab. Berhala-berhala ini berjumlah hingga 360, yang paling terkenal adalah Hubal, Latta, Uzza, dan Manat. Saat melakukan tawaf, masyarakat saat itu bukan hanya mengelilingi Ka’bah, tetapi juga mempersembahkan sesajen dan doa-doa kepada berhala-berhala tersebut, bukan kepada Allah SWT. Ritual suci ini pun kehilangan makna aslinya dan berubah menjadi praktik penyembahan berhala.

Perubahan ini tidak hanya terbatas pada pemujaan berhala. Beberapa tradisi bahkan sangat jauh dari nilai-nilai spiritual. Misalnya, ada praktik di mana sebagian orang melakukan tawaf dalam keadaan telanjang, dengan alasan ingin kembali suci seperti saat dilahirkan. Praktik-praktik ini menunjukkan bagaimana ajaran murni yang dibawa Nabi Ibrahim AS telah diselewengkan dan diganti dengan kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan utama mengapa Rasulullah SAW harus membersihkan kembali Ka’bah dan mengembalikan sejarah umroh ke jalur yang benar.

Praktik Ziarah yang Berubah Menjadi Tradisi Perayaan

Umroh di masa pra-Islam juga lebih sering dianggap sebagai acara sosial atau perayaan tahunan, bukan ibadah yang khusyuk. Kabilah-kabilah yang datang ke Mekah untuk berdagang atau berziarah sering kali melakukannya dengan penuh kegembiraan dan kebanggaan suku. Mereka membawa identitas kesukuan mereka ke Tanah Suci, bahkan sering kali terjadi perselisihan dan perkelahian di area suci tersebut.

Tradisi ziarah yang awalnya bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, berubah menjadi ajang pamer kekayaan, kekuasaan suku, dan hiburan. Ibadah yang seharusnya melahirkan kerendahan hati justru diisi dengan arogansi dan kebanggaan diri. Inilah kondisi yang terjadi hingga akhirnya Islam datang, membersihkan, dan mengembalikan makna sejati dari umroh, yaitu ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Titik Balik: Perjanjian Hudaibiyah

Perjalanan sejarah umroh memasuki babak krusial pada tahun ke-6 Hijriah, saat Rasulullah SAW dan sekitar 1.400 sahabatnya berniat untuk menunaikan ibadah umroh. Niat suci ini, sayangnya, dihalangi oleh kaum Quraisy, penguasa Mekah saat itu. Kejadian ini tidak hanya mengubah jalannya sejarah Islam, tetapi juga menjadi titik balik penting yang akhirnya mengembalikan ibadah umroh ke esensinya yang murni. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana kesabaran dan strategi diplomasi lebih efektif daripada peperangan dalam mencapai tujuan yang mulia.

Kisah Rasulullah SAW Dihadang Kaum Quraisy

Pada tahun tersebut, Rasulullah SAW bersama para sahabatnya berangkat dari Madinah menuju Mekah. Mereka tidak membawa senjata perang, melainkan hanya perlengkapan layaknya peziarah, sebagai tanda niat damai. Namun, ketika mereka sampai di sebuah tempat bernama Hudaibiyah, sekitar 22 kilometer dari Mekah, mereka dihadang oleh pasukan kaum Quraisy. Pihak Quraisy menolak kedatangan umat Islam, menganggapnya sebagai ancaman politik dan militer, meskipun niat mereka murni untuk beribadah. Situasi ini menciptakan ketegangan yang sangat tinggi, di mana potensi konflik terbuka sangat besar.

Penghadangan ini bukan hanya sekadar rintangan fisik, tetapi juga ujian keimanan bagi para sahabat. Niat mereka untuk beribadah di Tanah Suci harus tertunda. Namun, alih-alih melawan, Rasulullah SAW memilih jalur diplomasi. Beliau mengirimkan perwakilan untuk bernegosiasi, meskipun prosesnya tidak mudah dan memakan waktu. Keputusan ini menunjukkan kebijaksanaan Rasulullah SAW dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, mengedepankan perdamaian demi kepentingan yang lebih besar.

Perjanjian Hudaibiyah: Kemenangan yang Tertunda

Setelah melalui negosiasi yang panjang dan sulit, tercapailah sebuah kesepakatan yang dikenal sebagai Perjanjian Hudaibiyah. Isi perjanjian ini pada awalnya terasa sangat merugikan umat Islam. Salah satu poin utamanya adalah bahwa umat Islam harus kembali ke Madinah tanpa menunaikan umroh pada tahun itu. Mereka baru diizinkan kembali untuk berumroh pada tahun berikutnya. Poin ini membuat banyak sahabat merasa kecewa dan sulit menerima, karena mereka sudah sangat merindukan Ka’bah.

Meskipun terlihat sebagai kekalahan, Perjanjian Hudaibiyah sebenarnya adalah sebuah kemenangan strategis. Para ahli sejarah menyebutnya sebagai Fathun Mubin (kemenangan yang nyata). Perjanjian ini membuka jalan bagi umat Islam untuk diakui sebagai kekuatan politik yang sah oleh kaum Quraisy. Yang paling penting, perjanjian ini mengamankan hak umat Islam untuk menunaikan umroh dengan aman di tahun berikutnya, tanpa gangguan. Ini menjadi babak baru yang mengembalikan sejarah umroh ke tempatnya yang suci, menjauhkan dari tradisi pra-Islam yang penuh berhala dan konflik.

Umroh Pertama dalam Islam

Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang penuh hikmah, sejarah umroh akhirnya memasuki babak baru yang ditunggu-tunggu. Ini adalah momen bersejarah di mana umat Islam bisa menunaikan ibadah umroh dengan damai dan diakui. Umroh pertama yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya ini tidak hanya menandai pemenuhan janji, tetapi juga menjadi contoh pelaksanaan umroh yang bersih dari tradisi jahiliyah. Peristiwa ini menjadi fondasi bagi pelaksanaan umroh yang kita kenal hingga saat ini.

Umroh Qadha: Pemenuhan Janji yang Mulia

Pada tahun ke-7 Hijriah, sesuai dengan kesepakatan Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah SAW dan para sahabatnya kembali ke Mekah. Umroh yang mereka lakukan ini dikenal sebagai Umroh Qadha, yang berarti umroh pengganti, karena menggantikan umroh yang tertunda pada tahun sebelumnya. Dengan membawa bekal seadanya dan niat yang tulus, mereka memasuki kota suci Mekah. Pihak Quraisy, sesuai perjanjian, mundur ke perbukitan di sekitar kota, menyaksikan dari kejauhan bagaimana umat Islam menunaikan ibadah dengan khusyuk.

Pelaksanaan Umroh Qadha ini menunjukkan betapa besar ketakwaan dan ketaatan Rasulullah SAW dalam menunaikan janji. Selama tiga hari mereka berada di Mekah, mereka melaksanakan seluruh rukun umroh dengan penuh ketertiban. Peristiwa ini menjadi momen penting dalam sejarah umroh, karena inilah kali pertama umat Islam menunaikan ibadah di Ka’bah tanpa gangguan, menandakan bahwa ibadah ini telah kembali kepada esensi aslinya.

Rincian Pelaksanaan Umroh Pertama

Selama Umroh Qadha, Rasulullah SAW memberikan teladan langsung tentang bagaimana ibadah umroh seharusnya dilakukan. Beliau dan para sahabat memulai dengan mengenakan ihram (pakaian khusus umroh), lalu melakukan tawaf (mengelilingi Ka’bah) sebanyak tujuh kali. Tawaf dilakukan dengan penuh ketenangan, tanpa adanya praktik-praktik pagan seperti yang terjadi di masa jahiliyah. Setelah itu, mereka melakukan Sa’i (lari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwah) sebanyak tujuh kali, mengenang kembali perjuangan Siti Hajar.

Puncak dari ibadah umroh ini adalah tahallul, yaitu memotong atau mencukur sebagian rambut sebagai simbol telah selesainya ritual umroh. Melalui rangkaian ibadah ini, Rasulullah SAW secara langsung mengajarkan kepada para sahabat dan seluruh umat Islam tentang tata cara umroh yang benar, suci, dan murni dari segala bentuk kesyirikan. Umroh Qadha ini tidak hanya menjadi bagian dari sejarah umroh yang penting, tetapi juga menjadi panduan praktis yang diikuti oleh seluruh umat Muslim hingga hari ini.

Umroh pada Masa Rasulullah SAW dan Penentuannya sebagai Ibadah

Setelah suksesnya Umroh Qadha, sejarah umroh terus berlanjut di bawah bimbingan langsung Rasulullah SAW. Beliau tidak hanya menunaikan umroh sebagai ibadah pribadi, tetapi juga mencontohkan dan menyempurnakan ritualnya. Pada masa inilah umroh resmi ditetapkan sebagai ibadah yang sakral dan menjadi bagian tak terpisahkan dari syariat Islam. Ritual-ritual yang tadinya tercampur dengan tradisi jahiliyah kini disucikan dan dikembalikan ke ajaran tauhid murni, mengajarkan kepada umat Muslim tentang makna ketaatan dan keikhlasan sejati.

Umroh Setelah Fathu Mekah dan Pemurnian Ritual

Puncak dari perjuangan Rasulullah SAW dalam membersihkan ibadah adalah saat peristiwa Fathu Mekah (Penaklukan Mekah) pada tahun ke-8 Hijriah. Setelah Mekah berhasil ditaklukkan, langkah pertama yang dilakukan Rasulullah SAW adalah membersihkan Ka’bah dari 360 berhala yang selama ini disembah. Beliau menghancurkan semua berhala tersebut, mengembalikan Ka’bah ke fungsi aslinya sebagai rumah ibadah yang hanya diperuntukkan bagi Allah SWT. Momen ini bukan hanya kemenangan politik, tetapi juga kemenangan spiritual yang krusial bagi sejarah umroh.

Setelah pembersihan Ka’bah, Rasulullah SAW menunaikan umroh sebagai wujud syukur. Pelaksanaan umroh ini menjadi penegasan bahwa ibadah di Tanah Suci kini benar-benar murni dan bebas dari unsur kemusyrikan. Ritual tawaf, sai, dan tahallul yang dilakukan oleh beliau dan para sahabat menjadi standar yang akan diikuti oleh seluruh umat Islam. Sejak saat itu, umroh tidak lagi menjadi ritual pagan atau tradisi suku, melainkan ibadah yang mengajarkan arti kesucian, pengorbanan, dan penyerahan diri total kepada Allah SWT.

Penetapan Umroh sebagai Ibadah Sunnah Muakkadah

Setelah semua ritual disempurnakan, umroh secara resmi ditetapkan dalam syariat Islam. Meskipun tidak wajib seperti haji, umroh memiliki kedudukan yang sangat penting. Umroh diklasifikasikan sebagai Sunnah Muakkadah, yang artinya ibadah sunnah yang sangat dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda bahwa umroh ke umroh berikutnya akan menjadi penghapus dosa di antara keduanya. Hal ini menegaskan betapa besar keutamaan dan pahala yang bisa didapatkan dari ibadah ini.

Penetapan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah umroh, memberikan landasan hukum yang jelas bagi umat Islam untuk melaksanakannya. Dengan statusnya sebagai ibadah sunnah yang sangat dianjurkan, umroh menjadi pilihan bagi banyak umat Muslim untuk membersihkan diri dari dosa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Umroh menjadi sebuah perjalanan spiritual yang bisa dilakukan kapan saja, kecuali pada hari Arafah, Idul Adha, dan hari-hari Tasyrik, memberikan fleksibilitas bagi mereka yang ingin beribadah.

Perbedaan Mendasar Umroh dengan Haji

Setelah menelusuri sejarah umroh dari masa ke masa, satu hal yang sering kali membingungkan banyak orang adalah perbedaan antara umroh dan haji. Meskipun keduanya sama-sama dilakukan di Tanah Suci dan melibatkan ritual-ritual seperti tawaf dan sai, keduanya memiliki perbedaan mendasar yang sangat penting. Memahami perbedaan ini tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga membantu umat Muslim dalam menentukan ibadah mana yang akan mereka tunaikan sesuai dengan ketentuan syariat.

Perbedaan pada Hukum dan Waktu Pelaksanaan

Perbedaan yang paling utama adalah dari segi hukum. Haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam dan hukumnya adalah wajib bagi setiap Muslim yang mampu (secara fisik, mental, dan finansial). Ibadah haji hanya bisa dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu, yaitu pada bulan-bulan haji (Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah), dengan puncak pelaksanaannya pada tanggal 8 hingga 13 Dzulhijjah. Jika seseorang tidak melaksanakannya di waktu ini, maka hajinya tidak sah. Ketentuan yang ketat ini menunjukkan betapa istimewanya haji.

Sementara itu, umroh memiliki hukum sunnah muakkadah, yang artinya sangat dianjurkan tetapi tidak wajib seperti haji. Fleksibilitas ini menjadi salah satu daya tarik umroh. Umroh bisa dilaksanakan kapan saja sepanjang tahun, kecuali pada hari-hari yang secara spesifik dilarang, yaitu hari Arafah (9 Dzulhijjah), Idul Adha (10 Dzulhijjah), dan hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Perbedaan ini menunjukkan bagaimana sejarah umroh telah berkembang menjadi ibadah pelengkap yang memberikan kesempatan bagi umat Muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa terikat oleh waktu yang sangat spesifik.

Perbedaan pada Rukun dan Ritual Ibadah

Perbedaan lainnya terletak pada rukun dan ritual yang dilakukan. Rukun haji jauh lebih kompleks dan lebih banyak daripada umroh. Rukun haji terdiri dari ihram, wukuf di Arafah, tawaf ifadah, sai, dan tahallul. Ritual wukuf di Arafah adalah rukun utama haji yang paling penting dan tidak ada pada umroh. Ritual ini mengharuskan jemaah haji untuk berdiam diri di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.

Sementara itu, rukun umroh lebih sederhana dan hanya terdiri dari ihram, tawaf, sai, dan tahallul. Tidak adanya ritual wukuf di Arafah membuat umroh bisa diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih singkat. Fakta ini juga mempengaruhi bagaimana sejarah umroh dikenal sebagai ibadah yang lebih fleksibel dan bisa dilakukan kapan saja. Meskipun rukunnya berbeda, makna spiritual yang terkandung dalam setiap ritual, seperti tawaf dan sai, tetap sama, yaitu mengenang kembali ketakwaan dan pengorbanan para nabi.

Hikmah dan Makna Sejarah Umroh

Setelah memahami sejarah umroh yang panjang, dari masa Nabi Ibrahim AS hingga disempurnakan oleh Rasulullah SAW, kita akan menemukan bahwa ibadah ini bukan hanya serangkaian ritual fisik. Di balik setiap gerakan dan doa, tersembunyi hikmah mendalam yang bertujuan untuk membentuk pribadi Muslim yang lebih baik. Memahami makna ini akan membuat perjalanan umroh terasa lebih khusyuk, mengubahnya dari sekadar perjalanan fisik menjadi transformasi spiritual yang membekas.

Makna Tawaf: Simbol Ketaatan Total kepada Allah SWT

Ritual tawaf, yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, adalah salah satu rukun utama dalam umroh. Secara historis, tawaf sudah ada sejak masa Nabi Ibrahim AS, namun telah dibersihkan dari unsur-unsur syirik pada masa Rasulullah SAW. Tawaf bukan sekadar gerakan fisik mengelilingi sebuah bangunan, melainkan sebuah simbolisme ketaatan dan penyerahan diri total kepada Allah SWT. Gerakan mengitari Ka’bah, yang merupakan kiblat umat Islam, melambangkan bahwa seluruh aspek kehidupan seorang Muslim harus berpusat hanya pada Allah SWT.

Saat jemaah melakukan tawaf, mereka bergabung dengan jutaan umat Muslim lainnya, menyatu dalam satu gerakan yang harmonis. Ini melambangkan kesatuan umat Islam di seluruh dunia, yang hanya memiliki satu tujuan: mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Melalui tawaf, setiap individu diingatkan untuk melepaskan ego dan duniawi, dan fokus sepenuhnya pada Dzat yang menciptakan alam semesta. Ini adalah inti dari sejarah umroh yang mengajarkan kita untuk kembali kepada tauhid (mengesakan Tuhan) yang murni.

Makna Sa’i: Simbol Kegigihan dan Tawakal Sejati

Ritual sa’i, yaitu lari-lari kecil antara Bukit Safa dan Marwah, adalah reka ulang dari perjuangan Siti Hajar mencari air untuk putranya, Ismail AS. Ritual ini mengajarkan kita tentang kegigihan dan ketabahan yang luar biasa. Hajar tidak menyerah meskipun sudah berlari bolak-balik sebanyak tujuh kali. Ia terus berikhtiar hingga Allah SWT memberikan pertolongan melalui munculnya Sumur Zamzam. Sa’i mengingatkan kita bahwa dalam hidup, usaha (ikhtiar) harus terus dilakukan, meskipun hasilnya belum terlihat.

Dengan menelusuri sejarah umroh, kita akan memahami bahwa sa’i juga mengajarkan tentang tawakal sejati. Tawakal bukanlah sikap pasrah tanpa usaha, melainkan berserah diri kepada Allah setelah melakukan yang terbaik. Ritual ini menanamkan keyakinan bahwa Allah tidak akan menelantarkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh. Setiap langkah yang diambil dalam sa’i adalah pengingat akan pentingnya keseimbangan antara usaha manusia dan keyakinan akan pertolongan Ilahi.

Makna Tahallul: Simbol Pembebasan Diri dari Dosa

Tahallul, yaitu mencukur atau memotong sebagian rambut, adalah ritual terakhir dalam umroh. Ritual ini melambangkan berakhirnya ibadah umroh dan kembalinya jemaah ke kondisi normal (tidak dalam keadaan ihram). Lebih dari itu, tahallul memiliki makna yang mendalam. Mencukur rambut melambangkan pembebasan diri dari segala dosa, kesalahan, dan kebiasaan buruk yang melekat pada diri kita.

Tahallul juga menjadi simbol kelahiran kembali. Seseorang yang telah menunaikan umroh diharapkan kembali ke kehidupannya dengan hati yang bersih, suci dari dosa-dosa masa lalu, layaknya bayi yang baru lahir. Ritual ini adalah penutup dari sejarah umroh yang penuh makna, memberikan janji pengampunan dan kesempatan untuk memulai lembaran baru yang lebih baik, dengan komitmen untuk menjadi hamba yang lebih taat kepada Allah SWT.

Perkembangan Umroh di Era Modern

Setelah menelusuri sejarah umroh yang kaya akan makna spiritual dan perjuangan, kini kita beralih ke masa kini. Ibadah umroh di era modern mengalami banyak perubahan signifikan, terutama dalam hal kemudahan dan fasilitas. Meskipun esensi dan rukun ibadahnya tetap sama seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW, cara pelaksanaannya kini jauh lebih praktis dan terorganisir. Perkembangan ini tidak hanya memudahkan calon jemaah, tetapi juga memastikan pengalaman beribadah menjadi lebih nyaman dan khusyuk.

Kemudahan Akses dan Fasilitas yang Semakin Canggih

Di masa lalu, perjalanan menuju Tanah Suci adalah sebuah tantangan besar, memakan waktu berbulan-bulan dengan risiko yang tinggi. Namun, sejarah umroh modern menunjukkan adanya revolusi dalam bidang transportasi dan akomodasi. Kini, perjalanan ke Mekah dapat ditempuh dalam hitungan jam dengan pesawat, dan jemaah dapat memilih paket perjalanan yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran mereka. Fasilitas di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi juga semakin canggih, mulai dari hotel-hotel berbintang, pusat perbelanjaan, hingga transportasi umum seperti kereta cepat yang menghubungkan Mekah dan Madinah.

Selain itu, kemajuan teknologi juga berperan besar. Saat ini, banyak aplikasi mobile yang membantu jemaah dalam beribadah, seperti aplikasi penunjuk arah kiblat, jadwal sholat, hingga panduan doa-doa. Pemerintah Arab Saudi juga terus berupaya meningkatkan layanan untuk jemaah, termasuk penggunaan teknologi biometrik dan sistem visa elektronik yang membuat proses administrasi menjadi lebih cepat dan efisien. Semua ini menunjukkan bagaimana sejarah umroh terus berkembang untuk melayani jutaan umat Muslim dari seluruh dunia, tanpa mengurangi nilai spiritual dari ibadah itu sendiri.

 

source:wwwumitour&travel.com

Follow IG kami untuk info menarik lainnya

ttps://www.instagram.com/umrohnhtravel?igsh=N3Rua3VtejZnM2dw

Agen Travel Umroh Surabaya terpercaya dengan pembimbing terbaik, menjadikan perjalanan ibadah Anda lebih bermakna.

Nomor Izin U.491 Tahun 2021

Email
admin@nhumroh.com

Follow Kami :

Lokasi

Head Office :
Perum IKIP Gunung Anyar B48, Surabaya

Copyright © 2024 PT Nur Hamdalah Prima Wisata