Paket
Fasilitas
Galeri
Chat me
9 Janji Allah di Balik Mabrurnya Haji dan Umroh

9 Janji Allah di Balik Mabrurnya Haji dan Umroh

9 Janji Allah di Balik Mabrurnya Haji dan Umroh. Teringat sebuah kaidah fiqih yang berbunyi, “An-ni’mah bi qadrin niqmah, wan niqmah bi qadrin ni’mah” (Kadar kenikmatan selalu seimbang dengan sakit pengorbanan, demikian sebaliknya, sakit pengorbanan akan terbayar kontan oleh kenikmatan). Kaidah ini, termasuk bagian kecil dari kontribusi yurisprudensi Islam merepresentasikan suara umat sedunia.

Kendati lahir di tanah yang berbeda-beda lagi berjauhan, dengan budaya dan bahasa yang tak sama, tetapi selalu sama dalam konsep-konsep universal. Kita tidak ingin setiap hal baik yang kita lakukan, nihil. Tanpa buah yang bisa dinikmati. Baik kaitannya dengan interaksi sosial maupun dengan Tuhan (ibadah mahdhah).

Ibadah haji dan umrah termasuk di antaranya. Jika tak ada janji Allah di balik haji dan umrah, Ka’bah dan Masjidil Haram tidak akan seramai seperti yang kita lihat di setiap tahunnya, sesak oleh pengunjung. Mungkin hanya kalangan pengamat sejarah dan agamawan yang akan menziarahinya. Tetapi, berkat janji Allah yang disampaikan baik melalui Al-Qur’an maupun utusan-Nya-sang insan mulia lagi terpercaya-maka seluruh umat Islam dari berbagai sudut bumi tergugah ingin menziarahi tanah suci. Bukan hanya dari kalangan sejarawan, agamawan, dan asketis, bahkan para petani desa, nelayan, artis, musisi, dan budayawan turut dalam rombongan orang-orang yang merindukan tanah suci.

Janji Allah dalam hal ini memang selalu membuat para pemeluk agama-Nya candu, bahkan sejak sebelum dirasakan. Tentu candu dengan makna yang positif, tidak sebagaimana yang dipahami orang-orang sosialis revolusioner seperti Karl Marx. Pada tulisan kali ini, kami akan menyebutkan sembilan keutamaan ibadah haji dan umrah yang mabrur. Kendatipun sebenarnya lebih dari itu, yang telah kami temukan saja, sekitar 26 fadilah atau apresiasi besar yang dijanjikan untuk haji dan umrah yang mabrur.

Berikut rinciannya ; Pertama, pelaku haji yang taat secara totalitas akan disucikan dari segala noda.

Dalam Hadist riwayat Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ;

من حج فلم يرفث ولم يفسق رجع كما ولدته أمه

Artinya, “Siapapun yang berhaji dan tidak melakukan berkata kotor dan berlaku fasik, maka akan kembali suci sebagaimana saat ia dilahirkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedua, umrah to umrah menghapus dosa, haji mabrur berbuah surga. Pada Riwayat Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ;

العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما، والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة

Artinya, “Satu umrah menuju umrah selanjutnya dapat menghapus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur hanya akan diganjar dengan surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketiga, haji menghapus dosa yang pernah dilakukan. Saat sahabat Amr bin ‘Ash berbaiat kepada Rasulullah, ia ditanya apa yang sebenarnya diinginkan. Amr bin ‘Ash menjawab, bahwa dirinya hanya meminta sebuah syarat. Ia akan suka rela melanjutkan baiat dengan syarat seluruh dosanya diampuni. Rasulullah menjawab ;

أما علمت أن الإسلام يهدم ما كان قبله، وأن الهجرة تهدم ما كان قبلها، وأن الحج يهدم ما كان قبله

Artinya, “Apakah kamu tidak tahu bahwa masuk Islam, berhijrah dan menunaikan ibadah haji bisa menghapus dosa masa lalu?” tegas baginda Nabi kepada Amr. (HR. Muslim)

Keempat, haji mabrur sebagai amal terbaik setelah jihad. Abu Hurairah meriwayatkan ihwal baginda Nabi yang pernah ditanya oleh seorang sahabat tentang amal terbaik. Nabi menjawab, amal terbaik adalah beriman kepada Allah dan Rasulullah, lalu disusuli oleh jihad di sabilillah, dan di bawahnya Nabi menyebut haji mabrur. (HR. Bukhari)

Kelima, haji dan umrah menghapus kefakiran dan dosa. Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah bersabda ;

تابعوا بين الحج والعمرة؛ فإنهما ينفيان الفقر والذنوب كما ينفي الكير خبث الحديد والذهب والفضة وليس للحج المبرور ثواب إلا الجنة

Artinya, “Lakukanlah haji dan umrah secara berturut (entah haji dulu lalu umrah, atau sebaliknya), karena keduanya dapat menghapus kefakiran dan dosa sebagaimana ubub membersihkan besi, emas dan perak, dan haji mabrur hanya akan diganjar dengan surga.” (HR. At-Tirmidzi)

Keenam, haji sebagai jihad paling elegan. Suatu ketika, Sayyidah Aisyah pernah mengadu kepada Rasulullah ihwal jihad yang dikukuhkan sebagai amal terbaik umat, tetapi hanya bisa dilakukan laki-laki, tidak oleh kalangan perempuan. Lalu, Aisyah meminta bagaimana agar perempuan juga berjihad. Rasulullah menjawab ;

لَكنَّ أحسن الجهاد وأجمله الحجُّ حجٌّ مبرور

Artinya, “Tidak, sebab haji mabrur adalah jihad terbaik dan paling elegan.” (HR. Bukhari)

Benar bahwa jihad adalah amal terbaik umat ini, tetapi yang terbaik di antara jihad-jihad tersebut adalah haji yang mabrur.

Ketujuh, jamaah haji dan umrah sebagai wakil Allah di dunia. Rasulullah bersabda dalam riwayat Abu Hurairah ;

وفد اللَّه ثلاثة: الغازي، والحاج، والمعتمر

Artinya, “Wakil Allah di dunia ada tiga; bala tentara pembela agama Allah, jamaah haji dan umrah.”

Kedelapan, mendapat fasilitas doa mustajab. Abdullah bin Umar meriwayatkan, Rasulullah bersabda ;

الغازي في سبيل اللَّه، والحاج، والمعتمر، وفد اللَّه دعاهم فأجابوا وسألوه فأعطاهم

Artinya, “Bala tentara fi sabilillah, jamaah haji dan umrah adalah wakil Allah, saat dipanggil, mereka berduyun-duyun memenuhi panggilan, dan saat mereka meminta, Allah pasti kabulkan.”

Kesembilan, umrah di bulan Ramadhan setara dengan haji. Baginda Nabi sangat mengapresiasi umatnya yang menjalankan ibadah umrah di bulan Ramadhan. Dalam sebuah Hadist riwayat Abdullah bin Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ;

عمرة في رمضان تعدل حجة أو حجة معي

Artinya, “Umrah di bulan Ramadhan setara dengan ibadah haji, atau setara dengan ibadah haji bersamaku (dalam riwayat yang lain).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semua keterangan di atas kami sadur dari beberapa kitab-kitab rujukan yang valid lagi representatif mewakili wajah kajian Islam yang ilmiah. Di antaranya, Hilyatul Ulama fi Ma’rifati Madzahibil Fuqaha’ karya Saifuddin Muhammad bin Ahmad as-Syasyi, al-Majmu Syarh al-Muhaddzab karya Abu Zakariya Muhyiddin Muhammad bin Syaraf an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim karya Ibnu Batthal, al-Mafatih fi Syarh al-Mashabih karya al-Husain bin Mahmud bin al-Hasan as-Syirazi, Syarh Shahih Muslim karya Abu al-Fadz ‘Iyadh bin Musa, dan al-Kasyif an Haqaiq as-Sunan karya Syarafuddin al-Husain bin Abdillah at-Thibiy. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bis shawab.

 

\Source : nu.or.id

Tanda Haji Mabrur Dari beberapa Hadits

Tanda Haji Mabrur Dari beberapa Hadits

Tanda Haji Mabrur Dari beberapa Hadits. Haji mabur sering diperbincangkan ketika musim haji karena memang disebut di dalam hadits Nabi Muhammad saw. Haji mabur sering disebut dalam khutbah-khutbah Jumat, khutbah di Arafah, dan juga dalam taushiyah pada kegiatan walimatus safar.

Berikut ini merupakan sejumlah hadits Nabi Muhammad saw perihal haji mabrur. Haji mabrur merupakan manasik yang tidak mengandung maksiat di dalamnya, bahkan berbagi makanan dan menjaga ucapan.

قوله المبرور قيل هو الذي لا يقع فيه معصية وقد جاء من حديث جابر مرفوعا إِنَ بِرَّ الحَجِّ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيْبُ الكَلَامِ وعِنْدَ بَعْضِهِمْ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ

Artinya, “Mabrur adalah ibadah haji yang tidak terdapat maksiat di dalamnya. Sebuah hadits marfu’ dari sahabat Jabir ra, ‘Sungguh, haji mabrur itu memberikan makan kepada orang lain dan melontarkan ucapan yang baik.’ Menurut sebagian, ‘Memberikan makan kepada orang lain dan menebarkan salam’,” (Al-Mundziri, At-Targhib wat Tarhib, [Beirut, Darul Fikr: 1998 M/1418 H], juz II, halaman 69).

Adapun berikut ini adalah hadits riwayat Bukhari, Muslim, An-Nasai, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi yang menyebutkan ganjaran bagi jamaah haji yang menjauhi larangan-larangan haji baik yang berat maupun yang ringan sebagai bentuk haji mabrur.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ رواه البخاري ومسلم والنسائي وابن ماجه والترمذي إلا أنه قال غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah ra, dari Nabi Muhammad saw, ia bersabda, ‘Siapa saja yang berhaji dan tidak berbuat rafats dan tidak berbuat fasik, maka ia akan kembali suci seperti hari dilahirkan oleh ibunya,’ (HR Bukhari, Muslim, An-Nasai, dan Ibnu Majah) dan At-Tirmidzi tetapi pada riwayatnya Rasulullah bersabda, ‘Maka dosanya yang terdahulu akan diampuni’,”

Adapun pada riwayat lain Rasulullah saw menjanjikan ganjaran surga bagi jamaah haji mabrur sebagai balasannya. Pada riwayat ini, Rasulullah Saw juga menyebutkan tanda haji mabrur.

عَنْ جَابِرِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ، قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا بِرُّهُ؟ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيبُ الْكَلَامِ وفي رواية لأحمد والبيهقي إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ

Artinya, “Dari sahabat Jabir bin Abdillah ra, dari Rasulullah saw, ia bersabda, ‘Haji mabrur tiada balasan lain kecuali surga.’ Sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa (tanda) mabrurnya?’ Rasulullah saw menjawab, ‘Memberikan makan kepada orang lain dan melontarkan ucapan yang baik,’ (HR Ahmad, At-Thabarani, Ibnu Khuzaimah, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim). Pada riwayat Ahmad dan Baihaqi, ‘Memberikan makan kepada orang lain dan menebarkan salam’,” (Al-Mundziri, 1998 M/1418 H: II/72).

Abu Amr Al-Qurthubi dalam karyanya At-Tamhid li Ma fil Muwaththa minal Ma’ani wal Asanid mengatakan, haji mabrur adalah haji yang tidak mengandung riya, sum’ah, rafats, dan fasik; serta dibiayai dengan harta yang halal.

Adapun rafats bermakna kalimat kotor di hadapan perempuan atau kalimat keji yang berkaitan dengan ketertarikan terhadap lawan jenis. Sedangkan fasik adalah hubungan badan suami dan istri.

Al-Munawi At-Taysir bi Syarhil Jami’is Shaghir menyebutkan, haji mabrur adalah ibadah ketaatan yang diterima oleh Allah. Haji mabrur tidak mengandung dosa dalam pelaksanaannya. Sedangkan sebagian ulama mengartikan haji mabrur sebagai pelaksanaan manasik yang terbebas dari jinayah, kejahatan berat yang mengandung dosa besar.

قَالَ وَالْأَصَحّ الْأَشْهَر أَنَّ الْحَجّ الْمَبْرُور الَّذِي لَا يُخَالِطهُ إِثْم مَأْخُوذ مِنْ الْبِرّ وَهُوَ الطَّاعَة وَقِيلَ هُوَ الْمَقْبُول الْمُقَابَل بِالْبِرِّ وَهُوَ الثَّوَاب ، وَمِنْ عَلَامَة الْقَبُول أَنْ يَرْجِع خَيْرًا مِمَّا كَانَ وَلَا يُعَاوِد الْمَعَاصِي وَقِيلَ هُوَ الَّذِي لَا رِيَاء فِيهِ وَقِيلَ : هُوَ الَّذِي لَا يَتَعَقَّبهُ مَعْصِيَة وَهُمَا دَاخِلَانِ فِيمَا قَبْلهمَا قَالَ الْقُرْطُبِيّ : الْأَقْوَال الَّتِي ذُكِرَتْ فِي تَفْسِيره مُتَقَارِبَة وَأَنَّهُ الْحَجّ الَّذِي وُفَّتْ أَحْكَامه وَوَقَعَ مَوْقِعًا لِمَا طُلِبَ مِنْ الْمُكَلَّف عَلَى وَجْه الْأَكْمَل

Artinya, “Qaul lebih sahih dan masyhur mengatakan bahwa haji mabrur itu manasik yang tidak mengandung dosa. Mabrur berasal dari kata ‘birr’ yaitu ketaatan. Ada yang mengartikan diterima yang dihadapkan pada ketaatan, yaitu pahala. Tanda haji diterima ialah seseorang pulang ke Tanah Airnya lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi maksiat yang pernah dilakukan. ada ulama yang berkata, haji mabrur tidak mengandung riya. Ada juga yang berpendapat, haji mabrur ialah manasik yang disusul dengan maksiat. Sedangkan keduanya (riya dan maksiat) dapat masuk pada ke dalamnya. Al-Qurthubi mengatakan, berbagai pendapat perihal haji mabrur disebutkan di tafsirnya dengan pengertian yang berdekatan, yaitu haji yang memenuhi ketentuan syarat, rukun, dan wajibnya dan terlaksana sesuai tuntutan terhadap mukallaf dengan jalan paling sempurna,” (As-Suyuthi, Sunan An-Nasai bi Syarhil Hafiz Jalaluddin As-Suyuthi, [Sematang, Thaha Putra: 1930 M/1348 H], juz V, halaman 112). Wallahu a’lam. 

 

Source : nu.or.id

Hukum Tawaf Dengan Kursi Roda atau Skuter

Hukum Tawaf Dengan Kursi Roda atau Skuter

Hukum Tawaf Dengan Kursi Roda atau Skuter. Tawaf termasuk rangkaian ibadah haji yang wajib dilakukan oleh jamaah haji. Tawaf adalah mengelilingi Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah sebanyak tujuh kali. Ibadah ini dilakukan oleh umat Muslim sebagai bentuk penghormatan dan pengabdian kepada Allah SWT.

Tawaf mengandung makna ibadah yang sangat mendalam dalam Islam. Dalam melakukan tawaf, umat Muslim mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran searah jarum jam. Ka’bah adalah kiblat umat Muslim di seluruh dunia, dan menjadi simbol kesatuan umat Islam.

Di sisi lain, tawaf juga merupakan momen yang menghadirkan perasaan persaudaraan dan persatuan di antara umat Muslim. Umat Muslim dari berbagai belahan dunia berkumpul di Masjidil Haram untuk melaksanakan tawaf bersama-sama. Hal ini mencerminkan keberagaman dan persatuan dalam agama Islam.

Seyogianya tawaf dilakukan dengan berjalan kaki, akan tetapi  bagi beberapa lansia atau orang dengan keterbatasan fisik, melaksanakan tawaf dengan berjalan menjadi sulit atau tidak memungkinkan. Oleh karena itu, beberapa lansia memilih untuk melaksanakan tawaf menggunakan kursi roda. Lantas bagaimana hukum tawaf menggunakan kursi roda?

Hukum tawaf menggunakan kursi roda Para ulama Islam terkemuka telah membahas isu ini dalam konteks kebutuhan aksesibilitas. Mereka sepakat bahwa individu yang mengalami keterbatasan fisik yang signifikan yang menghalangi mereka untuk berjalan atau berdiri dengan lancar dapat menggunakan kursi roda saat menjalankan tawaf. Alasan di balik pandangan ini adalah memastikan setiap Muslim memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam ibadah ini tanpa hambatan yang tidak perlu.

Imam Nawawi, salah satu ulama terkemuka dalam mazhab Syafi’i, menyatakan bahwa tawaf dengan kursi roda (tunggangan) diperbolehkan jika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang memang menghalangi mereka dari berjalan atau berdiri. Pendapat ini didasarkan pada prinsip inklusi dan keadilan dalam Islam, di mana setiap individu harus diberikan kesempatan yang sama untuk melaksanakan ibadah. Imam Nawawi berkata :

فرْعٌ: ونقل الماوردي إجماع العلماء على أن طواف الماشي أولى من طواف الراكب، فلو طاف راكبا لعذر أو غيره، صح طوافه، ولا دم عليه عندنا في الحالين

Artinya : Cabang : Al-Mawardi berpendapat bahwa para ulama sepakat bahwa tawaf berjalan kaki lebih utama dari pada berkendara, jikalau tawaf dengan berkendara tanpa ada uzur atau ada uzur, maka sah tawafnya, dan tidak dikenakan kewajiban membayar dam, menurut kami dalam dua keadaan ini [uzur atau tidak ada uzur]. (Imam Nawawi, al Majmu’ Syarah al-Muhadzab, [Beirut; Dar Kutub Ilmiyah, 1971], hal. 30).

Sementara itu, Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm Jilid II, halaman 190 mengatakan bahwa melakukan tawaf menggunakan tunggangan atau penggunaan kursi roda diizinkan jika tawaf dengan berjalan akan menyebabkan kesulitan atau bahaya bagi jamaah tersebut. Misalnya, karena uzur disebabkan umur yang sudah tua atau orang yang memiliki masalah keseimbangan atau kelemahan otot yang signifikan yang bisa menyebabkan terjatuh atau cedera serius jika mencoba berjalan dalam kerumunan orang.

فَأَحَبُّ إلَيَّ أَنْ يَطُوفَ الرَّجُلُ بِالْبَيْتِ وَالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ مَاشِيًا إلَّا مِنْ عِلَّةٍ، وَإِنْ طَافَ رَاكِبًا مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ فَلَا إعَادَةَ عَلَيْهِ وَلَا فِدْيَةَ

Artinya : “Maka lebih aku sukai bahwa tawaf di baitullah [Ka’bah],  sai antara shofa dan marwah dengan berjalan kaki, kecuali karena ada illat [sebab]. Pun ketika ia tawaf dengan menggunakan kendaraan tanpa ada illat, maka tidak perlu mengulangi tawafnya dan tidak pula perlu membayar fidyah.” (Imam Syafi’i, al-Umm, jilid II, [Beirut; Dar fikri, 1990], hal. 190)

Sementara itu Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni menjelaskan bahwa orang yang memiliki uzur [termasuk sakit dan lansia], diperbolehkan secara syariat untuk melaksanakan tawaf dengan cara ditandu atau menggunakan kendaraan sekuter atau kursi roda. Pun Jamaah haji tersebut tidak dikenakan bayar dam. Ia berkata :

ومن طاف وسعى محمولا لعلة، أجزأه. لا نعلم بين أهل العلم خلافا في صحة طواف الراكب إذا كان له عذر، فإن ابن عباس روى أن النبي -صلى الله عليه وسلم- طاف في حجة الوداع على بعير، يستلم الركن بمحجن. وعن أم سلمة قالت: شكوت إلى رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أني أشتكي، فقال: طوفي من وراء الناس، وأنت راكبة. متفق عليهما. وقال جابر: طاف النبي -صلى الله عليه وسلم- على راحلته بالبيت، وبين الصفا والمروة؛ ليراه الناس، وليشرف عليهم، وليسألوه، فإن الناس غشوه.

Artinya : Orang yang tawaf dan sai dengan dipikul karena ada illat [uzur], maka hukumnya adalah sah, tidak kami temukan di antara para pakar perbedaan pendapat pada keabsahan tawaf dengan berkendaraan, jika orang yang tawaf dalam keadaan uzur. Maka ada riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW, tawaf pada haji wada’ di atas unta sambil menyalami rukun Yamani dengan tongkat. Dan dari Ummu Salamah, dia berkata: ‘Saya mengadu kepada Rasulullah bahwa saya sedang sakit. Kemudian Rasulullah berkata, ‘Thawaflah di belakang manusia dalam keadaan kamu berkendara. Muttafaqun alaihima. Dan berkata Jabir;  Nabi SAW melakukan tawaf dengan untanya, antara Safa dan Marwah agar orang-orang melihatnya, mengawasi mereka, dan bertanya kepadanya, karena orang-orang ragu (tidak mengetahui). 

Dengan demikian dalam Islam, aksesibilitas dan inklusi adalah nilai-nilai yang sangat dihargai. Dalam konteks ibadah tawaf, penggunaan kursi roda atau skuter oleh individu dengan keterbatasan fisik yang signifikan diperbolehkan agar mereka dapat berpartisipasi secara penuh dalam ritual tersebut.  Para ulama telah memperhatikan perlunya memberikan aksesibilitas yang sama kepada semua individu, dan mereka telah mengemukakan pandangan yang mendukung penggunaan kursi roda dalam tawaf.

Source : nu.or.id

Doa Minum Air Zamzam

Doa Minum Air Zamzam

Doa Minum Air Zamzam. Jamaah haji dianjurkan untuk meminum air zamzam mengingat besarnya keutamaan dan khasiat air zamzam itu sendiri. Jamaah haji dianjurkan untuk berdoa terlebih dahulu sebelum meminum air zamzam. Setidaknya terdapat dua doa yang dapat dibaca ketika hendak meminum air zamzam.

Jamaah haji dianjurkan membaca doa minum air zamzam sebagai berikut. Setelah membaca doa ini, jamaah haji membaca basmalah, meminum air zamzam dengan tiga kali teguk, dan bernafas di tengah tegukan.

Adapun doa minum air zamzam adalah sebagai berikut :

اللَّهُمَّ إنَّهُ قَدْ بَلَغَنِي عَنْ نَبِيِّك أَنَّهُ قَالَ مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ، وَأَنَا أَشْرَبُهُ لِسَعَادَةِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ اللَّهُمَّ، فَافْعَلْ

Allāhumma innahū qad balaghanī ‘an nabiyyika annahū qāla, ‘mā’u zamzama li mā syuriba lah,’ wa anā asyrabuhū li sa‘ādatid duniyā wal ākhirah. Allāhumma faf‘al.  

Artinya, “Wahai Tuhanku, sungguh telah sampai padaku hadits dari nabi-Mu, ia bersabda, ‘Air zamzam bermanfaat sesuai tujuan diminumnya,’ (HR Ahmad, Al-Hakim, dan Ad-Daruqutni) dan aku meminumnya untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ya Allah, terimalah,”(Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi alal Iqna‘, [Beirut, Darul Fikr: 2006 M/1426-1427 H], juz II, halaman 447).

Adapun berikut ini adalah doa minum air zamzam dari sahabat Ibnu Abbas ra yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruqutni :

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا وَاسِعًا وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ 

Allāhumma innī as’aluka ‘ilman nafi‘an, wa rizqan wasi‘an, wa syifā’an min kulli dā’in.  

Artinya, “Ya Allah, sungguh aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang luas, dan kesembuhan dari segala penyakit.”  

Al-Bujairimi juga mengutip doa air zamzam dari sahabat Ibnu Abbas ra yang diriwayatkan oleh Ad-Daruqutni :

كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ إِذَا شَرِبَ يقُوْلُ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا وَاسِعًا وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ   

Artinya, “Sahabat Ibnu Abbas ra ketika minum air zamzam berdoa, ‘Allāhumma innī as’aluka ‘ilman nafi‘an, wa rizqan wasi‘an, wa syifā’an min kulli dā’in,’” (Al-Bujairimi: 2006 M/1426-1427 H: II/447-448).

Demikian doa minum air zamzam yang dapat dibaca oleh jamaah haji atau bukan jamaah haji yang hendak meminum air zamzam. Wallahu a‘lam.

 

Klik gambar untuk umroh / haji murah :

Source : nu.or.id

Menunda Daftar Haji Karena “Menunggu Panggilan”, Bolehkah?

Menunda Daftar Haji Karena “Menunggu Panggilan”, Bolehkah?

Menunda Daftar Haji Karena “Menunggu Panggilan”, Bolehkah? Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan bagi siapapun yang mampu melaksanakannya. Secara lahiriah, ada sebagian orang yang tampak sudah masuk kategori mampu melaksanakan ibadah haji, tapi kurang bersemangat menunaikan ibadah haji. Sebagian orang mempunyai alasan belum punya mental atau ada lagi yang beralasan masih menunggu ‘panggilan dari Allah’.

Terdapat beberapa ayat seputar haji di dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ ۙ  

Artinya : “Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 27)

Kata اَذِّنْ dari akar kata اُذُنٌ yang artinya telinga. Artinya, melalui pendengaran, sampaikan informasi sehingga masyarakat jadi tahu.

Kemudian pada permulaan ayat ini dimulai dengan وَاَذِّنْ  yang berarti “beritahukanlah, atau undanglah secara luas dan kencang!”. Kata ini menyambung dengan ayat sebelumnya (QS. Al-Hajj : 26) yang berisi kalimat وطَهِّرْ بَيْتِيَ yang artinya ‘bersihkan Rumah-Ku’. Pembersihan rumah ini dalam rangka untuk memuliakan tamu-tamu Allah. Oleh karena itu, sebelum mereka datang berbondong-bondong, bersihkanlah rumah-Nya terlebih dahulu.

Kata وَاَذِّنْ  mempunyai huruf ‘dzal’ double yang dalam bahasa Arab mempunyai makna katsrah / takrir yaitu sampaikan atau panggillah dengan suara yang sangat keras dan berulang. Jadi, Nabi Ibrahim perlu berteriak keras dalam mengundang manusia dengan teriakan yang sangat kencang. (Lihat: Ibnu Asyur, At-Tahrir wat Tanwir: 1393 H).

Ayat ini diturunkan Allah kepada Nabi Ibrahim pada masa itu lembah Makkah masih sangat sepi, belum ada penduduknya sama sekali kecuali hanya dihuni keluarga Ibrahim yang terdiri dari Nabi Ibrahim, istri, dan anaknya.  Anehnya, dalam keheningan Makkah kala itu, kenapa Nabi Ibrahim malah disuruh berteriak sangat keras?. Syekh Mutawalli as-Sya’rawi mengungkapkan bahwa Nabi Ibrahim hanya bertugas berteriak sebagaimana yang Allah perintahkan. Soal teriakannya nanti terdengar oleh orang lain atau tidak, itu bukan urusan Ibrahim, namun urusan Allah sendiri. Allah berfirman :

يا إبراهيم عليك الأذان وعلينا البلاغ. مهمتك أنْ ترفَع صوتك بالأذان، وعلينا إيصال هذا النداء إلى كل الناس، في كل الزمان، وفي كل المكان، سيسمعه البشر جميعاً وهم في عالم الذَّرِّ وفي أصلاب آبائهم بقدرة الله تعالى الذي قال لنبيه محمد صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ: {وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ ولكن الله رمى. .} [الأنفال: ١٧]

Artinya : “Wahai Ibrahim, tugasmu adalah mengundang, sedangkan tugasku adalah menyampaikan. Tugasmu yang penting adalah mengencangkan suaramu untuk mengundang, tugasku yang akan menyampaikan panggilan itu ke seluruh umat manusia di sepanjang masa, di semua tempat. Pasti manusia akan mendengar itu semua sedangkan mereka pada saat itu berada di alam agreement dan masih di tulang iganya orang-orang tua mereka atas kekuasaan Allah yang telah berfirman kepada nabi-Nya ‘Dialah Allah yang menjadikan debu itu sampai kepada mereka dan Dialah yang menyibukkan mereka dengan debu itu, bukan kamu. ” (Mutawalli as-Sya’rawi, Tafsir As-Sya’rawi, juz 16, hlm. 780)

Kemudian setelah kata وَاَذِّنْ  terdapat kata فِى النَّاسِ yang artinya adalah ‘semua umat manusia tanpa terkecuali’.  Setelah Nabi Ibrahim mengundang semua umat manusia, jawaban masing-masing orang atas panggilan Nabi Ibrahim tersebut, akan mempengaruhi terhadap berapa kali orang memenuhi panggilan Allah.

يعني: أَدِّ ما عليك، واترك ما فوق قدرتك لقدرة ربك. فأذَّنَ إبراهيم في الناس بالحج، ووصل النداء إلى البشر جميعاً، وإلى أن تقوم الساعة، فَمنْ أجاب ولَبَّى: لبيك اللهم لبيك كُتِبَتْ له حجة، ومَنْ لبَّى مرتين كتِبت له حجَّتيْن وهكذا، لأن معنى لبيك: إجابةً لك بعد إجابة

Artinya : “Sampaikan saja apa yang menjadi tugasmu. Tinggalkan apa yang di luar kemampuanmu, itu serahkan saja jadi wilayah kekuatan Tuhanmu. Kemudian Ibrahim menggemakan teriakan undangan haji kepada seluruh umat manusia. Panggilan itu sampai ke seluruh umat manusia sampai hari kiamat. Barangsiapa yang menjawab dan membaca talbiyah ‘Labbaikallâhumma labbaik’ sekali, maka ia selama hidupnya akan naik haji sekali saja. Barangsiapa yang ketika dipanggil masa itu bertalbiyah dua kali, ia akan tercatat besok selama hidupnya akan naik haji dua kali, dan seterusnya. Karena arti labbaik adalah ‘sebagai kesediaan kepada-Mu setelah menjawab panggilan,” (Mutawalli as-Sya’rawi, Tafsir As-Sya’rawi: hlm. 781)

Jika melihat penjelasan di atas, maka Nabi Ibrahim sebenarnya sudah memanggil semua umat manusia, hanya saja ada manusia yang menjawab panggilan tersebut, ada pula yang tidak mau menjawab. Sehingga kurang tepat jika ada yang berkata dengan ungkapan ‘masih menunggu panggilan’ dari Allah. Sesungguhnya Allah sudah memanggil kita semua melalui perantara teriakan mulutnya Nabi Ibrahim yang disuruh oleh Allah untuk memanggil kita semua. Apabila kita termasuk yang menjawab dengan talbiyah sekali, maka akan naik haji sekali, jika menjawab berulang kali, maka sejumlah itulah kita akan naik haji.

Keyakinan ini tidak boleh jadi sebuah alasan untuk tidak berikhtiar secara syariat dzahir untuk berhaji. Bagaimana pun juga kita akan dihukumi oleh Allah secara dzahir. Misalnya ada orang kaya, tidak mau daftar haji dengan alasan bahwa ‘dulu di saat itu dia tidak termasuk orang yang menjawab panggilan Nabi Ibrahim’, tentu alasan ini tidak diterima oleh syariat dan ia akan mendapatkan dosa. Walahu a’lam.  

 

Klik untuk daftar umroh :

Source : nu.or.id

Hukum Membadalkan Pelemparan Jumrah

Hukum Membadalkan Pelemparan Jumrah

Hukum Membadalkan Pelemparan Jumrah. Melempar atau melontar jumrah merupakan salah satu wajib haji yang harus dilakukan jamaah. Melontar jumrah dilakukan dengan tujuh batu. Orang yang meninggalkan melontar jumrah wajib membayar dam haji. Lontar dalam wajib haji terdiri atas dua lontaran, yaitu lontar jumrah ’aqabah dan lontar jumrah di hari Tasyrik. Lontar jumrah ’aqabah dilakukan pada hari nahar (10 Dzulhijjah). Sedangkan lontar jumrah di hari Tasyrik jatuh pada 11, 12, 13 Dzulhijjah.

والثاني رمي جمرة العقبة سبعا والثالث رمي الجمرات الثلاث أيام التشريق كل واحدة سبعا

Artinya : “Kedua, melontar jumrah ’aqabah tujuh kali. Ketiga, melontar tiga jumrah pada hari Tasyrik, di mana setiap lontaran terdiri atas tujuh kali,” (Ibnu Hajar, Al-Manhajul Qawim pada Hamisy Hasyiyatut Turmusi, [Jeddah, Darul Minhaj: 2011 M/1432 H], juz VI, halaman 313-314).

Bagi jamaah haji lansia bisa melakukan nafar awal (lebih awal meninggalkan Mina) agar tidak memberatkan fisiknya.   Adapun mereka yang terkendala untuk melakukan lontar jumrah karena faktor sakit, halangan karena masalah hukum, lemah karena faktor usia, karena kepadatan jamaah haji, antrean panjang yang menyulitkan, atau karena uzur lainnya, dapat membadalkan lontar jumrahnya kepada jamaah haji yang mampu.

Pembadalan lontar jumrah diperbolehkan dalam fiqih. Pembadalan lontar jumrah tidak mewajibkan jamaah haji lansia atau risti untuk membayar dam karena lontar jumrahnya tetap sah. Hanya saja, badal lontar jumrah disyaratkan agar melontar jumrah untuk dirinya terlebih dahulu.

إذا عجز عن الرمي بنفسه إما لمرض أو حبس أو عذر له أن يستنيب من يرمي عنه لكن لا يصح رمي النائب عن المستنيب إلا بعد رمي النائب عن نفسه 

Artinya : “Bila seseorang tidak sanggup melontar sendiri karena sakit, tertahan, atau uzur, maka ia boleh meminta orang lain membadalkannya untuk melontar. Tetapi lontaran orang yang membadalkannya tidak sah kecuali setelah ia melontar untuk dirinya sendiri,” (Taqiyuddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 182).

Dari sini kemudian, kita dapat menarik simpulan bahwa jamaah haji risti (risiko tinggi), jamaah haji lansia, atau jamaah haji yang keletihan, tidak perlu memaksakan diri untuk melontar jumrah sendiri. Dia dapat meminta tolong jamaah lain yang lebih mampu secara fisik untuk membadalkan lontar jumrahnya.

Adapun wajib haji selain lontar jumrah ’aqabah dan lontar di hari Tasyrik, setidaknya dalam Mazhab Syafi’iyah, adalah mabit di Muzdalifah, mabit di Mina pada hari Tasyrik, ihram dari miqat, dan tawaf wada. Wallahu a‘lam.

 

Klik untuk daftar umroh :

Source : nu.or.id

Fakta Menarik Payung Masjid Nabawi

Fakta Menarik Payung Masjid Nabawi

Fakta Menarik Payung Masjid Nabawi. Masjid Nabawi adalah salah satu masjid yang didirikan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Masjid yang terletak di kota Madinah ini menjadi masjid yang terbesar kedua di dunia. Salah satu yang paling menarik adalah payung Masjid Nabawi yang berjajar di pelatarannya.

Ini 5 Fakta Payung di Masjid Nabawi 

1. Jumlahnya Ratusan

Payung di Masjid Nabawi Madinah Al Munawaroh ada lebih dari 200 unit. Setiap payung memiliki lebar 25 m dan tingginya 20 m. Di teras masjid juga terdapat barisan payung raksasa ini. Tujuannya agar suhu di dalam masjid terjaga. Payung ini dikendalikan secara otomatis sehingga bisa menutup dan terbuka sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Canggih, ya.

Penasaran untuk melihat keindahan yang ada di Masjid Nabawi? Segera pilih paket umrohnya di aplikasi Umroh.com, download di sini ya!

2. Agar Jamaah Lebih Nyaman Beribadah

Fungsi payung ini adalah untuk menghalangi udara panas. Tujuan pengadaan payung-payung ini agar jamaah tetap nyaman beribadah di Masjid Nabawi. Cuaca di Madinah memang sangat panas. Cuaca paling panas terasa saat mendekati bulan Romadhon. Suhu di Madinah bisa mencapai lebih dari 40 derajat celcius. Saat cuaca sedang panas-panasnya, payung-payung ini terbuka setiap Subuh dan tutup menjelang adzan Maghrib.

3. Terbuka Perlahan dan Tanpa Suara

Payung-payung tersbeut membutuhkan waktu sekitar tiga menit agar payung ini bisa terbuka secara sempurna. Proses terbukanya payung berjalan mulus tanpa suara. Barisan payung raksasa yang terbuka secara bersamaan selalu menjadi pemandangan menarik bagi jamaah. Memang indah sekali melihat payung yang terbuka bersamaan saat fajar.

Selain melihat payung cantik di Masjid Nabawi, kamu juga bisa beribadah dan berdoa di taman surga yakni raudah. Downloaad aplikasi Umroh.com di sini ya!

4. Berteknologi Canggih

Payung ini dibuat oleh perusahaan bernama Liebherr di Jerman. Desainnya modern namun tetap sesuai dengan arsitektur Masjid Nabawi. Di pinggiran payung terdapat material berbentuk pita warna biru. Fungsinya adalah untuk menurunkan suhu di bawah payung hingga 8 derajat Celcius. Tidak heran banyak jamaah yang merasa nyaman berada di bawah payung walaupun matahri sedang panas. Material kain payung ini terbuat dari bahan yang sangat kuat. Saking kuatnya hingga bisa menahan berat badan dua pekerja yang rutin membersihkan debu dari kain tersebut.

5. Menjadi Inspirasi

Keindahan payung payung raksasa di Masjid Nabawi ini menginspirasi hingga ke Indonesia. Terhitung tiga masjid di Indonesia memiliki payung raksasa. Seperti di Masjid Agung Jawa Tengah, Masjid Muamar Qaddafy di Sentul, dan Masjid Raya Baiturrahman di Aceh. Wah, keren, ya. Kamu sudah pernah ke masjid-masjid ini?

Wah, keren sekali, ya. Barisan payung ini tentunya menjadi pemandangan menakjubkan bagi jamaah haji dan umroh. Bukan hanya indah, payung – payung raksasa ini juga membantu agar ibadah semakin khusyuk. Iconic dan menginspirasi, ya. Siapapun yang melihat payung ini, pasti teringat dengan Masjid Nabawi, lho.

 

 

Source : Umma.id

Pahala Sholat di Masjidil Haram

Pahala Sholat di Masjidil Haram

Pahala Sholat di Masjidil Haram. Secara historis, Masjidil Haram adalah masjid tertua yang ada di muka bumi. Hal ini dapat dipahami ketika Abu Dzar bertanya, “Wahai Rasulullah masjid mana yang pertama kali ada di muka bumi?” Jawab beliau, “Masjidil Haram”. Aku bertanya lagi, “Lalu  masjid apa lagi setelahnya?”  Beliau menjawab, “Masjid Al-Aqsha” (HR Muslim).

Keindahan Masjidil Haram memesona mata, mendebarkan hati, dan membuat decak kagum. Segala doa dan harapan hati dapat ditumpahkan di dalam masjid suci yang di tengahnya ada Ka’bah itu. Segala lelah, perih, sedih dapat segera sirna manakala kaum muslim usai sholat di dalamnya. Siapa saja yang meninggalkannya, ia merasa ingin kembali lagi.

Dari masjid yang terdapat di kota Mekkah ini, dahulu Nabi SAW melakukan Isra’ Miraj. Peristiwa monumental itu, diabadikan Allah SAW, “Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsha.” (QS al-Isra/17: 1). Inilah tonggak sejarah keberkahan Masjidil Haram yang berarti “masjid yang mulia”.

Tentang keberkahan Masjidil Haram, Allah SWT ungkap dalam sambungan ayat ini, “Yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Isra/17: 1). Faktanya, keberkahan itu nyata dan dapat dinikmati oleh siapa saja.

Baca juga : Umroh dan Haji Bisa Mendatangkan Rejeki

Allah SWT mengilustrasikan hal itu, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. al-Baqarah/2: 126). Jadi selayaknya kita datang ke Mekkah dan shalat di Masjid Haram.

Dalam hadits yang ditulis oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah dalam kitab induk hadits mereka masing-masing, Nabi SAW menjanjikan, “Sholat di Masjid Haram lebih utama daripada 100.000 sholat di masjid lainnya.”  Inilah pahala yang sangat luar biasa bagi siapa saja yang memiliki keluangan harta, tenaga, dan waktu untuk bertandang ke sana.

Lebih hebat lagi, ketika seseorang yang datang berkunjung ke Makkah dan dengan berbagai alasan yang dapat dibenarkan oleh syariah tidak dapat melaksanakan sholat di Masjid Haram, maka sejumlah ulama berpendapat ia mendapatkan pahala yang sama. Alasannya, karena ia telah berada di Tanah Haram (Kota Suci Makkah).

Selanjutnya, andai kata ada seseorang yang berbuat dosa di sana, maka Allah SWT tidak melipatgandakan dosa tersebut sebagaimana Allah SWT melipatgandakan pahala. Inilah kemuliaan kota Mekah dan kebijaksanaan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang berniat untuk mendatangi kota suci yang telah pernah dihuni para nabi sebelumnya.

Dalam makna umum Alquran, Allah SWT berfirman, “Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya. Dan barang siapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. al-An’am/6:160).

Selain itu, Masjidil Haram menjadi salah satu destinasi yang direkomendasi untuk dikunjungi. Nabi SAW bersabda, “Janganlah bersengaja melakukan perjalanan dengan sengaja (dalam rangka ibadah dan tujuan safarnya adalah tempatnya) kecuali ke tiga masjid, (yakni) masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjid Haram dan Masjid Aqsha.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Saatnya kita merencanakan untuk berkunjung ke Masjid Haram dalam rangka beribadah bersama keluarga tercinta. Kita bisa menabung kemudian mendaftarkan diri ke biro perjalanan umrah dan haji tepercaya. Insya Allah, apabila sudah ada niat yang kuat dan kesungguhan yang mantap, Allah SWT akan memberikan rezeki dan kemudahan menuju ke sana. Aamiin.

 

 

Source : uinjkt.ac.id

Umroh dan Haji Bisa Mendatangkan Rejeki

Umroh dan Haji Bisa Mendatangkan Rejeki

Umroh dan Haji Bisa Mendatangkan Rejeki. Dari Abdullah bin Mas’ud ra, Rasulullah SAW bersabda, “Sertakan umrah kepada haji, karena keduanya bisa menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak.” (HR. An-Nasai no. 2631). Dalam spirit hadits ini para ulama menarik simpulan bahwa ibadah haji dan umroh merupakan salah satu pintu untuk mengetuk rizki.

Rizki adalah anugerah yang Allah berikan kepada mahluknya untuk menjalankankan kehidupannya. Rizki ini tidak hanya berupa sesuatu yang material, seperti; harta, tahta, kolega, dsb. Rizkipun bisa berupa sesuatu yang imaterial, seperti; Badan dengan sehatnya, akal dengan cerdasnya, hati dengan rasanya, mata dengan penglihatannya, telinga dengan pendengarannya, hidung dengan penciumannya, mulut dengan bicaranya, tangan dengan kepalnya, kaki dengan langkahnya, nafas dengan kehidupannya, keluarga dengan kasih sayangnya, waktu dengan kesempatan, dll.

Dalam narasi para ulama, selain berjalan untuk bertamu dan bertemu dengan Allah, dalam ibadah haji dan umrah ditemui juga sejumlah amaliyah yang memiliki efek atas terketuknya pintu-pintu rizki. Diantara amaliyah dimaksud adalah istigfar, silaturahim, sedekah, dan meningkatnya keimanan dan ketaqwaan.

Amaliyah yang kerap kali dilakukan para jemaah haji dan umrah adalah beristifgar atau memohon ampun kepada Allah. Istigfar diyakinkan Allah SWT, sebagai pembuka pintu rizki. Dalam Qur’an surat Nuh ayat 10-12 Allah mengisyaratkan, “Maka aku katakan kepada mereka, beristigfarlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”.

Sekaitan dengan ayat ini, Terdapat sebuah atsar dari Hasan Al Bashri rahimahullah yang menunjukkan bagaimana faedah istighfar terhadap rizki. Sesungguhnya seseorang pernah mengadukan kepada Al-Hasan tentang musim paceklik yang mencekik. Lalu Hasan Basri menasehatkan, “Beristigfarlah kepada Allah”. Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kemiskinannya. Lalu Hasan Barsi menasehati, “Beristigfarlah kepada Allah”.

Setelah itu ada lagi yang mengadu kepada beliau tentang kekeringan pada lahan perkebunannya. Lalu Hasan Basri menasehati, “Beristigfarlah kepada Allah”. Lalu datang lagi yang mengadu kepada beliau karena sampai waktu itu belum memiliki anak. Lalu Hasan Basri kembali menasehati, “Beristigfarlah kepada Allah”. Setelah itu Syekh Hasan Al-Bashri membacakan surat Nuh ayat 10-12 di atas. (Riwayat ini disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar di Fath Al-Bari, 11: 98).

Amaliyah lainnya yang bisa ditemui dalam perjalanan ibadah haji dan umrah adalah silaturahim diantara sesama jemaah. Dalam kaitannya dengan rizki, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasul SAW bersabda, ”Siapa yang menginginkan dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturahim.” (HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557).

Selain silaturahim, amaliyah baik yang kerap kali menyertai perjalanan ibadah haji dan umrah adalah sedekah. Momentum ibadah ini, kerap kali memantik spirit jemaah untuk berbagi. Dalam kaitannya dengan rizki, Allah menegaskan dalam Qur’an surat Saba ayat 39: “Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya).” Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.”

Berikutnya, dalam perjalanan ibadah haji dan umrah, kualitas keimanan dan ketaqwaan jemaah kerap kali mengalami peningkatan sinifikan. Dalam kaitannya dengan rizki, Dalam Qs. Al-Anfal ayat 4 Allah menegaskan, bagi orang yang beriman Allah menjanjikan derajat yang tinggi, ampunan dan rizki yang mulia. Sementara bagi orang yang bertaqwa, Allah menjanjikan akan memberi rizki dari arah yang tidak di duga-duga (Qs. At-Thalaq;2-3). Meski masih dalam kepungan pandemi, niatkan segera untuk berhaji dan umrah, demi rizki yang menyertai. Semoga.

 

Source : uinsgd.ac.id

8 Tempat Mustajab Untuk Berdoa

8 Tempat Mustajab Untuk Berdoa

8 Tempat Mustajab Untuk Berdoa. Umat muslim dunia menjadikan haji dan umrah sebagai momentum untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan juga untuk berdoa. Disarankan hendaknya bersungguh-sungguh berdoa di tempat-tempat yang diyakini Allah SWT tidak akan menolak doa umatnya tersebut. Inilah tempat-tempat paling mustajab tersebut yang disebutkan Akhmad Kartono dan dikutip dari berbagai sumber :

1. Multazam

Multazam, tempat atau jarak antara sudut Hajar Aswad dan pintu Kakbah. Multazam merupakan tempat paling utama. Cucurkanlah air mata seraya memohon ampunan kepada Allah SWT. Jika memungkinkan, pegang pintu Kakbah. Mintah kebaikan dan kebahagiaan duniawi maupun ukhrawi.

2. Hijir Ismail

Di bawah Mizab (pancuran Kakbah). Talang air ini terletak di arah Hijir Ismail. Pancuran ini belum ada di zaman Nabi Ibrahim as. Talang ini dibuat suku Quraisy bersamaan dengan dibuatnya atap Kakbah. Di bagian depannya tertulis lafal Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim, sedangkan pada sisi kirinya tertulis kalimat dalam bahasa Arab yang artinya, ‘talang ini diperbaharui pelayan dua tanah suci, Fahd bin Abdul aziz Al Sa’ud, Raja Arab Saudi’. Usai berthawaf, jemaah haji atau umrah biasanya menyempatkan diri berlama-lama memanjatkan doa di sini.

3. Rukun Yamani

Rukun Yamani dan Hajar Aswad (Makkah) Rukun adalah sandi atau tiang, yakni 4 sudut Kakbah yang diberi nama Rukun Aswad, Rukun Iraqi, Rukun Syami, dan Rukun Yamani. Rukun Aswad dikenal dengan Hajar Aswad merupakan posisi “batu hitam” yang menurut sebagian riwayat adalah batu dari yang menggantung setinggi 1,5 meter dari atas tanah. Saat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mendapat perintah dari Allah untuk meninggikan pondasi Kakbah, Hajar Aswad dijadikan salah satu fondasi.

4. Dalam Kakbah

Di dalam Kakbah, tentu sulit masuk ke dalam Kakbah. Namun Rasullah SAW pernah membawa Aisyah ra ke Hijir Ismail saat Aisyah meminta izin salat di dalam Kakbah. Saat itu, Rasullah SAW bersabda, “salatlah di sini kalau ingin salat di dalam Kakbah, karena ini termasuk bagian dari Kakbah”. Karena itu tidak dibenarkan seseorang berthawaf dalam area Hijir Ismail, karena Hijir Ismail merupakan bagian dari Kakbah. Saat haji dan umrah, jemaah harus antre masuk ke dalam Hijir Ismail yang tidak terlalu luas. Usai salat sunah mutlak, mereka biasanya memuaskan diri berdoa di sini.

Baca Juga : Keutamaan Haji Ketika Masih Muda

5. Sa’i antara Sofa dan Marwah

Sa’i adalah berjalan sebanyak 7 kali putaran antara bukit Shafa dan Marwah. Prosesnya dilakukan setelah thawaf, dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit Marwah. Tidak ada bacaan wajib. Namun disarankan berdoa sesuai kemampuan, dan beristigfar.

6. Belakang Makam Ibrahim

Di belakang Makam Ibrahim. Jika berhaji atau umrah, sesudah melaksanakan thawaf tujuh putaran dan berdoa sejenak di Multazam, umat Islam disunatkan salat di belakang makam Ibrahim. Makam Ibrahim sendiri lokasinya masih di dekat Ka’bah, tidak jauh dari Multazam.

7. Muzdalifah dan Mina

Muzdalifah, kawasan antara Mina dan Arafah. Lokasinya sekitar 10 km dari Makkah. Muzdalifah panjangnya kurang dari 4 km, berada pada satu wilayah sempit antara dua gunung yang berdekatan setelah Arafah.

Mina, kawasan berbukit panjangnya 3-5 km, letaknya antara Mekah dan Muzdalifah. Jaraknya dari Mekah sekitar 7 km. Di Mina terdapat jamarat.

8.Raudhah (Madinah)

Di Masjid Nabawi terdapat Raudah yaitu tempat antara mimbar dan kediaman Rasulullah Muhammad SAW semasa beliau hidup yang menjadi salah satu tempat istimewa bagi masyarakat muslim. Doa yang dipanjatkan di Raudhah akan dikabulkan Allah SWT.

Untuk mencapai Raudah yang menjadi dambaan umat Islam harus berebutan sebelum masuk ke tempat itu untuk shalat, berzikir, berdoa dan membaca Al Qur’an.

 

Source : Okezone

Agen Travel Umroh Surabaya terpercaya dengan pembimbing terbaik, menjadikan perjalanan ibadah Anda lebih bermakna.

Nomor Izin U.491 Tahun 2021

Email
admin@nhumroh.com

Follow Kami :

Lokasi

Head Office :
Perum IKIP Gunung Anyar B48, Surabaya

Copyright © 2024 PT Nur Hamdalah Prima Wisata